Mohon tunggu...
Rizky Febrinna S.Pd
Rizky Febrinna S.Pd Mohon Tunggu... Guru - Love Your Sweet Life

Write all about life, believe in your heart...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjuangan Sisi (18)

18 Januari 2021   12:22 Diperbarui: 18 Januari 2021   12:35 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Adek mana bang? Ibu mau bicara bertiga dengan adek juga."

"Iya abang panggil ke depan Bu."

Surya berjalan ke depan melihat Azril bermain bersama teman-temannya. Azril yang berusia 12 tahun akan naik kelas dua SMP tahun ini. Pulang sekolah selalu bermain di halaman rumahnya saja yang luas bersama temannya. Jarang dia bermain ke rumah temannya. Sifat ibu Salmah benar-benar menurun padanya, baik hati, pemalu dan suka menyendiri. Terlebih lagi semenjak Ayahnya meninggal. Sosok sang Ayah yang bertolak belakang dengan sifatnya tak pengaruh dengannya sama sekali. Mungkin selama hidup sosok tersebut didapatnya dari abang tertuanya Surya. Sehingga sifat Suryalah yang diserapnya dengan sempurna.

Azril segera masuk mendengar abangnya memanggil. Berdua mereka masuk ke dalam menuju kamar ibu mereka.

"Sini duduk di samping ibu." Azril dan Surya menurut dan segera duduk di sebelah ibu mereka.

"Dek, Abang, Ibu mau bicara. Ibu merasa waktu Ibu udah tidak lama lagi."

"Ibu jangan bilang gitu Bu, ibu sakit apa. Kita berobat yok Bu." Mata Surya berkaca-kaca. Bingung harus berbuat apa. Seharian ini hanya berbaring bahkan buang air kecil pun di tempat tidur. Hatinya semakin sesak melihat Azril juga mulai menangis memeluk ibunya.

"Jangan menangis anak-anak ibu. Kalian anak bujang tersayang ibu, ibu mau kalian semakin kuat keimanan terhadap Allah. Ingat perjuangan kalian masih panjang. Hidup kalian masih panjang. Kalian harus bahagia demi Ibu dan Ayah ya." Bu Salmah tersenyum dengan penuh air mata. Sedih karena harus meninggalkan anak-anaknya. Namun nafasnya yang semakin sesak buatnya harus mengatakan semua.

"Bagaimana dengan adek-adek yang laen bu? Apa Surya jemput mereka semua?"

"Jangan Nak, jauh. Butuh beberapa hari untuk sampai ke kampung mereka. Kamu ambil kaleng besar di atas lemari ibu itu." 

Surya mengambil kursi untuk membantunya mengambil kaleng tersebut. Meski tubuhnya tinggi namun lemari yang tinggi hampir atas atap itu butuh sebuah kursi juga untuk menggapainya. Entah kaleng apa karena berat sekali dipegangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun