Mohon tunggu...
RiuhRendahCeritaPersahabatan
RiuhRendahCeritaPersahabatan Mohon Tunggu... Freelancer - A Story-Telling

Tidak ada cerita seriuh cerita persahabatan (dan percintaan)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat-surat untuk Irena (1)

28 Februari 2019   12:15 Diperbarui: 28 Februari 2019   12:28 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Tapi bisakah percintaan diturunkan dulu satu atau dua tingkat?

Apakah Robin mau? Apa dia tidak akan menimpuk aku

dengan kacang mete?

Irena,

Apakah seorang anak menjadi durhaka ketika ia pernah menginginkan ibunya segera pergi? Angan kanak-kanak itu membubung ketika ia kerap dipukul dan dicerca saat melakukan kesalahan. Anak itu terluka ketika apa saja yang tidak berkenan di hati ibunya akan berbuah cubitan dan makian.

Mungkin ibunya pernah mengalami depresi.

Tapi pada masa itu kami tidak tahu apa-apa tentang penyakit seseorang. Kalau seorang ibu sering marah-marah, itu berarti dia memang bukan ibu yang baik. Begitu anggapan si anak. Tetapi sekarang aku sedikit lebih memahami situasi ini. Bahwa depresi, konon bukanlah akibat dari sesuatu keadaan yang buruk. Depresi adalah sebab itu sendiri. Teman-temanku yang ahli mengatakan, depresi bisa terjalin erat dengan ikhwal fisik sekaligus psikis seseorang. Mungkin ibu dia demikian adanya. Ada bagian dari fisik dan psikisnya yang terluka. Tetapi aku yakin, yang paling membuat si ibu menderita adalah perlakuan ayahnya. Beliau sih tidak pernah memukul ibu; sangat modern untuk urusan relasi dengan orang banyak, baik istri maupun anak-anaknya. Tetapi dari dari cerita pamannya, si ayah sering mengabaikan ibu.

Baiklah Ren, aku mengaku saja. Si anak itu adalah aku sendiri.

Kamu tahu rasanya diabaikan? Padahal ayahku itu protektif, pemerhati, dan punya kepedulian melebihi orang-orang pada umumnya. Jadi, kenapa ayah yang care itu malah mengabaikan ibu? Mungkin karena ibu cerewet dan tidak disaring kalau bicara, begitu dugaan kami anak-anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun