Mohon tunggu...
Rizki Dwi Ananda
Rizki Dwi Ananda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Program Studi Agama-agama

hanya seorang penulis biasan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sulitnya Memaafkan atas Kesalahan Diri Sendiri

7 Juni 2022   15:02 Diperbarui: 7 Juni 2022   15:08 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap hari kita dipertemukan dengan berbagai kesalahan. Baik kesalahan orang lain terhadap kita, kesalahan kita terhadap orang lain, kesalahan kita terhadap Tuhan, maupun kesalahan kita terhadap diri kita sendiri. Ketika kita berada di posisi yang disalahi, seringkali kesalahan-kesalahan tersebut membuat kita merasa jengkel, sedih, kecewa, marah, dan beragam emosi negatif lainnya. 

Pada praktiknya, terkadang memaafkan dapat terasa begitu sulit. Hal ini terjadi ketika seseorang mempersepsikan sebuah kesalahan yang diterimanya sebagai suatu kesalahan yang besar. Memaafkan disini tidak hanya ditujukan pada kesalahan orang lain terhadap kita, tetapi juga pada diri sendiri. 

Menurut Sounders (2021), memaafkan merupakan proses internal yang dilakukan secara sukarela untuk melepaskan perasaan maupun pikiran tentang kebencian, kepahitan, kemarahan, serta keinginan untuk membalas dendam pada seseorang yang kita yakini telah berbuat salah kepada diri kita, termasuk diri sendiri. 

Memaafkan juga bukan berarti kita melupakan begitu saja hal yang terjadi pada kita setelah kita melakukannya. Memaafkan itu berbeda dengan melupakan, memaafkan ialah sikap kita memilih daripada bagaimana seharusnya terjadi, lebih baik kita menerima itu yang harus terjadi apa adanya. 

Berbicara tentang memaafkan ini sebenarnya relate dengan apa yang kita sebut ekspektasi. Pertanyaan yang sering muncul ialah seseorang merasa takut untuk berekspektasi karena takut kecewa. Hal ini mungkin terjadi pada orang-orang yang telah mengalami hal pahit tentang suatu kejadian dimasa lalu. 

Orang-orang seperti ini merasa apa yang ia petakan kedepannya selalu ada jurang antara apa yang akan diekspektasikannya dengan apa realita yang terjadi. Dan tiap orang itu berbeda dalam merespon rasa kecewanya sendiri. Ada orang yang merespon kekecewaan dengan sesuatu yang ia sadari. 

Orang-orang seperti ini tumbuh dalam motivasi yang kuat karena perasaan kecewa tadi ia ubah untuk lebih baik lagi kedepannya. Jadi rasa takut kecewa lagi itu salah satu bagian dari yang bisa memotivasi seseorang, sehingga orang-orang seperti ini akan berusaha lebih baik dari realita yang sebelumnya terjadi. Atau dalam hal ini kecewa adalah hal positif yang bisa dirasakan seseorang.

Akan tetapi, tidak semua orang dapat merealisasikan rasa kecewanya dengan benar. Untuk itu sikap memaafkan diri sendiri bisa menjadi salah satu jalan keluarnya. 

Menyadari bahwa kekurangan yang telah terjadi di masa lalu, sehingga menyebabkan kita kecewa karena tidak sesuai dengan ekspektasi yang kita buat, akan menjadikan kita mampu bangkit kembali dari rasa kecewa itu tadi dan melakukannya kembali dengan cara yang lebih baik. 

Meskipun terkadang kekecewaan kita ini tentang orang lain di sekitar kita yang bisa jadi itu orang tua, saudara, bahkan teman sekalipun, sehingga di sisi yang lain kita menyadari bahwa kita tidak bisa mengotrol apa yang mereka respon terhadap kita, tetapi kita masih tetap bisa mengontrol diri kita sendiri. 

Respon yang kita berikan terhadap apa yang terjadi diluar kuasa kita akan menentukan apakah kita akan lebih baik lagi kedepannya atau tidak sama sekali. Jadi semuanya tentang bagaimana kita merespon apa yang terjadi pada diri kita dan bukan mengkambing hitamkan sesuatu atas apa yang tidak kita inginkan terjadi.

Terkadang memaafkan bukan dilakukan untuk meloloskan atau mentolerir kesalahan yang dilakukan orang lain pada kita, entah itu kesalahan yang besar atau yang kecil sekalipun, entah masalah itu kita yang mulai atau orang lain yang melakukannya duluan terhadap kita, memaafkan sebenarnya dilakukan untuk kebaikan kita sendiri. Melepaskan perasaan-perasaan negatif dalam diri dapat membawa perasaan tenang dan nyaman dalam melakukan sesuatu. 

Dalam maksud lain, memaafkan sebenarnya ditujukan untuk perkembangan diri kita sendiri. Ketika kita dapat melakukan sesuatu tanpa harus tertahan dengan perasaan-perasaan negatif yang mungkin terjadi dengan berbagai permasalahan yang ada di hidup kita, baik dari faktor internal diri kita sendiri maupun eksternal. 

Tidak terlepas dari seberat apapun masalah yang terjadi menimpa kita, dengan kita mulai memaafkan diri sendiri maka kita juga akan mudah memaafkan orang lain.

Dalam Islam puncak tertinggi memaafkan itu ialah bertaubat kepada Allah SWT. Kita akan mudah memaafkan kesalahan orang lain ketika kita sadar bahwa kita pun pernah salah walaupun bukan kepada orang yang bersalah kepada kita. 

Karena kita menyadari realita kita juga bukan manusia yang sempurna lalu kita bertaubat, maka kita juga menyadari bahwa Allah SWT pun Maha Pemaaf dari setiap dosa-dosa hamba-Nya, sehingga kita menjadi pribadi yang mudah memaafkan orang lain karena apalah kita dibanding dengan Allah SWT. 

Sakit hati itu memanglah hal wajar yang terjadi pada manusia, tapi jangan sampai kita punya keinginan untuk balas dendam. Karena ketika memutuskan untuk balas dendam, maka disitu ada proses yang tidak baik. 

Oleh karena itu, kita menuai apa yang kita tanam dari masa lalu. Maka niatkan lah sesuatu itu untuk kebaikan, meskipun hasilnya tidak sesuai tapi kita telah mengambil jalan yang benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun