Mohon tunggu...
Mochamad Rizki Fitrianto
Mochamad Rizki Fitrianto Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer Writer

Menulislah agar dipahami, bicaralah supaya didengar, dan membacalah untuk mengembangkan diri - Gus Dur

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Toxic Positivity, Kebaikan yang Tidak pada Tempat dan Waktunya

21 Januari 2020   06:55 Diperbarui: 21 Januari 2020   07:02 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sebagian dari kita mungkin pernah mengalami kesedihan, entah karena masalah pekerjaan, rumah tangga, kisah asmara dll. Dan beberapa dari kita ada yang memilih untuk diam saat mengalami kesedihan ada pula yang memilih mencari tempat berbagi kesedihan. 

Tidak ada yang salah dari keduanya, masing-masing memiliki kelebihanya masing-masing. Bagi orang yang memiliki kepribadian introvert atau cenderung pendiam pasti akan lebih memilih untuk "merahasiakan" kesedihan yang mereka alami, dan seandainya pun memilih untuk membagikan kesedihan yang mereka alami mereka akan memilih orang tertentu yang menurut mereka dapat dipercaya menyimpan cerita mereka. 

Sedangkan orang dengan karakter ekstrovert dalam mengalami kesedihan akan lebih mudah melampiaskan kesedihan mereka, mereka tak sungkan berbagi cerita dengan siapapun, bahkan dalam kondisi tertentu ada yang meng-share atau melampiaskan kesedihan mereka di sosial media, walaupun tentu tidak semua orang ekstrovert seperti itu.

-

Kembali lagi ke topik utama, mungkin ada beberapa diantara kita sudah tidak asing dengan istilah toxic positivity, mengutip www.tirto.id 26 februari 2019, Dr. Jiemi Ardian, salah seorang residen psikiatri dari RS Muwardi Solo, mengunggah pesan di akun sosial medianya tentang toxic positivity. 

Dalam unggahan tersebut, ia mendikotomi antara bentuk-bentuk ekspresi empati dan ucapan yang mengandung toxic positivity. 

Istilah yang terakhir disebutkan ini merupakan istilah populer yang mengacu pada situasi ketika seseorang secara terus menerus mendorong orang lain yang sedang tertimpa kemalangan atau kesedihan untuk melihat sisi baik dari kehidupan, tanpa pertimbangan akan pengalaman yang dirasakan kenalannya itu atau tanpa memberi kesempatan kenalannya untuk meluapkan perasaannya. 

-

Terdengar kejam dan seolah memaksakan keadaaan, namun itulah kenyataanya, banyak diantara kita yang begitu mendengar keluh kesah dari seseorang tentang kemalangan atau kesedihan yang mereka sedang alami akan bergegas mengatakan "ngga apa-apa" atau "ambil positifnya aja" atau "kamu pasti bisa" atau yang paling sederhana "itu wajar, seharusnya kamu bersyukur" dll. 

Ungkapan atau motivasi tersebut memang wajar kita berikan kepada orang yang sedang mengalami masalah, namun siapa sangka ungkapan seperti itu justru seringkali tidak sebaik maksudnya, pernahkan kita terbesit apa yang dirasakan oleh orang yang mendengar ungkapan tersebut, apakah mereka akan baik-baik saja? apa mereka langsung menerima motivasi yang kita berikan?

-

Ada beberapa pengalaman Toxic Positivity yang saya pernah alami bahkan tanpa sadar pernah saya lakukan, yang pertama adalah pengalaman saya dimana saat saya mengalami satu kondisi dimana saya merasa hampir menyerah dengan masalah perkuliahan saya karena disana saya memiliki tanggung jawab besar terhadap kedua orang tua saya yang telah membiayai kuliah saya, saya kemudian berusaha mengkonsultasikan dengan orang terdekat saya, lalu apa yang saya dapat, ya, kata-kata motivasi seperti halnya "jangan menyerah" "seharusnya.." "semangat...", 

tentu saya mendengarkan apa yang disampaikan kepada saya sebagai bentuk penghormatan saya, tapi di satu sisi saya merasa ada hal yang tidak tersampaikan,  dan saya sempat bertanya "apa yang salah disini, saya sudah menyampaikan apa yang saya rasakan, dan dia telah memberikan motivasi.

tapi kenapa masih ada yang kurang, kenapa masih ada yang belum tersampaikan", dari sini saya belum menemukan jawaban, dan saya berusaha memotivasi diri saya bahwa  saya harus lebih bersyukur terhadap satu keadaan, termasuk keadaan dimana saaat saya tidak bisa melampiaskan apa yang saya alami

-

Kemudian dari penglaman kedua, disini saya sebagai orang yang melakukan Toxic Positivity, bermula dari orang terdekat saya yang menceritakan tentang kejadian tidak mengenakan yang dia alami, di kondisi tersebut saya dengan mudahnya mengatakan "masa gitu aja menyerah" meskipun pada saat itu saya berniat agar orang terdekat saya ini teralihkan perhatianya agar tidak terjebak terlalu lama dalam kesedihan, dan ternyata itu juga tidak memberikan feed back yang baik bagi dia, dan dari sini saya mulai sedikit menyadari bahwa ada hal yang salah, yang mungkin dulu secara tidak langsung pernah saya alami juga, dan dari sinilah saya mulai mengenal istilah Toxic Positivity 

-

Ada saat dimana orang yang mengalami masalah atau kesedihan hanya ingin didengarkan saja, mereka hanya ingin menyampaikan emosi tanpa merasa "dihakimi" atau "digurui". 

Sebaik apapun niat kita untuk sekedar mengalihkan dia agar tidak terjebak di dalam kesedihan yang berlarut-larut kita harus tetap menahan diri untuk mendengarkan dan menjadikan diri kita sebagai tempat melampiaskan emosi mereka. 

Dan itu bukan hal yang terlalu buruk, karena disitu kita seharusnya merasa tersanjung, karena kita secara tidak langsung merupakan orang yang dianggap mereka memiliki perasaan yang cukup terbuka untuk menampung keluh kesah dan kesedihan mereka.

-

Last, menurut saya Toxic Positivity sebenarnya adalah kebaikan yang tidak pada tempat dan waktunya, wajar jika kita ingin memberikan kata penyemangat atau motivasi kepada orang yang mengalami kesedihan. 

Akan tetapi semua itu ada tempat dan waktunya, biarkan mereka menyampaikan semua apa mereka rasakan sampai mereka merasa lega, dan seandainya mereka tidak menyatakan ingin mendapatkan saran atau masukan maka jangan berikan, namun jika mereka menghendaki saran atau masukan maka berikanlah dengan baik-baik.

Jangan ada kesan seperti menganggap mudah masalah yang mereka alami, karena setiap orang memiliki masalah yang berbeda beda, apa yang kita anggap mudah belum tentu mudah bagi mereka, begitupun sebaliknya, jadilah pendengar yang baik, karena suatu saat pun kita pasti hanya ingin di dengar, salam...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun