Mohon tunggu...
rizkaita
rizkaita Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca, penulis, dan kawan seperjalanan

Mari berbicara lewat barisan kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Murti Bunanta Siapkan Bekal Dongeng untuk Nusantara

26 November 2018   20:26 Diperbarui: 26 November 2018   20:43 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendongeng dengan alat peraga/pribadi

Waktu makan siang hampir usai dan peserta lain mulai melangkah pasti saat saya kebingungan. Di tengah hari itu, memang ada tiga panel diskusi yang digelar di Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2018. Saya tahu siapa pembicara yang saya tuju, celakanya nama beliau tidak disebutkan oleh panitia, begitu juga ruangannya. Untunglah, saya memutuskan bertanya dengan nada paling manis dan panitia menunjuk kelas yang saya cari.

Pantas saja nama Murti Bunanta tak disebut berkali-kali oleh panitia. Ia punya tamu sendiri di ruang kelasnya, anak-anak balita hingga sekolah dasar yang sudah khidmat mendengarkan cerita ketika saya mencuri masuk. Di depan puluhan pasang mata para bocah, Eyang Murti--begitu ia menyebut dirinya--tengah mendongeng dengan suara lantang tapi berintonasi lembut.

Di tangannya, terdapat selembar kertas lipat berwarna kuning. Seluruh tubuhnya mendongeng, lalu tak lama jadilah bentuk penguin sesuai dengan cerita yang ia bawakan. Saya yang sudah setua ini saja langsung girang, apalagi tamu-tamu istimewanya.

"Apa pun di dekat kita bisa menjadi cerita, tidak perlu menunggu untuk menyampaikan kebaikan apalagi kepada anak-anak," kira-kira ini yang beliau katakan saat pembukaan acara BWCF 2018 di hari kedua. Kata-kata ini pula yang menjadikan saya bersikeras masuk dalam kelasnya, meski pemateri lain tak kalah menarik.

Murti Bunanta bersama penggagas BWCF/tim genpi
Murti Bunanta bersama penggagas BWCF/tim genpi
Kalau bukan karena Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2018 ini, bisa dipastikan saya pasti belum akan mengenal Eyang Murti. Ternyata, perempuan bermata teduh dan murah senyum ini sudah mendalami sastra anak puluhan tahun. Sesuatu yang jarang serius digeluti saat ini. Buktinya, sejak saya kecil hingga keponakan saya balita, dongeng-dongeng yang sering terdengar hanya itu-itu saja.

Sebagai bentuk perhatiannya terhadap cerita anak, Murti Bunanta mendirikan Kelompok Pecinta Bacaan Anak (KPBA). Organisasi ini sudah menyiapkan bekal bagi anak-anak selama 31 tahun melalui cerita anak. Tidak hanya itu, secara khusus Murti juga menggali berbagai kisah dari penjuru nusantara untuk dibukukan. Buku ini tentu saja ditujukan khusus untuk pembaca-pembaca kecilnya.

KPBA pusat menyerahkan sumbagan buku cerita anak/ tim genpi
KPBA pusat menyerahkan sumbagan buku cerita anak/ tim genpi
Langkah panjangnya memang patut diapresiasi dan diteruskan. Budaya bercerita secara lisan memang kekuatan bangsa ini untuk menurunkan sejarah sejak ratusan tahun lalu. Selain itu, dongeng jadi cara menyenangkan bagi anak-anak untuk belajar berbagai hal. Murti menyebutkan, selain nilai-nilai moral, dongeng juga bisa diisi dengan berbagai pengetahuan umum dengan cara sederhana.

Eyang Murti berharap melalui workshop mendongeng pertama di ajang BWCF kali ini, semakin banyak orang dewasa yang mau mendongeng. Beliau meyakinkan, setiap orang bisa mendongeng, asal ada kemauan membawa hal-hal baik. Ia juga berpesan kegiatan mendongeng harus terus dibuat menarik dengan berbagai alat peraga, karena dengan cara itu anak-anak akan memusatkan perhatian. Lalu pada akhirnya, akan mengembangkan imajinasi dan kreativitas mereka di kemudian hari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun