Mohon tunggu...
Rizka Listi
Rizka Listi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Artikel dengan Judul Pernikahan Dini di Lereng Merapi dan Sumbing

6 Desember 2022   10:56 Diperbarui: 6 Desember 2022   11:19 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judul: Pernikahan Dini Di Lereng Merapi dan Sumbing

Penulis: Muhammad Julijanto

Halaman: 9 hal

Volume: vol. 13, No. 1, Tahun 2020

Reviewer: Rizka listi aprilia (202111080)

Artikel ini membahas tentang Pernikahan Dini di Kecamatan Kaliangkrik, Magelang, Jawa Tengah yang terletak di lereng Gunung Sumbing dan Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah yang berada di lereng Gunung Merapi. Apa yang dilakukan pemerintah daerah untuk menekan angka pernikahan dini?

Dalam kajiannya, Taufiq Hanafi mendemonstrasikan upaya pencegahan pernikahan dini, namun fenomena ini tetap saja ada. Di Kecamatan Kaliangkrik, data perkawinan di bawah usia 20 tahun di Kantor Urusan Agama Kaliangkrik cukup tinggi. Fenomena serupa juga terjadi di Kecamatan Selo Boyolali, meskipun jumlah pernikahan dini di Kecamatan Selo mengalami penurunan, namun Selo merupakan penyumbang angka pernikahan dini tertinggi di Boyolali.

Dalam konteks lanskap penelitian yang ada, artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel yang membahas tentang penyebab pernikahan dini dan upaya untuk mengurangi praktik pernikahan anak. Namun, penyebab yang kompleks mulai dari pendidikan, ekonomi, dan kebiasaan keluarga menjadi alasan praktik pernikahan dini di lereng Sumbing dan Merapi menarik untuk dibahas lebih lanjut.

Artikel ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiologis. Pengumpulan data didasarkan pada pengungkapan data yang telah digali atau diungkapkan oleh responden, dan data tersebut disajikan dalam bentuk kata-kata verbal. Pembahasan diawali dengan gambaran lokasi penelitian secara geografis dan sosiologis dengan penekanan pada karakteristik masyarakat di kedua lokasi tersebut sebagai masyarakat agraris dengan corak religi tradisional. Kajian selanjutnya membahas tentang praktik pernikahan dini di Kaliangkrik dan Selo serta penyebabnya, serta upaya tokoh masyarakat dalam mengatasi pernikahan dini.

Gunung Merapi diapit oleh dua provinsi, yaitu Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Lereng Gunung Merapi juga dilingkupi oleh beberapa kabupaten, antara lain Kabupaten Klaten di sebelah timur dan sebagian di selatan, Kabupaten Magelang di sebelah utara, Kabupaten Boyolali di sebelah timur dan utara Gunung Merapi. Khususnya wilayah Kecamatan Selo. Kawasan Selo dilalui jalur alternatif Solo-Selo-Borobudur (SSB) yang merupakan jalur alternatif Boyolali-Magelang dimana para pemudik sering menghabiskan waktu liburannya disana.

Wisatawan yang datang ke Selo dapat menikmati berbagai wisata alam yang ada di Selo. Kecamatan Selo yang terletak di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu sangat cocok untuk mengembangkan usaha pertanian seperti sayuran dan tanaman perkebunan khususnya tembakau. Sedangkan Kecamatan Kaliangkrik berada di wilayah Kabupaten Magelang di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Windusari, di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bandongan dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kajoran. Kecamatan Kaliangkrik dilihat dari tingginya DPL antara lain; lebih dari 700 (>700) orang dari Desa Temanggung, Desa Ngawonggo, Desa Kaliangkrik, Desa Giriwarno, Desa Maduretno, Desa Balerejo, Desa Selomoyon, Desa Ngedrokilo, Desa Munggangsari, Desa Ngarusuko, Desa Pangarengan, Desa Mangli, Desa Kebonlegi, Desa Adipuro.

Kehidupan sosial masyarakat di dua lereng ini berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Untuk bekerja dan memenuhi kebutuhannya, masyarakat lereng gunung menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian mereka. Masyarakat lereng gunung memiliki kehidupan sosial dengan produksi pertanian yang handal. Hal ini menyebabkan anak yang beranjak dewasa tidak segera melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Kenyamanan kehidupan sosial ini membuat para pemuda di daerah Selo enggan untuk merantau, karena menganggap pertanian sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pola kehidupan beragama di lereng pegunungan di Kecamatan Kaliangkrik dan Selo relatif sama. Mayoritas penduduknya adalah Muslim tradisional. Ada dua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah yang berkembang di dua kecamatan. Selain itu, di Kabupaten Selo budaya Jawa sangat kental ditandai dengan adanya beberapa ritual adat yang masih digunakan oleh masyarakat. Pernikahan dini sudah menjadi budaya mereka, anak yang dinikahkan dianggap bukan lagi tanggung jawab orang tuanya.

Perkawinan di bawah umur banyak dilakukan oleh masyarakat Selo. Beberapa faktornya adalah kasus hamil di luar nikah, faktor budaya, orang tua senang jika anaknya dimeminta. Masyarakat yang sangat sederhana dalam memahami filosofi rumah tangga menjadikan pernikahan dini sebagai praktik turun temurun, selain itu rendahnya tingkat pendidikan juga menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini. Di Kecamatan Kaliangkrik, fenomena serupa juga terjadi. Di Selo maupun di Kaliangkrik, orang tua akan merasa malu jika anaknya tidak menikah.

Kebijakan tegas terkait upaya pencegahan pernikahan dini di Kabupaten Magelang sudah dilakukan sejak tahun 2018. Saat ini, pernikahan di kawasan KUA Kaliangkrik tidak bisa dilakukan jika calon pengantin masih di bawah umur. Kebijakan ini membuahkan hasil yang cukup baik. Adanya sosialisasi undang-undang dengan peran tokoh masyarakat dalam upaya pencegahan pernikahan dini di Selo. Organisasi yang dibentuk pemerintah juga berperan penting dalam mensosialisasikan masyarakat lereng Merapi dan Merbabu.

Adanya kesepakatan dari kepala desa di wilayah Selo untuk tidak menghadiri hajatan yang diadakan jika pernikahan di bawah umur dan memberikan sanksi bagi orang yang menikah dini. Wilayah Selo memiliki peraturan berupa peraturan desa yang berkaitan dengan upaya pencegahan pernikahan dini.
Kelebihan dari artikel ini adalah memberikan pengetahuan bagi pembaca dikarenakan ide dan gagasan yang digunakan menggunakan teori yang beragam.
Kelemahan dari artikel ini adalah terdapat beberapa kata yang kurang jelas dan typo.
Kesimpulan

Artikel ini membahas tentang praktik pernikahan dini yang sering terjadi di Kecamatan Selo Boyolali dan Kaliangkrik Magelang. Hasil penelitian empiris menunjukkan bahwa terdapat dua faktor penting penyebab pernikahan dini di kedua kecamatan tersebut, yaitu tradisi keluarga dan kehamilan di luar nikah. Untuk menekan angka pernikahan dini, beberapa upaya telah dilakukan pemerintah daerah seperti membangun keluarga berkualitas, mencegah pernikahan dini, meningkatkan kualitas pendidikan, pembinaan pernikahan, dan meningkatkan keterampilan. Dalam upaya ini, tokoh masyarakat memiliki peran penting dalam mempengaruhi pengurangan praktik pernikahan dini. Hal ini ditunjukkan dengan dikeluarkannya surat edaran larangan pernikahan dini oleh KUA setempat. Surat edaran ini mampu menekan angka pernikahan dini di dua kecamatan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun