Mohon tunggu...
Rizka Yusuf
Rizka Yusuf Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar

Scribo ergo sum.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Geheim

7 Mei 2019   07:02 Diperbarui: 7 Mei 2019   07:05 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Ngapain?"

"Mau ngadem.". Nara mengelap tangannya dan berjalan ke arah pintu. "Sejam lagi aku pulang, ya. Dadah!"

**
Angin sepoi-sepoi langsung menyambut Nara sesaat setelah ia melangkahkan kakinya di atap gedung. Atap itu tidak terlalu luas, hanya ada bangku piknik yang terbuat dari kayu dan beberapa kardus yang menumpuk di salah satu sudutnya. Nara berlari ke pinggir atap dan menikmati pemandangan kota Daegu yang nampak seperti miniatur.

Sejak dulu, Nara memang ingin punya rumah yang mempunyai atap terbuka. Sebelum pindah ke rumah barunya, ia sering bermain ke rumah Jihae, sahabatnya, yang berada di gedung apartemen. Ia suka pergi ke atap gedungnya dan betah berlama-lama di sana. Rumah lama Nara tidak punya atap terbuka, karena hanya terdiri dari satu lantai.

Nara selalu membayangkan bagaimana jika ia tinggal di rumah yang punya atap terbuka. Ia akan berbaring sambil menatap bintang-bintang, berteriak sesuka hati ketika kesal tanpa ada yang merasa terganggu, atau kabur jika ia kesal pada Taeil---mungkin?

Setelah puas memandang kota dan berteriak 'Kim Nara cantik!' hingga orang-orang yang tengah berjalan di bawah celingukan mencari sumber suara, Nara berjalan ke bangku taman dan berbaring di sana, menatap awan yang tengah sibuk memayunginya, hingga tanpa sadar ia tertidur.

"Heh, katanya pergi cuma sejam. Ini udah berapa jam?", seseorang menepuk pipi Nara. Nara membuka matanya dan mendapati Taeil berjongkok di sampingnya. Nara mengernyit, sudah berapa lama ia tidur? Langit biru sudah berubah menjadi jingga. Ia terduduk sambil mengucek-ngucek matanya.

"Kamu belum tidur di kasur kamar, malah udah tidur di sini. Sekalian aja kamarnya pindahin ke sini.", cibir Taeil. Nara mencebik. "Turun, yuk. Udah waktunya makan malem.". Taeil berdiri. Bukannya mengikuti, Nara malah merentangkan tangannya ke depan. Taeil mengernyit, "Apa?"

"Gendong, Yah. Aku pusing."

Taeil mendecak, "Badan udah segede anak gajah masih minta gendong. Nanti ayah encok, gimana?". Nara merengut.

Namun, tetap saja Taeil berjongkok di depan Nara. "Cepet, naik."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun