Mohon tunggu...
Rizaldo Maarief
Rizaldo Maarief Mohon Tunggu... profesional -

gemar menulis. bekerja pada bidang tulis-menulis. "kata-kata tidak mengenal waktu. kita harus mengucapkannya atau menuliskannya dengan menyadari akan keabadiannya..."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

“Saya Harus Survive…”

24 November 2011   08:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:16 1162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Saya harus bayar kuliah. Saya putuskan untuk mengamen. Biola alat yang saya gunakan. Dua tahun mengamen, saya memberanikan diri untuk mengajar private biola dari rumah ke rumah. Alhamdulillah dari situ saya punya violin institute dan violin madani....” –Muhammad Nur Amin, Entrepreneur Violin

[caption id="attachment_144283" align="aligncenter" width="538" caption="Nur Amin, sang Entrepreneur Violin"][/caption] Suaranya sangat khas. Alunannya menyusup di telinga dan merasuk ke hati. Membuat pendengarnya terkesima. Di kala sedih, ia menjadi kawan bersua. Di kala senang, ia sahabat penyemangat. Ia adalah biola atau violin. Siang itu, tanpa sengaja telinga saya menangkap sayup-sayup partitur concerto biola, di sudut utara Kota Bogor, Jawa Barat. Suara itu dari paviliun di tengah hamparan sawah di Desa Ciomas Rahayu, Bogor, Jawa Barat. Yang memainkannya adalah Muhammad Nur Amin, pria kelahiran Pati 30 Mei 1984. Siapa dia? Saya pun berbincang-bincang. Di awali dengan percakapan seputar biola. Ia sebenarnya bisa biola secara otodidak. "Ada persentuhan dengan talamus dan hati terasa langsung, membuat orang dengan mudah terserang efek masuk atau terpengaruh di dalamnya. Sehingga biola terkesan sebagai alat musik sakral yang menyentuh hati," katanya.

Mengapa ia begitu mahirnya? Ada cerita menarik di balik itu. Sembari nyeruput kopi item dan mengisap cerutu kuba-nya, Nur Amin bercerita kisahnya. Berawal dari perkuliahannya di Fakultas Perikanan Institute Pertanian Bogor tahun 2002 silam. Nur Amin harus jauh dari orangtua. Kiriman uang hanya cukup untuk makan. Sedangkan uang bayaran kuliah, ia harus mencarinya sendiri. Maklum, ekonomi orangtuanya sangat pas-pasan. ”Saya dari keluarga miskin. Tapi saya punya tekad, saya ingin lulus. Apapun akan saya lakukan demi membuat bangga orangtua,” tuturnya.

Sebagai mahasiswa, ia harus memutar otak. Ia memutuskan untuk menjadi pengamen di Terminal Bubulak, Bogor. Sebuah biola kusam dipakai sebagai sarana mencari uang. Rp 20.000,- tiap hari ia kantongi. Ia gunakan bayar kuliah, dan sisanya ia tabung. Dua tahun berjalan. Hingga ia mahir memainkan alat gesek itu. Pertengahan 2004, Nur Amin memberanikan diri untuk mengajar private biola. Responnya lumayan besar. Selepas kuliah, tiap hari Nur Amin mengajar biola secara door to door. Les private biola yang dikelolanya makin kebanjiran murid. Rutinitas itu, ia jalani hingga tiga tahun kemudian.

Karena desakan makin berkembangnya les private biola, tahun 2007 Nur Amin membuka sekolah biola bernama Madani Violin Institute. Muridnya tak lagi anak sekolah atau mahasiswa. Bahkan anak-anak jalanan juga menjadi anak didiknya. “Murid di madani violin institute sangat beragam. Dari kalangan yang mampu sampai yang kurang beruntung dalam hal materi. Kita ngak eksklusif. Kita semua mempunyai hak yang sama untuk belajar biola,” tegas pria penggemar komponis musik klasik Beethoven ini.

Rehat sejenak, kepada saya Nur Amin menunjukkan biola kesayangannya. Sembari memainkan satu lantunan partitur, ia kembali berkisah. Meski Madani Violin Institute banyak menerima murid, ada kendala vital yang harus dicarikan solusinya. Yakni, banyak murid yang tidak mampu membeli biola. Prihatin akan kondisi itu, tahun 2009 Nur Amin mengambil inisiatif membuka usaha pembuatan biola bernama Madani Violin Handmade. Biola hasil buatannya, ia kreditkan kepada murid-muridnya. Bagi yang benar-benar tidak mampu, tapi ingin mahir bermain biola, ia sengaja menggratiskannya. "Dengan biola saya bisa memberdayakan kawan-kawan yang nganggur dari kampung. Yang akhirnya mereka mengerti dan tahu akan biola," ujarnya. Kini, dengan mempekerjakan 20 karyawan, setiap bulannya Madani Violin Hand Made mampu memproduksi sekitar 50 unit biola. Yang menarik, ia anti kayu hasil illegal logging. "Bahan baku terutama kayu, kami ambil dari kayu yang roboh alami. Kami anti kayu pembalakan liar. Misi utama kami adalah konservasi alam," ujar Nur Amin seraya mempertegas bahwa Indonesia akan kegersangan bila orang selalu menebang pohon secara liar.

Selain anti illegal logging, lewat usaha ini Nur Amin ingin membuat masyarakat tergerak kreatifitasnya. “Saya berharap hadirnya madani hand made ini bisa menginspirasi orang untuk membuat unit-unit usaha baru. Yang ujung-ujung membuka lapangan pekerjaan. Dengan seperti inilah Indonesia akan semakin maju,” tutur anak pertama dari dua bersaudara anak petani Pati Jawa Tengah ini.

Seiring berjalannya waktu, usaha biola itu mendapat respon positif di pasar biola. Karyanya dipasarkan di seluruh Indonesia bahkan kini dijual di luar negeri. Istimewanya, setiap produk biolanya selalu terdapat ukiran bermotifkan budaya Nusantara.”Kami tidak ingin negara lain mengakui budaya Indonesia. Untuk itu di setiap biola selalu terukir motif-motif budaya, seperti kotak biola bermotifkan batik, ulos,” tandasnya.

Excellent...pujiku. Di sela-sela obrolan serius ini, sembari saya mengisap rokok kretek 234, saya nyeletuk;”mas, ngomong-ngomong sampeyan ini sudah punya istri blom?” Sebelum menjawab ia tertawa lepas, hahahaa...”Saya masih bujang mas. Belom punya pasangan!” Kenapa kaget ya...?!? ”Ya beginilah mas.., karena saya sangat mencintai biola...”

Hahhaaaaa...tawaku pecah. Salute selorohku, sambil menyodorkan jempol. Ini adalah inspirasi saya yang sebenarnya. Biola itu, telah menjadi saksi hidup dirinya dalam meraih gelar Strata 1 Fakultas Perikanan IPB. Biola itu pula telah mengantarkan pria bujang ini kembali meraih gelar S2 Fakultas Ilmu Kelautan IPB. Bermodalkan niat dan tekad, kerja keras, sikap pantang menyerah, serta berani kreatif dan inovatif, mantan pengamen biola ini menuai sukses sebagai instruktur dan perajin UKM biola.Ia tegas menentang pembalakan liar. Ia terus bernafsu memberdayakan masyarakat, serta Ia tekad melestarikan budaya. Tulisan ini saya dedikasikan untuk menyemangati diri saya, khususnya, dan untuk semua orang yang ingin berubah lebih baik. Bahwa TIDAK ADA yang TIDAK MUNGKIN, asal KERJA KERAS, BIJAK dan PROFESIONAL... (rizaldo, karpetmerah 241111)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun