Punya rumah sendiri sejak muda, dulu dianggap sebagai simbol sukses. Tapi sekarang? Banyak anak muda justru malah mundur pelan-pelan tiap kali dengar kata KPR. Bukan karena nggak pengin, tapi karena realitasnya memang sesulit itu.
Fenomena ini bisa dilihat di banyak kota besar. Diskusi soal KPR anak muda ramai di media sosial, dan jawabannya sering kali bernada sinis atau pasrah: “Ngimpi aja dulu, cicilan rumah mah buat yang gajinya dua digit!”
Lalu sebenarnya, kenapa banyak anak muda tidak mau ambil KPR? Mari kita bedah satu per satu dengan jujur.
1. Gaji dan Harga Rumah: Nggak Masuk Akal
Ini alasan paling klasik tapi tetap valid. Harga rumah naiknya kenceng banget, tapi gaji naiknya pelan seperti siput. Di Jakarta, rumah tapak ukuran kecil aja bisa mulai dari 500 juta—itu pun di pinggiran. Sementara gaji UMR hanya sekitar 5 juta rupiah.
Coba hitung:
- DP 20% dari rumah 500 juta = 100 juta.
- Cicilan bulanan bisa 3–5 juta (belum termasuk bunga).
- Biaya notaris, pajak, asuransi? Tambah lagi!
Untuk anak muda yang baru kerja 2–5 tahun, mimpi punya rumah terasa makin jauh.
2. Kerja Freelance, Gaji Nggak Tetap
Beda dengan generasi sebelumnya yang rata-rata kerja kantoran tetap, sekarang banyak anak muda yang kerja freelance, buka usaha kecil-kecilan, atau jadi digital nomad. Penghasilan mereka bisa fluktuatif, dan sayangnya bank belum siap mengakomodasi kondisi ini.
Padahal, sebagian anak muda justru lebih produktif dan punya income lebih tinggi dari pegawai tetap. Tapi karena tidak ada slip gaji rutin dan BPJS Ketenagakerjaan, bank cenderung menolak pengajuan KPR mereka.
3. Takut Terjerat Utang Puluhan Tahun
Cicilan KPR biasanya 15 sampai 25 tahun. Bayangkan, hari ini kamu umur 27 tahun, dan baru bisa lunas saat usia mendekati 50. Rasanya seperti “terikat” seumur hidup.
Banyak anak muda takut kehilangan kebebasan karena harus mikirin cicilan terus-menerus:
- Nggak bisa resign semaunya.
- Nggak bisa ambil cuti panjang.
- Harus selalu cari kerjaan yang cukup buat bayar cicilan.