Mohon tunggu...
Riza Hariati
Riza Hariati Mohon Tunggu... Konsultan - Information addict

SAYA GOLPUT!!!! Tulisan yang saya upload akan selalu saya edit ulang atau hapus tergantung mood. Jadi like dan comment at your own risk. You've been warned!

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kecurangan Bagian dari Demokrasi, Demikian Pula Hoaks

24 Juni 2019   14:05 Diperbarui: 25 Juni 2019   21:07 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi membaca kabar hoaks. (pixabay/rawpixel)

Disatu pihak mereka berhasil menggolkan tujuan mereka, dipihak lain mereka menjadi "sandera" dari tentara bayaran ini. Buzzer akan terus membutuhkan supply dana yang cukup, karena itulah lahan nafkah mereka, sehingga saat tidak didanai lagi mereka akan dengan mudah berpindah kubu. Kalau tidak ada proyek maka mereka akan membuat masalah sehingga tenaga mereka diperlukan.

Karenanya hampir tidak pernah ada kejadian dimana orang yang diuntungkan oleh sekelompok buzzer, berani mengambil tindakan tegas saat kelompok buzzer ini melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Kalau pun ada, hanya tepukan ringan saja. Lalu dilepaskan.

Akhirnya negara ini tersandera oleh buzzer, yang kesetiaannya pada persatuan bangsa sangat meragukan. Karena kalau negara ini damai, dari mana mereka bisa mendapatkan nafkah? Urusan dapur mereka jauh lebih penting ketimbang persatuan bangsa.

Media literasi 'kah solusinya?
Satu cara untuk memerangi hoaks yang dianggap paling mumpuni saat ini adalah Media literasi, di mana rakyat diharapkan untuk mengecek kembali data yang mereka temukan di medsos kepada sumber-sumber yang terpercaya. Agar mampu membedakan mana berita benar dan berita bohong.

Tapi ini zaman baru. Ini zaman dimana produsen hoaks bisa membeli atau setidaknya menyogok media resmi, baik didalam maupun diluar negeri. Siapapun bisa membuat website yang kelihatannya sangat profesional dan terpercaya. Bahkan Hacker dari rusia dan Tiongkok pun bisa membuat website untuk mempengaruhi orang Indonesia.

Tidak hanya media, produsen hoaks bahkan bisa mendanai lembaga survey, lembaga penelitian, untuk mendukung data mereka. Lembaga survey dan penelitian ini sendiri bekerja secara benar, tapi apa yang diteliti sudah diarahkan sedemikian rupa sehingga bisa dimanfaatkan dengan baik oleh sang produsen hoaks.

Hal yang juga mengkhawatirkan adalah, posisi buzzer medsos yang begitu kuat, yang bisa menyandera orang-orang yang menyewanya, pada akhirnya justru akan bisa mengendalikan media mainstream. Terutama saat media mainstream terlihat jelas berpihak kepada suatu kepentingan diatas kepentingan rakyat.

Akhirnya rakyat bertanya-tanya bingung : Siapa yang dimaksud dengan "sumber yang terpercaya"?

Atau malah lebih parah lagi, rakyat kehilangan kepercayaannya pada media mainstream, lalu go rogue. Mempercayai hal-hal yang 180 derajat bertentangan dengan media. Sebagaimana mereka yang percaya pada teori konspirasi dan iluminati.

Apakah kita perlu "membunuh" Produsen Hoaks?
Genderang perang bertalu-talu sudah diserukan oleh pemerintah untuk melawan hoaks. Banyak orang sudah ditangkap sebagai bukti, betapa sungguh-sungguhnya pemerintah melawan hoaks. 

Mulai dari anak SMK, yang prefrontal cortexnya belum terbentuk sempurna, diganjar dengan 1.5 tahun penjara. Sampai nenek-nenek usia 70 tahun pun diancam hukuman tujuh tahun karena sudah menyebarkan hoaks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun