Mohon tunggu...
Rizki Muhammad Iqbal
Rizki Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Suka makan ikan tongkol

Hari ini adalah besok pada hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surat Pribadi

23 Juni 2020   01:08 Diperbarui: 23 Juni 2020   01:07 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: agsandrew /Shutterstock

Bagaimana kabarmu, Kawan? Masih bertahankah, Kau? Aku juga masih bertahan dari kerentanan. Kaki kananku sudah sungkan untuk menendang bola. Hanya saja, aku masih sempat berlari ketika dikejar-kejar hantu masa lalu. Kaki kiriku masih sama seperti dulu, lemah dan tak berdaya.

Bisakah kita bertemu di bawah pohon rindang, tepat ketika sore menjelang dan pergi menutup malam? Ada banyak hal yang belum kuceritakan padamu. Dan lagi, bisakah kita bersepeda tanpa mengunggahnya ke sosial media? Aku ingin sepenuhnya berada dalam obrolan kita, seperti malam itu, malam yang penuh pengasingan. Belum lagi kekhawatiran diguyur hujan.

Kita terlalu dalam mengubur kenangan, terlalu lekas debu yang menyelubungi ingatan-ingatan. Kau bingung, akupun begitu. Kita hanya belum sempat menggali. Kalaupun kita benar, kita tak sempat menunggunya tumbuh, sesuatu yang masih tertanam. Kita belum sempat mencaci, sebelum akhirnya rentetan peristiwa pergi meninggalkan. Kehidupan selalu meninggalkan lubang, Kawan. Kita hanya perlu membuang seutas keraguan yang terpendam dalam pikiran. Kita hanya perlu duduk santai sambil menikmati sebotol kopi yang kaupesan. Kau menghidangkannya padaku, lalu aku meminumnya. Bahkan kau tak sempat merasakannya.

Kita masih terlalu muda untuk terlalu keras berpikir. Jingga di langit sore yang kita nantikan, saat musim panas telah tiba. Aku bertemu denganmu, berbincang, walau hanya terdapat dua sendal, satu sepeda, dan tiga kali kita menguap bersama. Terima kasih atas perhatianmu di tengah-tengah kesepian itu. Kuharap, waktu lebih cepat berlalu, agar aku bisa segera bertemu denganmu.

Dari kita, di sana, yang dipenuhi sesak air mata. Dalam berjuta kesempatan, kita selalu saja bertikai. Merajut mimpi pun kita belum selesai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun