Mohon tunggu...
RISTA ERDYANTIPUSPARININGTYAS
RISTA ERDYANTIPUSPARININGTYAS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Saya seorang yang suka dengan bidang desian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Remaja Broken Home: Bagaimana Seharusnya Bersikap?

4 Juli 2022   19:57 Diperbarui: 4 Juli 2022   20:14 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keadaan yang tidak diinginkan semua anak. (ilustrasi: freepik.com) 

Katanya rumah adalah tempat kembali saat lelah. Keluarga adalah rumah dan sebagai tempat pulang ternyaman. Keluarga adalah acuan bagi seorang anak untuk menjalani kehidupannya seperti dengan siapa ia bergaul, bagaimana ia mengambil keputusan, dan lain sebagainya. Namun kenyataannya, tidak semua keluarga menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam perjalanan selama pernikahan akan sangat banyak hambatan dan rintangan yang harus dijalani oleh sepasang suami istri mengenai tujuan dan bagaimana strategi untuk mencapainya. Tak jarang konflik terjadi hingga akhirnya berujung pada perceraian. Peristiwa perceraian itupun menimbulkan banyak dampak, terutama bagi seorang anak. Seorang anak yang terbiasa hidup bahagia dengan orang tua yang lengkap, pada akhirnya ia harus merasa kehilangan dan harus memilih kepada siapa ia ingin tinggal.

Namun sebutan broken home bukan hanya untuk orang yang orang tuanya berpisah akibat perceraian, tetapi juga bisa bagi mereka yang orang tuanya bersatu namun ia tidak merasakan kehangatan sebuah keluarga, seperti orang tua mereka yang selalu membandingkan anaknya dengan anak yang lain, orang tua yang terlalu sibuk bekerja sehingga lupa akan apa yang seharusnya didapatkan oleh anaknya.

Remaja yang mengalami broken home pasti memiliki perubahan sikap. Seperti ketakutan yang berlebih, takut untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis, terlalu menutup diri dari lingkungan sosial, kesulitan mengontrol emosi, merasa tidak bahagia, dan sensitif. Karena ia merasa kesulitan dalam mengontrol emosinya sehingga cenderung akan melakukan hal yang negatif dan rentan untuk mengalami gangguan mental. Bahkan ia bisa membenci orang tuanya. Hal seperti ini wajar terjadi pada remaja broken home karena pada usia remaja adalah masa pencarian jati diri. Dalam masa pencarian jati diri, dimana seorang anak seharusnya memperoleh dukungan dari kedua orang tuanya, tetapi hal itu mustahil bagi seorang broken home. Ia harus belajar menerima kenyataan yang kurang menyenangkan pada saat remaja. Namun tidak semua remaja broken home melakukan hal yang sama, hal itu bergantung pada pemikiran masing-masing serta hadirnya anggota keluarga lain yang mampu memberikan hal positif kepada remaja tersebut.

Sebagian besar orang memiliki pandangan negatif terhadap anak broken home. Mereka beranggapan bahwa anak broken home adalah anak yang tak terurus, anak yang liar, anak yang selalu memberontak, anak yang membenci orang tuanya, dan lain sebagainya. Tidaklah salah jika sebagian orang memiliki pandangan negatif terhadap anak broken home, karena sebagian dari anak broken home melakukan hal tersebut. Mereka merasa kehilangan harapan dan cita-cita karena tidak ada lagi orang tua yang mendukungnya.

Walaupun sebagian besar anak broken home melakukan hal negatif, tetapi banyak juga dari anak broken home yang mampu melakukan hal positif. Mereka, anak broken home yang mampu melakukan hal positif adalah mereka yang ingin mengubah pandangan masyarakat umum untuk tidak selalu memandang negatif pada anak broken home. Mereka membuktikan dengan prestasi, sikap yang terlihat seperti anak dari keluarga harmonis, sikap yang selalu ingin membuat sekitarnya bahagia.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa anak broken home, dalam menyikapi ketidakharmonisan keluarganya adalah dengan 2 sikap, yaitu sikap positif dan sikap negatif. Mereka yang melakukan hal negatif adalah mereka yang belum bisa melihat pelajaran apa yang bisa diambil dimana nantinya sebagai bekal untuk menjalani kehidupan. Ia ingin melampiaskan amarahnya melalui hal-hal negatif. Sedangkan mereka yang mampu melakukan hal yang positif adalah mereka yang memiliki keinginan untuk mengubah cara pandang masyarakat umum terhadap anak broken home bahwa anak broken home bisa juga berprestasi dan menjadi kebanggaan. Semua itu bergantung pada prinsip yang tertanam dalam diri anak broken home masing-masing.

Teruntuk kalian yang mengalami, ingat selalu bahwa kehidupan manusia seluruhnya sudah sesuai dengan porsinya masing-masing. Tidak ada yang kurang dan tidak ada yang lebih. Jadi jangan pernah merasa ingin dikasihani, karena hidup bukan tentang bagaimana kita bisa bahagia, tetapi bagaimana orang lain bahagia karena hadirnya kita disekeliling mereka. Kalian berhak juga untuk bahagia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun