Mohon tunggu...
Rizfan Bahardiansyah
Rizfan Bahardiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Hai, perkenalkan saya Rizfan, mahasiswa semester 5 jurusan Ekonomi Pembangunan di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakart

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sudah Efektifkah Penanganan untuk Mengatasi Banjir di DKI Jakarta?

22 November 2020   12:07 Diperbarui: 22 November 2020   12:18 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam pembangunan ini, masih banyak masalah dalam pengimplementasiannya. Seperti cuaca Bogor yang nyaris basah sepanjang tahun, bidang tanah yang belum dibebaskan serta kurangnya anggaran. Dalam hal ini, pihak yang berkaitan harusnya lebih fokus lagi seperti lebih memiliki keahlian untuk persuasif kepada masyarakat mampu mempercepat progres tersebut karena kendala lahan menjadi hambatan utama dalam pembangunan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan banjir di Jabodetabek dimulai dari hulu, yaitu terjadinya penggundulan pohon secara masif di Puncak Bogor sebagai dampak dari alih fungsi lahan. Pemerintah pusat harus bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor untuk memastikan dihentikannya alih fungsi lahan dan mempercepat pembangunan waduk untuk menahan aliran air yang masuk ke DKI Jakarta, Bekasi dan Tangerang. 

Tantangan alih fungsi lahan mulai menunjukan ancaman nyata, lahan pertanian di Kota Hujan itu berkurang karena dialih dungsikan menjadi lahan industri atau perumahan. Ironisnya, laju alih fungsi lahan seperti ini tidak diimbangi dengan solusi dari Dinas Pertanian atau Kementrian Pertanian sekalipun di Bogor masih ada banyak lahan tidur. Namun, tidak ada yang bisa menjembatani antara petani dengan perusahaan yang banyak menguasai lahan-lahan tidur tersebut. 

Pesatnya alih fungsi lahan ini sebenarnya bisa di cegah melalui aturan pemerintah. Namun, demokrasi yang berbelit menjadi hambatan pengesahan aturan protektif ini.

Permasalahan yang terjadi di hilir adalah secara geografis DKI Jakarta dan sekitarnya merupakan dataran rendah dengan kondisi beberapa wilayah terjadi penurunan ketinggian tanah serta curah hujan yang sangat tinggi. Kondisi ini diperparah dengan program normalisasi daerah aliran sungai (DAS) yang berhenti selama 2 tahun terakhir di DKI Jakarta dan beberapa sungai di Bekasi. Selain itu ditambah lagi ketidaksiapan pompa-pompa air di hilir untuk memompa air ke laut serta meningkatnya ketinggian air pasang laut. gerang. 

Sementara itu untuk permasalahan di hilir, pemerintah pusat harus bekerja sama dengan Pemerintah DKI Jakarta, Pemerintah Kota Bekasi, dan sekitarnya untuk menormalisasi semua sungai yang ada agar kembali berfungsi secara sempurna serta memastikan bahwa semua pompa-pompa berfungsi secara baik. 

Dalam hal ini, niat Pemprov DKI harus dipertanyakan terkait pembebasan lahan untuk normalisasi sungai karena tidak kunjung mengambil langkah-langkah signifikan dalam penanganan banjir walaupun punya anggaran dan kapasitas fiskal yang besar. pada saat musim kemarau, seharusnya Pemprov DKI Jakarta mengerjakan beberapa penyebab terjadinya genangan. 

Mulai dari pengerukan, pelebaran, pembuatan sodetan, refungsi saluran air dan sebagainya atau biasa disebut normalisasi atau naturalisasi seperti yang digadang gadangkan Gubernur DKI Jakarta. Hal yang membuat terhambatnya normalisasi sungai adalah pembebasan lahan karena Beberapa wilayah masih harus dibebaskan.

Selain itu, kebijakan lainnya juga sudah mulai dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta untuk mencegah banjir. Salah satunya larangan penggunaan kantong plastik yang diharapkan terjadi pengurangan jumlah sampah plastik yang menyebabkan banjir di Jakarta. Dalam pelaksanaannya, pemerintah menghimbau para pemilik usaha (dari UMKM sampai restoran besar) untuk mengurangi benda berbahan plastik sekali pakai dalam hal mengurangi limbah di DKI Jakarta

Kebijakan ini masih belum sepenuhnya berjalan. Dilihat dari masih banyaknya restoran, minimarket, atau toko yang masih menyediakan kantong plastik sebagai wadah yang dipakai untuk membawa barang belanjaan. Namun hal itu diikuti dengan masih kurangnya kesadaran setiap masyarakat untuk membawa tas belanja atau wadah yang bisa dipakai ulang pada setiap kali berbelanja. Begitu pula banyak minimarket yang belum menjadikan kantong kain di dalam paket pembelian di minimarketnya.

Seharusnya dalam meningkatkan penggunaan kantong kain di masyarakat, pemerintah DKI Jakarta harusnya membuat kebijakan kepada perusahaan untuk menyediakan minimal 1 kantong kain tiap transaksi dengan minimal pembelian dan kita sebagai masyarakat harus mulai membiasakan diri dengan membawa minimal 1 kantong kain di tas masing-masing

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun