Mohon tunggu...
Rita Oktavianti
Rita Oktavianti Mohon Tunggu... -

independent, wrote ...wrote...and wrote

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Moral yang Kabur

26 September 2012   16:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:38 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Minggu ini televisi  menayangkan berita tawuran pelajar di Jakarta. Pertama tanggal 24 September kemarin , terjadi tawuran pelajar SMU 6 dengan SMU 70 , hingga menimbulkan satu korban jiwa , salah satu murid SMU 6. Dan hari ini saya melihat berita , terjadi lagi tawuran pelajar  antara SMU dengan SMK Kartika Zaini , yang menyebabkan satu siswa SMU tersebut bernama Deni Yanuar meninggal dunia. Selain kebakaran, tawuran seperti sudah menjadi makanan sehari-hari warga Jakarta, entah itu tawuran antar kampung , geng dan pelajar. kenapa bisa terjadi demikian ?

Untuk kasus tawuran pelajar, beberapa sekolah yang terlibat tawuran memang ada yang sudah menjadi musuh bebuyutan dari tahun tahun sebelumnya, ya…contohnya SMU 6 dan SMU 70 itu , mereka sudah sering tawuran sejak angkatan  kakak kakak mereka tahun 80-an. Tapi sepertinya kok ada kesan pembiaran dari pihak aparat dan sekolah itu, karena terbukti tawuran terus berulang hingga saat ini. Sebagai pelajar ketika mereka berada di lingkungan sekolah ia menjadi tanggung jawab para guru, apakah para guru tidak membaca situasi ?, bagaimana dengan lingkungan di dalam sekolah itu sendiri dan lingkungan di sekitar sekolah, sehatkah untuk perkembangan anak didik mereka?.  System pendidikan di dalam sekolah juga seharusnya jangan berjalan stagnan , begitu begitu saja dari jaman baheula sampai sekarang. Saya ingat ketika SMU dulu, saya dan hampir 100% teman sekelas pasti terkantuk kantuk ketika mata pelajaran PMP ( sekarang PPKN ya ?...) yang text book. Saya pikir siapa pun bisa kalau metodanya seperti itu. saya tidak mengerti apa itu pancasila, apa itu UUD 45, apa itu wawasan nusantara dan seterusnya, saya hanya menghafal. Cukup dengan membaca berulang ulang , hafal, ujian pasti dapat nilai bagus. Tapi saya ( dan pasti teman teman juga ) tidak mengerti arti sesungguhnya. PMP  (PPKN) sepertinya hanya pelajaran sepele, tapi seandainya guru mau sedikit lebih kreatif menyampaikan materi , misalnya saja dengan diskusi interaktif sehingga paling tidak siswa menjadi sedikit mengerti , sehingga tujuan dari  adanya mata pelajaran PMP ( PPKN) yaitu member pengertian dan pemahaman tentang moral bernegara baik itu sebagai individu atau masyarakat akan sampai.  ada satu pihak yang berwenang menangani siswa siswa bermasalah , yaitu BP ( bimbingan penyuluhan ). Dulu jaman saya , siswa yang bermasalah akan langsung diintrogasi di ruang BP kemudian mendapat sanksi entah itu membersihkan WC atau lainnya, atau razia di sekolah yang angot angotan. Setelah itu sudah….kelar. saya tidak tahu apakah saat ini masih seperti itu metoda pengajarannya, padahal anak sekarang tentunya berbeda dengan anak jaman dulu. Dan tentunya keseluruhan pengajaran baik itu yang bersifat materi maupun moral siswa tetap berada dipundak para guru disekolah.

Di luar sekolah siswa sebagai bagian dari anggota masyarakat tentu menjadi tanggung jawab aparat kepolisian untuk dilindungi. Tapi lihat saja , di banyak kejadian tawuran , entah itu tawuran pelajar atau tawuran warga, aparat  lebih banyak sebagai penonton saja, kalaupun bertindak sudah terlambat , ya…seperti kejadian tewasnya  2 siswa itu tadi. Selama tahun 2012 dari kasus tawuran pelajar sudah memakan korban kurang lebih 16 siswa tewas sia sia di jalan. Sesulit itukah menangani masalah tawuran bagi  aparat kepolisian ? , kasus teroris yang seberat dan serumit itu aja bisa langsung kelacak dan segera bisa ditindak. Masa hanya kasus tawuran  sekolah yang mungkin sudah berulang ulang , polisi tidak bisa menindak paling tidak otak dibalik itu. kemudian apabila dilakukan penangkapan pelaku yang nota bene masih pelajar, apakah cara menanganinya sama dengan pelaku kejahatan lain?, kalau ia…niscaya pelaku akan mengulangi lagi lain hari. Pendekatan tegas tapi persuasive mungkin diperlukan untuk menyadarkan gejolak muda siswa yang terlibat tawuran.

Dan yang paling utama menurut saya adalah, kembali pada keluarga. Bagaimana kondisi dalam sebuah keluarga sangat memperngaruhi kondisi jiwa sang anak. Bagaimana hubungan kedua orang tuanya, bagaimana komunikasi yang terjalin, dan keadaan ekonomi keluarga tersebut.  Seorang anak membutuhkan keseimbangan mental ketika ia tengah bertumbuh menuju alam dewasanya. Kedua orang tua adalah obor bagi si anak melangkahkan kaki. Jangan pikir dengan  mencukupi segala kebutuhan material si anak  itu sudah cukup. Saya jadi ingat, bos di tempat kerja saya ketika di Jakarta dulu, seorang perempuan yang memiliki 2 orang anak. Suatu ketika di ruang pribadinya bos mengeluh pada asistennya , kira-kira begini , “ anak saya protes mamanya gak pernah dirumah, anak sekarang maunya apa to, dikasih materi minta perhatian , dikasih perhatian minta materi, mamanya kerja keras begini kan buat mereka juga nantinya”. Sang asisten menunjukan foto foto ulang tahun salah satu putri bos kami yang sama sekali tidak tersenyum apalagi tertawa bahagia di tengah pestanya. Sempatkan waktu orang tua untuk menjadi sahabat anak-anak di rumah, Tanya kondisinya, teman-temannya, pacarnya , sekolahnya diselingi tawa canda. Jangan hanya merasa cukup ketika orang tua mampu memenuhi permintaan si anak saat meminta gadget keluaran terbaru.

Semoga kasus tawuran pelajar semakin berkurang atau bahkan hilang di hari hari selanjutnya. Jangan biarkan jiwa jiwa muda tunas bangsa melayang sia-sia di jalanan. Tawuran no…prestasi yes !.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun