Mohon tunggu...
Rizki Ardi
Rizki Ardi Mohon Tunggu... Penulis - Manajer Koperasi (open to work)

Seorang yang belajar menjadi hamba Allah.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kehilangan Rumah (Lagi)

19 Juli 2022   17:05 Diperbarui: 19 Juli 2022   17:10 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Rumah dimana aku tumbuh besar. Rumah dimana seragam putih merah, menjadi putih biru lalu putih abu-abu. Rumah dimana adik kakak bertengkar lantas bermain lagi lantas bertengkar lagi. 

Rumah yang dibangun dengan cara dicicil. 

Yang tadinya kamar mandi diluar, jendela plastik, dan pagar semak yang kemudian menjadi wc keramik, kusen dan kaca, serta pagar tembok dan besi. 

Rumah yang padanya ada berjuta kenangan. Rumah yang lantas terpaksa dijual, tanah, bangunan, beserta kenangan. Rasanya kata sakit tak cukup menggambarkannya, kata pedih tak mampu melukiskannya.

Sejak saat itu aku tak lagi punya rumah, hingga sang bayi itu lahir. Ya, anakku yang pertama, ia adalah rumah bagiku. 

Dimanapun kami tinggal, dimanapun kami beralamat, ia adalah rumahku tempat aku kembali dan merasa nyaman. Rumahku semakin megah tatkala adiknya yang juga seorang jagoan lahir tujuh tahun kemudian. 

Tak ada tempat di bumi ini yang tak layak disebut rumah selama mereka berada di sampingku. Aku adalah penghuni dan dua anakku adalah rumahnya, bukan bagi fisik, tapi bagi hati. 

Tak peduli di komplek, kontrakan atau di selasar masjid sekalipun, keberadaan mereka berdua terasa menghangatkan.

Sampai rasa sakit itu harus terulang kembali. Ya, rasa sakit kehilangan rumah. Kupikir akan terasa lebih ringan karena aku pernah mengalaminya. Namun aku salah, rasa itu tetaplah sakit juga perih. Kehilangan rumah tak pernah menjadi hal yang mudah. 

Menyaksikan mereka dari bayi, kemudian tumbuh gigi, sampai bisa diajak kesana kemari. Untuk kemudian melepaskan mereka pergi, tak lagi bersua setiap hari, merasakan rindu setengah mati. 

Kalau ada hal yang bisa membuat seorang pria menangis, maka inilah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun