Mohon tunggu...
Rizki Mubarok
Rizki Mubarok Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Seorang Melankolis Muda yang Gemar Bertualang dalam Sakralitas Peradaban Semu

Selanjutnya

Tutup

Bola

Kanjuruhan Disaster: Fanatisme dan Tragedi dalam Sejarah Sepak Bola

3 Oktober 2022   19:44 Diperbarui: 3 Oktober 2022   20:36 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada banyak pertanyaan yg sering diperbincangkan oleh khalayak tentang sepakbola. Salah satunya, mengapa supporter begitu fanatik terhadap tim sepakbola kesayangannya. Padahal, sepakbola hanyalah sebuah olahraga yg berisikan sebelas pemain dan satu bola didalamnya.

Bagi pecinta sepakbola –selanjutnya disebut supporter – sudah tidak bisa menjawab hal itu dengan ucapan biasa. Memang, sepakbola adalah salah satu olahraga yg hampir sama dengan olahraga pada umumnya. Akan tetapi, sepakbola bukan hanya berbicara tentang bola di dalamnya.

Sepakbola berbicara tentang cinta, amarah, dan kasih sayang yang tak akan pernah padam. Sepakbola bisa menjelma menjadi Tuhan yang amat dibangga banggakan, bisa juga menjelma menjadi setan yang amat dibenci. Ia bisa menjadi pemersatu kebahagiaan dan bisa juga menjadi pemecah keberagaman.

lalu apakah fanatisme thd sepak bola itu salah?

Bagi saya, fanatisme itu buta. Mendukung tim kesayangan dengan cinta dan kasih sayang, sampai rela mengorbankan segalanya demi sepakbola adalah hal yg tak rasional. Sebagai seorang suporter, saya tidak bisa menyalahkan fanatisme tersebut. Karena fanatisme terhadap sepak bola juga menciptakan keharmonisan dan mempererat tali kekeluargaan antar supporter. Bayangkan, jika kamu mencintai sebuah tim yang sama sedangkan kamu berbeda daerah, di tribun kalian itu satu keluarga. Sama sama mendukung tim kebanggaan. Jatuh bangkit, menang kalah, susah senang terkumpul disana sehingga ada ikatan emosional yang sama. Fanatisme sepakbola berbeda dengan anarkisme. Fanatisme memang buta, tapi ia tidak brutal. Fanatisme tidak mengajarkan untuk berbuat kekerasan.

Lalu, mengapa supporter itu sering ricuh ketika tim kebanggaannya kalah?

Ungkapan supporter tidak dewasa bagi saya adalah sebuah premis untuk mendeskreditkan supporter. Kericuhan terjadi bukan akibat supporter yg belum dewasa atau kampungan. Jika membandingkan dengan supporter luar negri, supporter luar negri bahkan sama sama fanatik. Bedanya, ada regulasi yang jelas dan rapi, sehingga apabila ada kericuhan yang terjadi, supporter juga memikirkan dampak dari perbuatan buruknya. Kekesalan supporter kepada tim itu hanya sebatas emosional yg muncul secara spontan. Karena bagi mereka, menang kalah adalah pertaruhan harga diri. Ada harga diri yang harus dijaga disana. Ketika emosional itu bisa di redam dengan baik,  suporter juga akan berpikir matang. Kita hanya ingin kritik kita dijadikan pelajaran untuk menbangun sebuah tim menuju lebih baik. Karena tim sepakbola bukan hanya di lapangan, tapi di tribun. Supporter adalah pemain ke dua belas yang paling setia mendukung tim. Saran kritik dan masukan dibutuhkan oleh tim untuk mengevaluasi tim. Oleh karena nya, supporter itu juga bagian dari tim.

Lah kan supporter yang memulai duluan?
okai, tidak api kalo tidak ada bara. sepakat? sepakat. Tapi siapa yang memulainya duluan? oke oknum supporter. Saya menyebut oknum karena setiap supporter pasti mempunyai komandan, dan komandan pasti tidak bakal mengizinkan anggota nya untuk berbuat kerusuhan. Lalu yang menjadi pertanyaan besarnya,

Mengapa penanganan nya harus menggunakan gas air mata? apakah tidak ada pencegahan secara preventif?

padahal, sudah jelas di dalam aturan FIFA Stadium Safety and Security Regulation pada Pasal 19 Huruf B yang menyebutkan bahwa membawa gas air mata ke dalam stadion tidak diperbolehkan, apalagi untuk memukul mundur massa. Oke lah tidak usah bicara aturan FIFA, secara manusiawi saja tugas aparat itu adalah menertibkan dan mengamankan supaya tertib. Bukan malah menghilangkan ratusan nyawa. Kan bisa memakai water canon? Kan bisa menggunakan cara lain yg lebih manusiawi. Apalagi banyak anak kecil di dalam sana.

Sepakbola bisa menjadi setan apabila hasutan keji didalamnya, dan bagi saya hasutan tersebut berasal dari percikan represifitas didalamnya. Baik pemukulan, kekerasan sampai kekejian lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun