Mohon tunggu...
Rizki Muhammad Iqbal
Rizki Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Suka makan ikan tongkol

Hari ini adalah besok pada hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Relevansi

25 Oktober 2020   14:16 Diperbarui: 5 Agustus 2022   19:49 1941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita pasti bisa merasakan representasi diri yang berbeda-beda ketika kita dihadapkan pada berbagai konteks, seperti menemui dosen saat berada di kampus, bertemu teman akrab di tempat kopi, bertemu orang tua di rumah, dan lain-lain. 

Hal ini juga terjadi ketika kita sedang berada dalam lingkaran masyarakat. Tentunya beragam representasi diri dalam suatu konteks tertentu ini bertujuan untuk memperoleh kesan yang baik dari orang lain.

Orang akan berusaha menampilkan identitas yang konsisten di hadapan orang lain. Hal ini tercermin jika kita melihat dengan jeli apa yang ditampilkan oleh selebriti di televisi. Ambil saja contohnya artis Drama Korea atau K-Pop. 

Para artis ini berusaha menyenangkan para penggemarnya dengan berusaha memenuhi ekspektasi penggemarnya. Saya pernah melihat video di Instagram yang menunjukkan Ji Chang Wook---seorang artis Drama Korea yang pernah bermain peran dalam serial K2---sedang merokok sambil tersenyum di kamera yang divideokan oleh orang lain. 

Lalu apa tanggapan para penggemarnya di kolom komentar? Mereka justru menyayangkan kalau artis setampan dan sekeren Ji Chang Wook ini merokok. Dari fenomena ini kita bisa melihat bahwa di backstage, Ji Chang Wook tetaplah manusia biasa yang juga bisa menyukai kenikmatan rokok, apalagi cuaca di Korea Selatan sangatlah dingin. 

Dengan hal ini, para penggemar Ji Chang Wook kecewa melihat kenyataan yang sesungguhnya dan Ji Chang Wook sendiri gagal memenuhi tuntutan ekspektasi para penggemarnya yang berharap bahwa artis tampan dan keren itu tidak merokok.

Baca juga: Mengenal Konsep Stage dari Teori Dramaturgi Melalui Drama Korea "True Beauty"

Kalau di kalangan artis maupun selebriti itu sudah jelas bahwa hidupnya dipenuhi dengan beragam kepalsuan. Saya akan mengambil contoh lain. Saya pernah nongkrong dengan beberapa teman di sebuah kafe bar terkenal dan elit, bahkan saya saja keberatan dengan harga-harga yang tertera untuk sebuah kopi. 

Kemudian saya mencari minuman dengan harga yang tidak sampai Rp. 20.000,-. Berbeda dengan teman saya. Dia membeli sebuah kopi dengan harga yang mahal. Dia juga berpakaian bukan dengan ala kadarnya seperti orang yang nongkrong di warung kopi sederhana. 

Dia memakai atribut yang menunjukkan posisi status sosialnya, seperti pakaian bermerek, sepatu Vans, tas selempang dengan brand terkenal, serta topi Converse. 

Saya bukan sedang menghakimi mereka karena model berpakaian merupakan kebebasan seseorang. Namun saya akan menganalisis konsep dramaturgi ala Erving Goffman melalui fenomena kecil ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun