Mohon tunggu...
Rizky Febriana
Rizky Febriana Mohon Tunggu... Konsultan - Analyst

Senang Mengamati BUMN/BUMD dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Industri Hulu Menjawab Naik Turun Harga Migas

5 Maret 2015   19:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:07 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada problem serius di masyarakat kita khususnya mengenai cara pandang tentang minyak dan gas (migas). Masyarakat menilai, migas yang diolah menjadi BBM seperti bensin atau LPG misalnya harus murah karena Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya. Ketika harganya dirasakan mahal maka serta merta dinilai menyalahi konstitusi khususnya pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

[caption id="attachment_400998" align="aligncenter" width="560" caption="Energi tak terbarukan (greenplanetethics.com)"][/caption]

Nah dititik inilah sebenarnya, masyarakat harus mulai sedikit demi sedikit mengubah sudut pandangnya khususnya terkait dengan kenapa harga minyak dan gas terlihat relatif mengalami kenaikan terus menerus? Oleh karena itu, menurut penulis ada beberapa hal yang juga perlu dipelajari dan dipahami bersama oleh kita untuk memahami apa yang terjadi di industri hulu migas kita.

Pertama, migas adalah energi tak terbarukan. Penulis memang bukan orang eksak yang mengerti tentang migas secara detail. Tapi ada pelajaran ilmu pengetahuan alam saat SMA yang sama-sama perlu kita ingat kembali tentang energi tak terbarukan atau bahasa kerennya non-renewable energy resources.

Energi tak terbarukan adalah energi yang diperoleh dari sumber daya alam yang waktu pembentukannya sampai jutaan tahun atau bahkan ratusan tahun. Dikatakan tak terbarukan karena apabila sudah dieksploitasi maka untuk mengganti sumber sejenis dengan jumlah sama, baru mungkin terjadi dengan rentang waktu jutaan hingga ratusan tahun juga, itupun belum pasti akan ada terjadi kembali.

[caption id="attachment_400999" align="aligncenter" width="560" caption="Pertumbuhan kendaraan di Indonesia yang sangat cepat (BPS, diolah)"]

1425531381200407794
1425531381200407794
[/caption]

Contoh dari energi tak terbarukan katakanlah minyak bumi. Dari cara terbentuknya, minyak bumi atau minyak mentah merupakan senyawa hidrokarbon yang berasal dari sisa-sisa kehidupan purbakala (fosil) hewan ataupun tumbuhan. Apabila minyak bumi terus menerus kita konsumsi maka lama kelamaan akan habis. Misalnya kita gunakan untuk kendaraan kita yang pertumbuhan pengunaannya jauh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan persediaan minyak bumi kita yang bahkan mengalami pertumbuhan negatif.

[caption id="attachment_401000" align="alignnone" width="700" caption="Cadangan Migas nasional tahun 2005 dan 2013 (ESDM)"]

[/caption]

Sementara itu, menurut data kementerian ESDM, jika cadangan minyak bumi kita di tahun 2005 mencapai 8626,96 MMSTB (million stock tank barrels) saat ini per tahun 2013 jumlah cadangan minyak bumi tinggal sekitar 7549,81 MMSTB. Selama periode tersebut, tahun 2005-2013 itu artinya jumlah cadangan minyak bumi kita sudah berkurang sekitar 1077.51 MMSTB.

[caption id="attachment_401001" align="alignnone" width="700" caption="Cadangan Gas Bumi nasional Tahun 2005 dan 2013 (ESDM)"]

[/caption]

Begitu juga dengan gas. Gas bumi juga termasuk ke dalam energi tak terbarukan. Per 2013 jumlah cadangan gas di Indonesia sebesar 150.39 TSCF (trilions of cubic feet). Jumlah tersebut jauh berkurang sekitar jika dibandingkan dengan tahun 2005 yang mencapai 185.80 TSCF. Para ahli memperkirakan Jika dihitung dari 2013, cadangan gas masih tersisa 35 tahun dan minyak hanya tersisa 10 tahun saja.

jika dibandingkan dengan produksi dan cadangan migas dunia, Indonesia sebetulnya bukanlah negara kaya minyak, bahkan bukan negara kaya gas. Cadangan terbukti minyak Indonesia yang hanya 0,2% dari cadangan minyak global sementara cadangan terbukti gas Indonesia yang saat hanya 1,6% dari cadangan gas global. Dengan level produksi sekarang, apabila tidak ditemukan cadangan baru, cadangan terbukti minyak akan habis dalam waktu 12 tahun, dan gas akan habis dalam waktu 40 tahun. Apakah anda sekarang sudah sepakat jika migas termasuk energi tak terbarukan?

Kedua, harga migas mengikuti hukum ekonomi supply dan demand. Masih ingat kah kita ketika Indonesia memutuskan untuk “angkat kaki” dari OPEC (The Organization of the Petroleum Exporting Countries) pada tahun 2008 silam? Pada tahun itu, Indonesia mulai menyadari posisinya sudah menjadi sebuah negara yang tidak lagi berorientasi ekspor, melainkan sudah menjadi net importer. Bahasa sederhananya, produksi minyak kita terus turun sementara konsumsinya terus mengalami peningkatan. Bahasa ekonominya, terjadi over demand di dalam negeri yang gak bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri sehingga kita terpaksa impor juga.

[caption id="attachment_401002" align="alignnone" width="509" caption="Ekspor menurun, sementara impor minyak mentah kita berada pada tren meningkat (IEA)"]

14255316671411818249
14255316671411818249
[/caption]

Hal yang sama sebenarnya juga terjadi di gas dengan salah satu produknya berupa LPG (liquified petroleum gas). Hal yang perlu Kita sadari sedari awal adalah Kita adalah importir LPG. Hal ini tidak terlepas dari kebutuhan LPG nasional yang diperkirakan akan terus meningkat salah satunya didorong oleh adanya program konversi minyak tanah ke LPG di 2004 silam dan juga adanya pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang meningkat 1,49% per tahun. Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kebutuhan LPG  diperkirakan akan terus meningkat hingga 9 juta ton pada tahun 2030 yang didominasi oleh penggunaan rumah tangga (90%) sehingga diprediksi jumlah impor LPG akan mencapai 58% pada  tahun 2030.

[caption id="attachment_401005" align="aligncenter" width="560" caption="Harga naik ketika konsumsi minyak kita lebih tinggi dibandingkan produksinya (ESDM, Bahana)"]

142553189763842460
142553189763842460
[/caption]

Meskipun lifting (produksi) dari kilang minyak dan atau gas bisa terus mengalami peningkatan. Diperkirakan jumlahnya tidak akan bisa menyaingi pertumbuhan jumlah dari permintaan penduduk Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan lifting. Alhasil, ketika Indonesia menjadi importir minyak ataupun gas, Indonesia adalah price taker yang menerima harga jual apa adanya, ketika harga impor migas naik maka harga naik, sementara ketika turun maka ikut turun, sesuai mekanisme pasar.

[caption id="attachment_401007" align="aligncenter" width="550" caption="Ekspor LPG kita turun terus, sementara impor naik (Kementerian ESDM dalam Maxensius Tri Sambodo (2014)) "]

1425532041396612152
1425532041396612152
[/caption]

Ketiga, bisnis mahal hulu migas. Seringkali kita sebagai masyarakat menilai bahwa migas adalah bisnis yang menguntungkan. Anggapan itu nggak salah, namun ada sisi lain yang sebenarnya juga kita harus lihat jika bisnis migas juga bisnis yang butuh investasi besar alias mahal termasuk bisnis di hulu migas.

[caption id="attachment_401009" align="aligncenter" width="560" caption="Kebutuhan LPG nasional (BPPT)"]

1425532135643503419
1425532135643503419
[/caption]

Sebagai contoh, sebuah studi dari Rystad Energy, Oil Change International (OCI) dan Overseas Development Institute (ODI) mengungkapkan oil & gas exploration expenditure (biaya untuk eksplorasi migas) terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jika di tahun 2008 total biaya eksplorasi migas di Indonesia hanya sekitar USD1.000 juta, maka di tahun 2013 biaya eksplorasi migas meningkat mencapai USD2.400 juta. Itu baru biaya eksplorasi, belum lagi jika kita menghitung biaya development, production dan administrasi.

[caption id="attachment_401010" align="aligncenter" width="490" caption="Perbandingan biaya eksplorasi migas dengan cadangan yang tersedia (Rystad Energy, 2014)"]

1425532237859811346
1425532237859811346
[/caption]

Hal ini sebenarnya sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang menemukan fakta bahwa saat ini Indonesia memasuki ke dalam tahapan yang disebut sebagai decline stage. Decline stage sendiri adalah sebuah era dimana lapangan hulu migas semakin berkurang cadangan migasnya sementara biayanya semakin meningkat.

[caption id="attachment_401011" align="aligncenter" width="490" caption="Profil biaya investasi hulu migas yang terus meningkat (SKK Migas)"]

14255323211247761476
14255323211247761476
[/caption]

Hal ini juga tidak terlepas dari aktifitas kegiatan yang berlokasi di lepas pantai (offshore) dan semakin ke arah kawasan timur Indonesia yang perairan lautnya lebih dalam. Tentu karena alasan ini aktifitas hulu migas kita membutuhkan investasi yang lebih besar dan mahal. Disamping itu, hal tersebut juga didorong oleh peningkatan inflasi dan perubahan harga minyak menyebabkan Indeks Biaya meningkat di semua wilayah di dunia termasuk di Indonesia. alhasil, aktivitas yang sama di tahun 2000-an akan memerlukan biaya hampir 2x lipat di tahun-tahun sekarang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun