Mohon tunggu...
Rizki Muhammad Iqbal
Rizki Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Suka makan ikan tongkol

Hari ini adalah besok pada hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana Wujud dari Kemerdekaan Setelah Revolusi Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945?

16 September 2019   22:06 Diperbarui: 17 September 2019   06:27 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah setiap kemerdekaan yang sudah tercapai merupakan anugerah yang luar biasa? Cita-cita revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 memang sudah tercapai, namun kemerdekaan bagi semua orang belum pernah tercapai sampai sekarang. Memang kiraku cita-cita revolusi yang sudah tercapai pasti akan melenceng dari apa yang dicita-citakan saat revolusi tersebut. 

Revolusi Prancis memiliki tiga semboyan dalam cita-cita revolusinya, yakni kebebasan, persamaan dan persaudaraan. Namun apa yang mereka dapat justru menjauhkan asas yang sudah ditetapkan, lebih tepatnya Prancis mendapatkan suguhan totaliterisme dan diktator dari Napoleon Bonaparte, dan seterusnya. Ketimpangan kelas makin diperuncing dan berbagai teror dari sesamanya, setelah cita-cita revolusi itu tercapai. 

Revolusi Rusia pun menjumpai ekonomi sebagai pertentangan dengan ide-ide mereka sendiri, menghasilkan kekuasaan absolut dari sang penguasa yang awalnya sangat revolusioner. Begitupun keadaan Indonesia pasca kemerdekaan. Cita-cita revolusi 1945 berubah menjadi otoritarianisme dan kediktatoran seorang Bung besar, Bung Karno sendiri. Beliau menyatakan sebagai presiden seumur hidup dan memperkosa republik dengan berpindahnya demokrasi parlementer menuju era demokrasi terpimpin. Kekuasaan absolut dan keputusannya sendirilah yang membawanya hancur, bersamaan dengan aksi besar-besaran para mahasiswa yang menuntut agar Soekarno turun dan juga karena pemberontakan PKI 1965.

Bangsa kita berjuang untuk sebuah perubahan besar bagi sistem pemerintahan Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan yang mutlak. Revolusi kemerdekaan 1945 menyatukan semua golongan untuk merealisasikan asas-asas yang diperjuangkan. Namun jika dilihat dari apa yang kita alami sekarang, yang terjadi ialah pemberangusan dengan dalih menjaga keamanan umum. 

Kemerdekaan bangsa tidak ditandai dengan adanya tindak rasis-fasistis, tidak dengan pembungkaman suara, tidak dengan razia buku, tidak dengan pengintimidasian wartawan, pemberangusan, pemasungan hak, tidak dengan tindak represif aparatur negara kepada rakyat kecil, konflik beragama, dan masih banyak lagi. 

Merdeka bukan berarti membiarkan lahan rakyat dijadikan bisnis investasi yang dilakukan oleh kaum pemodal, tidak membiarkan rakyat terpasung di dalam polusi udara yang kotor. DPR yang merupakan singkatan dari Dewan Perwakilan Rakyat justru tidak melibatkan rakyat dalam proses RUU KPK, yang dikhawatirkan hanya akan memperluas jaringan korupsi, tindak kotor para pejabat ketika KPK tidak lagi menjadi sebuah badan yang independent. Pemerintah Indonesia juga tidak melibatkan para pekerja Indonesia dalam proses perevisian undang-undang ketenagakerjaan.

Merdeka bukan berarti menjajah, merampas dan menindas. Nilai-nilai luhur dari Pancasila juga masih sebatas utopis, tidak menjadi pedoman untuk kehidupan bernegara. Asas demokrasi tidak berjalan sesuai dengan apa yang telah menjadi ketetapan mutlak bagi sebuah negara yang berbentuk republik.

Kita bisa melihat bagaimana lambannya pemerintah dalam menangani kasus kerusuhan di Papua. Mereka berorientasi untuk memikirkan investasi infrastruktur dan bermimpi untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan, yang mana bahwa keadaan yang sesungguhnya sekarang ialah kebakaran hutan di Kalimantan, sehingga kualitas udara menurun dan terancamnya binatang-binatang di sana.

Kami menolak proses politik yang menggunakan demokrasi sebagai alat pelindung kepentingan oligarki. Rakyat tidak akan membiarkan bangsa terjatuh pada era gelap kembali. Kita sebagai generasi bangsa akan menjadi hakim atas mereka yang menggunakan kekuasaan untuk kesewenang-wenangan. Orientasi kekuasaan tidak tertuju pada sesuatu yang seharusnya menjadi prioritas utama, malahan urusan yang tidak bermanfaat bagi sebagian masyarakat terus digalakkan, seperti pemindahan ibu kota, pembangunan jalan tol, infrastruktur pembangunan dengan dalih pemerataan, sedangkan lingkup permasalahan di sekitarnya masih berlalu-lalang dan berkembang menjadi besar.

Disintegrasi dalam hampir di segala sisi juga melenyapkan cita-cita di dalam nilai-nilai luhur pancasila. Gejala-gejala ademokratis mulai merambah naik menguasai sektor politik dan birokrasi yang muncul ke permukaan memunculkan kekhawatiran bagi rakyat kecil yang buta akan permasalahan bangsa. Pemimpin-pemimpin bangsa seperti itu bukanlah pemimpin yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaan dan pancasila, tetapi merupakan penipu besar yang menyengsarakan rakyat.

Demokrasi tidak ada yang sempurna. Para pemimpin bangsa juga merupakan manusia yang tidak sempurna. Mereka juga telah berusaha tentang bagaimana Indonesia untuk langkah ke depannya. Rakyat juga bisa disalahkan ketika suatu penyelewengan kekuasaan dan penindasan sesama rakyat yang dibiarkan begitu saja. Pemerintah bukanlah dewa, dan pemerintah pun juga bukan hal yang menjijikkan. Kita perlu mengapresiasikan suatu kebijakan yang menguntungkan rakyat, namun kita juga perlu mengkritik, jika perlu juga menumbangkan rezim yang terbukti lalim. Semoga Indonesia menuju ke arah yang lebih cerah, serta cita-cita kemerdekaan dalam pancasila dapat tercapai dan dipertahankan sebagai suatu kebenaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun