Nara terbangun ketika ayahnya menepuk pundaknya pelan. Ia menggeliat dan membuka matanya. Ia langsung memicing karena sinar matahari yang tepat mengarah pada wajahnya.
"Hah? Sampai di mana?", Nara celingukan. Matanya membulat sempurna melihat gedung apartemen berlantai dua puluh tepat di depannya. "Ayah, serius kita pindah ke sini?!"
Taeil---sang ayah---memutar bola matanya. "Ya iya, lah. Masa cuma numpang parkir?"
Nara memekik kegirangan, membuat Taeil yang tengah merapikan tali sabuk pengamannya menoleh keheranan. Ia membuka sabuk pengaman dan pintu mobil, lalu berlari menuju gedung. Namun, langkahnya langsung terhenti kala mendengar seruan Taeil.
"Nara! Bawa dulu barang-barang kamu!"
**
Unit apartemen bernomor 1803 itu langsung dipenuhi dengan kardus-kardus barang. Taeil dan Nara pun segera disibukkan oleh kegiatan menata ruangan.
"Udah beres!". Nara meregangkan tubuhnya setelah puas menata kamarnya.
"Makan dulu, sini!", panggil Taeil. Nara berjingkrak keluar kamar dan menghampiri Taeil yang tengah menata piring makanan di meja makan.
Mata Nara berbinar-binar tatkala melihat sup ayam buatan Taeil. Namun, sedetik kemudian, keningnya mengerut. "Ini udah bener sesuai resep dari bibi Hyemi, kan? Nggak dimasukkin gula lagi, kan?"
Taeil mendecak, "Itu kejadian waktu kamu masih 11 tahun, masa ayah nggak ada perkembangan? Makanya, kamu belajar masak juga, biar nggak protes melulu kalo ayah masak."