Mohon tunggu...
Ristyana Prabasari
Ristyana Prabasari Mohon Tunggu... -

Sheer elegance in her simplicity

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebuah Ironi

23 Februari 2014   16:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:33 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya tidak tahu seberapa banyak kasus antara anak, cinta, dan orang tua. Ini bukan menyoal cinta antara anak dan orang tuanya, namun cinta si anak dengan seseorang yang dicintainya, serta orang tua si anak; ya dan mungkin cinta antara orang  tua dan si anak.

Jelas setiap orang tua menginginkan pendamping yang sempurna untuk anaknya. Lelaki yang cerdas dan mapan, wanita yang cerdas dan mandiri. Segala kriteria sempurna yang menurut saya bisa dicari, di The Sims (silahkan googling sendiri kalau gak tahu).  Namun, apa mereka tidak ingat, bahwa Allah pun tidak menciptakan manusia yang sempurna? Yang tidak sempurna saja sudah bisa sombong, apalagi sempurna? Lalu pertanyaan saya, mengapa banyak sekali orang tua menginginkan seseorang yang sempurna untuk anaknya? Yang sempurna tidak pasti terbaik, yang terbaik pasti sempurna; menurut saya. Karena ketika seseorang itu sudah menjadi yang terbaik, dia akan menjadi sesuatu yang sempurna, padahal ia tak sempurna karena kekurangannya masih ada. Bingung? Silahkan baca kalimatnya kembali.

Pertanyaan saya yang lain, apa para orang tua lupa kalau anaknya sendiri masih manusia? Kan premis awal, tidak ada manusia yang sempurna. Itu sudah kalimat absolut karena datangnya dari Tuhan. Ya memang, manusia adalah makhluk sempurna dan mulia, tapi jika dibandingkan makhluk yang lain tentunya. Hal yang saya paham adalah, para orang tua menganggap anaknya sempurna ya karena anaknya adalah anak kandungnya, karena orang tua membesarkan dan mencintainya. Tapi tetap, anak yang mereka cintai itu tidaklah sempurna. Jadi, bagaimana kalau ada orang tua lain yang juga mencari pendamping yang sempurna bagi anaknya?

Sebagai contoh, orang tua A menginginkan yang sempurna, sedangkan si A cinta si B, si B tidak sempurna, lalu hubungan mereka kandas. Orang tua C menginginkan yang sempurna, sedangkan si C cinta si A, si A tidak sempurna, lalu hubungan mereka kandas.

Jadi, kapan anak-anak mereka bisa bahagia dengan pilihannya sendiri? Rasanya hidup bahagia bukan menyoal sempurna atau tidak. Diambil dari kacamata seorang manusia, sepasang orang tua juga memiliki ketidaksempurnaan. Jadi, mengapa mereka harus menuntut yang sempurna? Hal lain yang luput dari pikiran para orang tua adalah, terkadang mereka menuntut kesempurnaan dan lupa akan kebahagiaan anaknya sendiri.

Berdasarkan hasil survei (yang saya lakukan sendiri), ternyata masih banyak pemikiran-pemikiran konvensional soal itu di zaman yang mereka akui sudah modern ini. Lingkungan memang serba modern, tapi tidak menular pada pola pemikiran. Modern bukan berarti bebas. Modern itu terbuka. Mau terbuka menilai sesuatu atau seseorang dengan cermat, tidak dari luarnya. Karena penilaian dari luarnya saja itu sungguh disayangkan, sangat sempit sekali. Mungkin karena sekarang sudah zaman pembangunan, banyak lahan-lahan kosong disulap jadi gedung, makanya makin sempit. Jadi kurang ruang terbuka hijau untuk berpikir. Maaf, ini memang sarkasme.

Saya hampir sudah terbayang bagaimana memperlakukan anak ketika menjadi orang tua nanti (walau calonnya masih ondewey). Yang jelas, saya akan membuka telinga dan pikiran untuk segala cerita anak saya nanti. Yang baik akan saya terima, yang buruk akan saya telaah lebih lanjut, tidak langsung dibuang.

Harapan terdalam saya, semoga para orang tua bisa lebih bijak dan peka menghadapi permasalahan anak-anaknya. Apalagi menyoal hati dan perasaan yang cenderung sensitif dan rahasia. Tidak mengedepankan ego. Jangan sampai si anak menjadi cenderung tertutup karena merasa tidak nyaman.

Semoga anak-anak Indonesia bahagia.

Selamat pagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun