Mohon tunggu...
Indah Syafitri Nasution
Indah Syafitri Nasution Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Indah Syafitri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tegar Saat Kehilangan

6 Desember 2019   22:08 Diperbarui: 6 Desember 2019   22:08 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam itu menjadi malam yang paling gelap di hidupku. Karena malam itu ayah pergi meninggalkanku. Kali ini dia tidak pergi sebentar melainkan dia akan pergi selamanya. Aku takut tidak akan ada lagi orang yang menyayangiku, aku takut tidak ada lagi orang yang akan menjagaku. Memang benar selama ayah hidup Ayah lah orang yang paling sering bersamaku. Ayah slalu memanjakanku, menjagaku, dan selalu perhatian kepadaku. Aku takut saat dia pergi untuk selamanya, tidak akan ada orang lagi yang bisa menggantikan ayah.

Malam itu tangisan mulai terdengar di tempat tinggalku. Semua keluarga mulai berdatangan. Karena aku masih kecil aku tidak tau apa yang harus aku lakukan aku hanya bisa menangis, menangis dan menangis. Aku bahkan marah kepada takdir yang telah memisahkan aku dengannya. Aku sangat sedih melihat ibu yang harus merawat kami sendirian dan aku tak tega melihat adik yang masih terlalu kecil untuk ditinggalkan. 

Saat aku duduk sendirian nenek pun menghampiriku dan kemudian beliau berkata "Jangan terlarut larut dalam kesedihan, ayahmu pasti bakal sedih kalo ngeliat kalian seperti ini. Kamu harus kuat demi ibu dan adikmu". Aku pun lalu menjawab "aku tau ini bukan kesalahan ayah karna ninggalin kami. Tapi kenapa harus sekarang nek, aku masih sangat butuh dia". Balasku sambil menangis."Allah nggak akan  menguji hambanya diluar kemampuan hambanya, ingat kata-kata itu. Mungkin anak yang lain masih membutuhkan sosok ayah tapi kamu mungkin bisa. Jangan karna ditinggalkan kamu jadi lupa untuk bangkit lagi".


Pagi itu hari terlihat sangat cerah tapi tidak dengan hatiku. Hari itu aku harus melihat dan mengantarkannya untuk terakhir kalinya. Masih berat sekali rasanya tapi aku harus bangkit demi ibu dan adik. Aku melihat ibu terdiam dikamar, ada sesuatu yang sangat ingin keluar dari matanya yang mulai merah itu. Aku tau dia pasti sangat sedih karna harus di tinggalkan teman hidupnya selamanya. Dia juga harus menjadi ibu dan ayah sekaligus. Aku tau itu mungkin sangat berat baginya tapi mau tidak mau dia harus bisa melewatinya.


Aku mulai menjalani hari hariku seperti biasa. Aku yang biasa di antar jemput harus jalan saat pulang sekolah. Aku yang biasanya dirumah, harus membantu ibu berjualan di beda beda tempat. Itu menjadi saat-saat menyedihkan kami, harus panas-panasan atau hujan-hujanan di sana demi berjualan. Itulah pertama kalinya aku meraksakan apa yang dirasakan orang tuaku demi mencari uang untuk anak-anaknya. Ternyata sangat sulit mencari uang, aku sedih melihat ibu harus berjuang keras demi kami. Karna peristiwa itu aku semakin giat untuk memperjuangkan cita-cita ku aku ingin ibu bangga. 


Saat hari raya tiba aku sangat sedih. Karna itulah tahun pertama aku merayakan hari raya tanpa ayah. Biasanya kami pulang kampung atau jalan-jalan. Namun tahun ini, aku harus ihklas tidak melakukan momen itu lagi bersamanya. Aku iri pada sepupu-sepupuku karna mereka masih bisa Halal bi Halal dengan kedua orang tua yang lengkap. Tapi aku harus kuat, aku harus kuat demi ibu dan adikku.


Saat sholat hari raya di mesjid, aku melihat anak kecil sendirian pergi sholat hari raya. Nenek bilang kedua orang tuanya sudah meninggal dan dia hidup dengan neneknya. Aku tersadar, aku kira aku adalah anak yang paling sedih, tapi ternyata masih banyak anak yang lebih sedih lagi di luar sana. Aku harus bisa bangkit. Aku terlalu lama berlarut-larut dalam kesedihan, aku slalu menyalahkan takdir tapi sekarang aku sadar. Bukan takdir yang salah melainkan aku yang salah karna tidak menerima takdir.


Hari demi hari mulai berlalu, kami pun mulai remaja. Aku sudah hampir tamat SMA sedangkan adikku masih duduk di bangku SMP. Saat ingin melanjutkan ke jenjang kuliah aku bingung harus memilih jurusan apa. Aku pun mulai berbincang-bincang dengan ibu. Ibu berkata "Mau kuliah?emang mau masuk jurusan apa?". Aku lalu menjawab "Aku ingin jadi Dokter bu, tapi aku takut tidak bisa melanjutkannya hingga lulus S1". Ibu lalu bilang " Cari jurusan yang memang ingin kamu pelajari jangan hanya karna teman atau karna ngetrend" balas ibu dengan tegas. "Baik Bu".


Saat ayah meninggal, Ibu harus menggantikan kewajiban ayah untuk mencari nafkah. Ia harus menjadi wanita tangguh demi anak-anaknya. Seperti yang terdapat dalam hadis,Dari 'Auf bin Malik radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


Artinya : "Aku dan seorang wanita yang di pipinya menghitam, seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya kemudian dia bersabar merawat anaknya, bagai dua jari ini di surga."  https://www.radiorodja.com/12529-keutamaan-wanita-yang-bersabar-merawat-anaknya-dan-dia-tidak-menikah-dst-hadits-141-151-kitab-adabul-mufrad-ustadz-dr-syafiq-riza-basalamah-ma/

Aku beruntung memiliki ibu yang tetap bersama kami saat ayah pergi. Tetap sabar menghadapi kami, dan tidak mudah lelah berjuang untuk kami. Aku sangat bersyukur karna ibu adalah orang yang paling bisa menggantikan ayah. Ia slalu berusaha agar kami tidak merasa kehilangan sosok ayah. Aku tau mungkin sulit bagi ibu, tapi dia berhasil menjalankannya. Ia berhasil mendidik dan membesarkan kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun