Berdasar uji klinis di Indonesia, vaksin Sinovac memiliki tingkat efikasi sebesar 65,3 persen, di Turki 91,25 persen, di Brasil sebesar 78 persen yang kemudian berubah menjadi 50,4 persen. Sementara efikasi Pfizer 95 persen, yang disusul Moderna mencapai 94,1 persen
Setelah kabar tentang anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ripka Tjiptaning menolak mentah-mentah divaksin, bahkan berani bayar denda bila dipaksa, membuat saya digelayuti banyak pertanyaan besar, berpikir mendalam, hingga jadi berpikir tidak yakin divaksin.
Pertanyaan-pertanyaan yang timbul adalah, benarkah penolakan karena mutu vaksin dan bisnis segelintir orang di dalamnya, atau ada hal- hal lain, misal tentang kandungan tertentu di balik vaksin, benarkah murni antivirus, atau adakah sesuatu yang terselip di dalamnya, jangan-jangan ada dampak negatif berkepanjangan setelah memakainya,?
WHO merekomendasikan tingkat efikasi vaksin harus di atas 50 persen
Memang tingkat efikasi vaksin Covid-19 memiliki perbedaan di setiap negara, tergantung dengan standar prosedur dalam mendiagnosis pasien, tapi karena keadaan darurat akibat pandemi di seluruh dunia, maka Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan tingkat efikasi vaksin harus di atas 50 persen, dan itu sudah dapat dicapai Sinovac, sebagaimana dikutip dari bisnis.com, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan vaksin Sinovac memiliki tingkat efikasi sebesar 65,3 persen berdasarkan uji klinis di Indonesia.Â
Sedangkan efikasi vaksin Sinovac di Turki adalah 91,25 persen, di Brasil sebesar 78 persen yang kemudian berubah menjadi 50,4 persen.
Komersialisasi vaksin
Kalau memang tak ada dampak negatif vaksin, berarti benarkah penolakan vaksin murni karena bisnis vaksin yang dikuasai segelintir orang,?
Tapi kenapa dalam satu partai, perbedaan prinsip kadernya terjadi di saat sudah mendekati final, di saat kader satunya yang notabene pemimpin negara sudah setuju, tapi di sisi lain kader lainnya terang-terangan menolaknya.Â
Apa selama ini tidak ada pembahasan dalam partai? Ataukah ada ewuh pakewuh dalam partai hingga ujung-ujungnya meledak di hari H, terkesan tidak ada satu suara dalam partai, justru jalan sendiri-sendiri.
Jika perbedaan sikap itu harus terjadi, kenapa tidak jauh-jauh hari sebelum vaksin diborong, dan didistribusikan ke seluruh tanah air. Penolakan justru terjadi saat BPOM dan MUI telah mengeluarkan keputusannya.