Mohon tunggu...
Muhammad Rizky Fajar Utomo
Muhammad Rizky Fajar Utomo Mohon Tunggu... Lainnya - Personal Blogger

part-time dreamer, full-time achiever | demen cerita lewat tulisan | email: zawritethustra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tren Thrift Shop di Indonesia: Dalam Bayang-bayang Subkultur dan Gentrifikasi Pakaian

10 Januari 2021   19:34 Diperbarui: 10 Januari 2021   22:11 4230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang tak bisa kita pungkiri lagi, pakaian adalah salah satu benda yang merepresentasikan diri kita di depan khalayak umum dan oleh karenanya kita akan berusaha sebisa mungkin untuk tampil lebih cantik dari yang lain, lebih menarik dari yang lain, dan tentu saja lebih berbeda dari yang lain. 

Keinginan untuk selalu unggul inilah yang menuntun banyak dari kita dengan berhati-hati dan terencana memutuskan untuk membeli pakaian yang akan menjadi identitas sekaligus kekhasan kita (biasanya kelas sosial) sehingga kita akan mencari pakaian yang menurut kita 'unik' dan tak semua orang punya. Pakaian yang dicari pun biasanya pakaian baru, namun jika kita lihat belakangan ini nampaknya banyak dari kita yang tidak mempedulikan hal itu lagi dan hanya mementingkan keunikannya saja -- yang penting berbeda dari yang lain dan tidak banyak orang yang pakai, bekas pun tidak apa-apa.

Belum lama ini, jagat maya kita diramaikan oleh serangkaian unggahan yang mejadikan linimasa dan kolom komentar dipenuhi oleh teks-teks dan gambar mengenai pembelian maupun penjualan pakaian bekas, atau yang belakangan ini sedang tren disebut dengan 'thrift shop'. Ya! Tren thrifting atau berbelanja pakaian bekas memang sedang terjadi di Indonesia, kebanyakan dijual secara online namun banyak juga yang secara offline hingga ditempatkan dalam suatu toko atau distro. 

Kendati demikian, ternyata banyak yang belum mengetahui fakta mengenai thriftshop ini, karena sebagai tren yang sedang 'hype' di Indonesia, thrifting tidaklah terjadi  sejak sehari, tiga hari, lima bulan, maupun tiga tahun yang lalu karena thrifting ternyata mendapatkan tempatnya dalam sejarah peradaban manusia di beberapa negara.

THRIFT SHOP DALAM BEBERAPA SEJARAH PERADABAN MANUSIA

Banyak dari kita telah mengenal istilah 'thrifting' namun mungkin banyak pula dari kita yang belum mengetahui maknanya. 'Thrifty' dapat kita artikan sebagai cara menggunakan uang dan barang lainnya secara baik dan efisien, sehingga jika kita bicara mengenai 'thrifting' maka akan identik dengan membeli barang bekas dengan tujuan agar bisa dipakai kembali dan tidak berakhir begitu saja di tempat pembuangan. 

Lantas bagaimana 'thrifting' bisa mendapatkan tempatnya dalam sejarah peradaban umat manusia hingga menjadi tren hingga saat ini? Dilansir dari sejarawan Jennifer La Zotte, penulis From Goodwill to Grunge: A History Of Secondhand Styles and Alternative Economies, bahwa budaya ini bukanlah budaya baru dan jika kita ingin tahu dari mana asal-mulanya maka kita harus mundur hingga kurang lebih satu abad silam di mana kemudian thriftshop mendapatkan tempatnya di beberapa sejarah peradaban manusia. 

Nampaknya, akan membutuhkan tulisan yang panjang jika membahasnya secara mendetail, dan mungkin saja karakter tulisan di blog ini terbatas. Oleh karena itu, pada bagian ini cerita tersebut hanya akan dimuat secara singkat.

Tahun 1760--1840-an: Mass-Production Revolusi Industri Mengarahkan Pada Konsumsi Besar-besaran

Kita telah tahu bahwa pada abad ke-19 telah menghasilkan berbagai macam perubahan signifikan dalam berbagai industri, mulai dari kendaraan hingga pakaian. Pada industri pakaian sendiri, Revolusi Industri memiliki dampak signifikan berupa perkenalan terhadap mass-production of clothing yang merubah cara pandang masyarakat saat itu mengenai dunia busana atau fashion. 

Pada masa ini, pakaian sangat murah sehingga masyarakat memiliki pandangan bahwa pakaian adalah 'barang yang sekali pakai lalu dibuang' atau yang biasa kita sebut sebagai 'dispossable'. Tentu saja hal ini mengarahkan masyarakat menjadi sangat konsumtif dan pakaian yang dibuang menjadi menumpuk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun