Mohon tunggu...
Rizal Yunus
Rizal Yunus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kepribadiannya seperti Harimau

Pengalaman, Gagasan, Tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menemukan Budaya Bahari Nusantara Menuju Negara Maritim Indonesia

31 Maret 2021   00:48 Diperbarui: 31 Maret 2021   00:48 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

halo kawan-kawan readers (postingan selanjutnya  aku panggil sobat aja ya).. hari ini aku memosting tentang suatu konsep pemikiran yang sebenarnya ini sudah pernah diterapkan oleh para pendahulu kita di negeri-negeri nusantara. langsung aja, "ikan pari,anak koala, ini dia Budaya Bahari Nusantara" :D.

Jalesviva Jayamahe..!, sebuah slogan yang merupakan semboyan Angkatan Laut Tentara Nasional Indonesia, artinya sendiri merupakan "Dilaut Kita Jaya" ini bermakna bahwa laut adalah kekayaan dan sumber kejayaan bangsa Indonesia, atau setidaknya itulah eskatologi yang diharapkan untuk menggambarkan kekuatan laut sebagai potensi tak terbatas, khususnya Indonesia.

Tulisan ini mengulas tentang sebuah artikel ilmiah yang ditulis oleh Andi Ima Kesuma dari Universitas Negeri Makassar, judul yang saya tulis mengambil judul yang sama dengan artikel aslinya.

Sejarah kelautan sendiri telah memainkan perannya yang sangat penting dalam percaturan sejarah perekonomian dunia, dimana laut itu sendiri merupakan penghubung antar pulau-antar benua yang terpisah ratusan, ribuan hingga jutaan kilometer persegi. Rahasia yang ada didalamnya banyak membuat orang merasa tertantang dan cenderung ingin menaklukkan laut untuk mengungkap apa yang ada didalamnya. Benar saja, ternyata laju gerak manusia dalam sejarah mencatat banyak hal temuan baru di luar lingkungan dan zona nyamannya untuk membuka daerah-daerah baru yang belum terjamah.

Di belahan dunia, banyak bangsa yang terkenal gemar mengarungi laut, di masa lalu kita mengenal bangsa Viking  sebagai penjelajah ulung yang mampu berlayar bermil-mil jauhnya untuk melakukan niaga, bangsa Anglo-Saxon, Inggris terkenal dengan julukannya sebagai negeri yang tak pernah tenggelam, lantaran pada rentang abad 17-18 mampu mendirikan koloni di sebagian besar benua di dunia. Indonesia juga memiliki suku Bajo, dan Bugis, pelaut ulung dari Tanah Besi (Sulawesi) yang sudah biasa melakukan perjalanan jauh menggunakan kapal kayu. Cotnoh diatas hanya merupakan bagian kecil dari beberapa kelompok bangsa yang telah membiasakan diri untuk menjadikan laut sebagai teman untuk berkongsi maupun lawan untuk ditaklukkan. Hal tersebut menyiratkan bahwa memang benar laut adalah salah satu sumber kekuatan utama bangsa-bangsa yang memiliki kebudayaan pesisir, terutama kepulauan, berbeda dengan orang yang hidup di dataran utama bagian tengah, mereka lebih cenderung mengembangkan budaya agraris sebagai sektor utama penunjang kehidupan mereka.

Presiden Republik Indonesia ke-VII, Ir. Joko Widodo pada pidatonya di 20 Oktober 2014 mengutarakan konsep pembangunan yang akan dicanangkannya untuk kemajuan Indonesia, ia menekankan arah pembangunan dengan menggagas kembalinya kejayaan bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim. Ia sangat sadar bahwa pentingnya peranan kekuatan maritim untuk masa depan Indonesia tidak lepas dari adanya kecenderungan dan arah perubahan dunia. Menurut data yang disajikan oleh penulis artikel, oleh Putra A dan Abdul Hakim, "pada 2030 peta kekuatan negara dunia akan mengalami perubahan drastis pada 2030" maka dari itu dirasa perlu untuk Indonesia supaya terus memodernisasisektor maritim.

Dalam sejarah Indonesia, pada awal abad masehi nusantara adalah bagian dari emporia dalam memainkan peran ekonomi di kawasan Asia Tenggara, letak geografisnya yang berada di antara dua samudra dan dua benua telah menjadikan ini sebagai alasan utama sekaligus mendukung terjadinya percaturan niaga pada masa lampau, dalam perkembangannya pun, pada hilirnya berdiri kerajaan-kerajaan dengan poros maritim sebagai ruh dalam roda kehidupannya, sebut saja Sriwijaya, Malaka, dsb. Kejatuhan Malaka pada 1511 mengakibatkan munculnya kekuatan lain di sebelah selatan sebagai emporium maritim baru.

Penulis artikel juga menyuguhkan beberapa suku terkenal Indonesia yang bernafaskan bahari sebagai budayanya, meskipun ia juga menganggap ada sedikit subjektivitas dalam penulisan ini, namun ia telah menjelaskan bahwa itu sah-sah saja. Beberapa suku yang dimaksud adalah Bajo, Bugis, Buton, Mandar dan Madura. Empat dari lima suku tersebut berasal dari Sulawesi.

Alfred Thayer Mahan, seorang perwira Angkatan Laut 100 tahun lalu menuliskan sebuah buku dengan judul "The Influence of Sea Power upon History". Buku tersebut telah membantu melebarkan wawasan bangsa Amerika tentang kekuatan maritim sesungguhnya untuk kejayayaan bangsa. Besar tidaknya kekuatan maritim tidak semata-mata ditentukan oleh banyaknya alat utama sistem sejata, pertahanan yang dimiliki, melainkan pula sumber daya baik alam maupun manusia pendukungnya, besar wilayah yang dimiliki dan juga armada niaga yang dimiliki. Hal inilah yang dijelaskan dalam literatur tentang kemaritiman bagaimana keberhasilan kerajaan-kerajaan terdahulu. Sriwijaya menggunakan kekuatan maritim untuk memperkuat kedudukan dan posisi dalam rantai perdagangan laut. Mereka melakukan beberapa langkah untuk membangun kekuasaan maritimnya, diantaranya adalah : memudarkan kekuasaan kerajaan pesisir di Sumatra, Malaya dan Jawa, kontrol penuh atas jalur perdagangan, memantapkan hubungan niaga dengan negara taklukkan, melakukan hubungan diplomatik dengan Cina, yang saat itu memegang kemudi perdagangan Asia Timur. Majahapahit juga demikian, dalam Negarakertagama menjelaskan Majapahit memiliki Angkatan Laut yang sangat besar untuk melindungi daerahnya dan menghukum para pembesar yang membangkang pada pemerintah kerajaan.

Keberadaan kerajaan-kerajaan bercorak maritim adalah telur emas sejarah Indonesia  yang membuktikan bahwa masa lalu negeri ini diperkuat oleh angkatan laut, keberadaan manusia pendukung yang menentukan laju peradaban maritim itu, berbeda dengan kondisi saat ini dimana terkesan Indonesia melupakan siapa dirinya. Karena progres pembangunan yang terjadi sejak era kolonial hingga millenial seperti sekarang selalu berpusat pada pembangunan sektor darat. Sudah selayaknya bangsa Indonesia kembali pada kanun yang dilahirkan oleh fakta sejarah mengenai asal usul nenek moyangnya yang berhasil mencapai kejayaan. Sudah selayaknya pemangku kekuasaan Indonesia menggenjot industri perkapalan lewat PT Pal Surabaya untuk terus meningkatkan dan melakukan riset alutsista untuk diterapkannya kembali armada laut yang besar, supaya Indonesia bisa mencapai kembali cita-cita seperti yang telah disematkan pada salah satu angkatan perang Indonesia, Jalesviva Jayamahe.

segini dulu ya postingan hari ini, see you next week

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun