Mohon tunggu...
Islah R. Nusa
Islah R. Nusa Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Siswi SMAN 1 Padalarang

14 Januari 2003

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bloody Moon

27 Februari 2020   18:55 Diperbarui: 27 Februari 2020   19:00 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Baru saja Tio membuka mulutnya untuk bertanya,tiba-tiba suara bel yang menandakan berakhirnya jam pelajaran pertama berbunyi." Kalau semisalnya ada yang mau ditanyakan silahkan tanyanya pas istrirahat saja" ujar guru piket yang kemudian kembali ke tempatnya. Teman sebangku Tio yang melihat bahwa Tio sangatlah tertarik dengan Caca  mengambil inisiatif dan duduk di belakang Tio yang merupakan kursi kosong. 

"Woy lah ngapain", ucap Tio setengah berbisik ketika menyadari apa yang baru saja dilakukan oleh temannya itu. Ia hanya tersenyum dengan penuh makna ketika melihat Caca mendatangi meja mereka. "Aku duduk di sini boleh?" tanya Caca sambil tersenyum menatap wajah kebingungan Tio.

Baru saja Tio akan menjawab, tiba-tiba sudah dipotong oleh temannya."Ya boleh banget dong. Duduknya sama dia ya" ujarnya sembari menepuk pundak Tio. Caca hanya tersenyum melihat tingkah laku mereka berdua. Tetapi kemudian senyumnya berubah menjadi senyum sedih. Tio yang melihat hal itu hanya bisa bingung. 

Siapa Caca sebenarnya, kenapa ia merasakan bahwa Caca tau semua tentangnya? Caca, yang tadinya masih berdiri, duduk di sebelah Tio. Canggung. Itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan mereka berdua saat ini. Tidak bicara dan tidak tatap tatapan. Padahal apa yang diinginkan oleh teman Tio adalah setidaknya Tio mempunyai sedikit nyali untuk berkenalan lebih dalam.

Tidak terasa bel istirahat pun berbunyi dan Tio merasa lega. Sangat lega. Akhirnya dia bisa memiliki waktu privat tanpa ditatap oleh seluruh murid kelas dan tanpa lirikan Caca. Bukannya ia tidak suka dengan Caca, tapi apakah perlu meliriknya setiap ada kesempatan?  Kalau ada yang mau ditanya silahkan tanya, dia saja duduk di sampingnya. Sesaat setelah Tio berpikiran begitu, Caca menoleh ke arahnya secara tiba-tiba yang membuat Tio terkejut. Ia membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi dipotong oleh suara yang memanggil nama Tio.

"TIO!" Teriakan. Lebih tepatnya teriakan yang memanggil nama Tio.

Tio langsung menoleh ke arah sumber suara dan mendapati temannya, Bulan, sedang menatapnya tajam. Entah mengapa ia bergidik ngeri melihat sosok Bulan yang sedang marah kepadanya. Ia merasa bahwa Bulan akan membunuhnya secara harfiah. 

"Ya Tuhan, hamba masih mau hidup", batinnya. Bagaimana Tio tidak takut? Bulan adalah seorang atlet silat yang handal, bahkan lawannya yang berlawanan jenis saja tidak mampu mengalahkannya. Walau pun Bulan terlihat anggun, tapi sesungguhnya dia sangat kuat. Oke, balik lagi ke topik. Sekarang Bulan sedang berjalan ke arah Tio dengan muka yang memerah menahan amarah.

"Kan udah kubilang kalo udah selesai kembaliin lagi tu buku" katanya sembari memukul Tio dengan kekuatan yang besar. Tio hanya bisa meringis dan menerima nasibnya sebagai samsak tinju berjalan bagi Bulan. Tio tiba-tiba tersadar bahwa masih ada Caca disampingnya, ia menoleh ke arah Caca yang sekarang sedang menatap tajam Bulan. Bulan tentu saja tidak sadar dengan tatapan tajam yang diterimanya. Ia terus bercanda bersama Tio, yang sedang memperhatikan Caca, dan tertawa. Tio merinding. Merasa takut dengan tatapan yang diperlihatkan Caca itu. Akhirnya Tio menyuruh Bulan untuk berhenti bercanda dan meminta maaf padanya.

"Bun udah ah, ada murid baru tuh" ujarnya sembari menunjuk Caca. Bulan seketika berhenti bercanda dan menoleh ke arah Caca dengan senyuman yang sumringah, tetapi mukanya tiba-tiba berubah menjadi datar saat pandangannya jatuh ke gadis itu. Mereka bertatapan dengan tatapan yang tidak bisa dibaca oleh Tio. Seperti mereka mengenal satu sama lain. Bulan mengulurkan tangannya duluan dan tersenyum, secara paksa, kepada Caca.

"Bulan." Ucapnya dengan santai. Caca melihat ke arah uluran tangan Bulan dan ke matanya. Ia tersenyum. "Caca." Ujarnya sambil menjabat tangan Bulan. Mereka terus seperti itu hingga beberapa detik, lalu akhirnya Caca pergi ke luar tanpa berbicara satu kata pun. Bulan menatap punggung Caca dengan raut wajah yang kusut. Seperti mereka pernah bertemu sebelumnya, tetapi dalam pertemuan itu mereka tidak punya niatan untuk berteman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun