Mohon tunggu...
Ichal Rumain
Ichal Rumain Mohon Tunggu... Musisi - Jika Sastra adalah antusias, maka kau adalah formalitas

Hidup masih panjang, tetaplah kuat dalam juang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dampak Pelanggaran Korupsi Sebagai Negara Hukum

16 April 2018   06:22 Diperbarui: 16 April 2018   08:49 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dewasa ini banyak pelanggran terjadi disekitar kita baik kekerasan secara langsung dengan kontak fisik/lisan maupun kekerasan dengan hal bernama cyberbullying atau menindas melalui dunia maya. Padahal hal ini sudah jelas bertentangan dengan peraturan di negara kita Indonesia yang merupakan negara hukum dimana hal ini bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum hal ini tertuang dalam Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum". Ketentuan ini bermula dari isi bagian penjelasan UUD 1945 yang menyatakan negara Indonesia berdasar atas hukum, bukan berdasar atas kekuasaan, dan pemerintah berdasarkan konstitusi bukan berdasarkan absolutisme atau kekuasaan tanpa batas. Belakangan ini kerap terjadi sesuatu yang disebut pelanggran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh oknum pemerintah

Contoh paling mudah dari bentuk pelanggaran oknum pemerintah ini adalah direbutnya hak masyarakat dalam meiliki kartu identitas pendudukan seumur hidup atau E-KTP akibat terjadinya penyelewangan dana oleh salah satu oknum pemerintah, hal ini bukan hanya sebatas pada kasus korupsi semata akan tetapi kasus ini juga berkaiutan dengan kasus pelanggaran HAM karena tindkan tersebut telah merebut hak-hak masyarakat baik sosial, ekonomi, dan budaya. Alasannya adalah hal ini berdampak mengurangi kapasitas negara dalam hal memberikan dan memenuhi hak warga negara terutama masyarakat.

Dari segi pemberian sangsi hukum pun indonesia masih sangat jauh dari kata sempurna dimana hukuman yang diberikan kepada pelaku korupsi masih belum dapat menjehkan pelaku atau bahkan hanya sebatas menakuti pelaku pun masih belum bisa dikatakan efisien.

Berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi, per 1 Desember 2016, terdapat 122 anggota DPR dan DPRD, 25 menteri dan kepala lembaga, empat duta besar, tujuh komisioner. Lalu, 17 gubernur, 51 bupati dan walikota, 130 pejabat eselon I hingga III, serta 14 hakim yang telah ditetapkan sebagai terpidana korupsi. Hal ini membuktikan bahwa pemberian sangsi penjara terhadap pelaku maupun yang terlibat belum bisa memberikan efek jerah kepada para pelaku korupsi ini. Konsekuensi dari perilaku merugikan ini harusnya ditindak lebih tegas lagi. Karena kerugian yang diperoleh negara pun tidak sedikit jumlahnya

Harusnya sanksi terkait korupsi lebih diekstrimkan lagi, seperti halnya pelaku bandar narkoba yang dihukum mati, atau harakiri di jepang terkait kesenjangan yang dilakukan.

Sekian Terimakasih

Semoga bermanfaat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun