Mohon tunggu...
Ris Sukarma
Ris Sukarma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pensiunan PNS

Pensiunan pegawai negeri, sekarang aktif dalam pengembangan teknologi tepat guna pengolahan air minum skala rumah tangga, membuat buku dan fotografi. Ingin berbagi dengan siapa saja dari berbagai profesi dan lintas generasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Phnom Penh Saja Bisa, Kenapa Jakarta Tidak?

22 April 2010   01:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:39 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_124001" align="alignright" width="218" caption="Instalasi Pengolahan Air di Phnom Penh (www.adb.org)"][/caption]

Hari ini (nanti malam WIB) rencananya Ek Sonn Chan, General Director PAM Phnom Penh, Kamboja akan membeberkan kisah sukses perusahaan air minum milik pemerintah kota Pnom Penh itu di depan forum Urban Water Supply and Sanitation Thematic Group di Kantor Bank Dunia, Washington DC.

Siapakah Ek Sonn Chan? Barangkali itu tidak terlalu penting, tapi bagaimana dia dapat memperbaiki pelayanan air minum kota Phnom Penh, sehingga menjadi salah satu PAM terbaik di Asia? Itu mungkin lebih menarik. Padahal kita tahu, Kamboja adalah salah satu negara berkembang yang baru bangkit dari keadaan kacau balau setelah perang saudara. Itulah yang barangkali perlu dicatat dan diketahui, dan diambil manfaatnya oleh negara kita yang sudah merdeka lebih lama dan jauh lebih maju dari mereka.

Memang Phnom Penh sudah cukup dikenal dengan kisah sukses pelayanan publiknya, termasuk dalam hal ini pelayanan air minum bagi warganya. Dan peran Mr. Chan rupanya cukup besar dalam keberhasilan itu, yang dimulainya sejak tahun 1993. Dalam kendalinya, perusahaan air minum itu sekarang mampu mendistribusikan air siap minum selama 24 jam sehari untuk 90% penduduk kota. Bandingkan dengan Jakarta yang baru sekitar 55% terlayani, dan airnya belum dapat langsung diminum. Tidak heran apabila Mr. Chan telah menerima berbagai penghargaan, diantaranya enam medali emas dari pemerintahnya, penghargaan Water Prize dari ADB tahun 2004, serta Penghargaan Magsaysay tahun 2006.

Berangkat dari kondisi bekas perang saudara dimana hanya 40% penduduk kota terlayani pada tahun 1993, dengan tingkat kebocoran 72%, sekarang penduduk kota Phnom Penh sudah 90%terlayani, dengan tingkat kebocoran hanya 6%. Publikasi ADB tahun 2007 di sini mencatat tujuh resep keberhasilan yang dimiliki PAM Phnom Penh, yang pasti sudah diketahui oleh para pengelola air minum di Indonesia, karena tidak ada hal-hal yang baru di dalamnya.

Pertama, air itu tidak gratis, jadi semua pelanggan, tidak kecuali, harus membayar air yang mereka gunakan. Kedua, tarif air minum harus bisa menutup ongkos produksi, ya jelas, karena kalau tidak, bagaimana menutup biaya operasi perusahaan? Ketiga, pengelola harus otonom, artinya Pemda tidak boleh mencampuri urusan pengelolaan perusahaan, meskipun perusahaan itu milik Pemda. Keempat, dukungan pemerintah dalam restrukturisasi tarif sangat diperlukan. Kelima, pelanggan dan masyarakat perlu dilibatkan secara aktif, dengan menjalin hubungan dengan pelanggan yang berjangka panjang. Keenam, staf yang berdedikasi penuh dan memiliki motivasi tinggi, berdisiplin, kompeten, dan memiliki teamwork yang kuat. Dan ketujuh, pemimpin yang memiliki visi untuk melakukan perubahan dan perbaikan.

Bagaimana dengan Jakarta? Dengan dua operator swasta yang mengelola air minum Jakarta sejak tahun 1998, seharusnya Jakarta bisa lebih baik. Tapi, sebagaimana dikatakan Agus Pambagio, pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen dalam tulisannya dalam DetikNews kemarin, di sini, pelayanan air minum di Jakarta ibarat bayi lahir cacat. Artinya sejak awal pengelolaan kerjasama pemerintah-swasta atau public-private partnership (PPP) ini sudah tidak benar. Penuh dengan intrik-intrik memperdayakan publik, korupsi, kriminalisasi pelayanan dsb.

Jika lahir saja sudah cacat maka dapat dipastikan seumur hidupnya akan cacat, meskipun pemiliknya berganti-ganti. Tapi Agus tidak pesimis, dia katakan bahwa kecacatan ini dapat diperbaiki asal semua pihak dalam kongsi PPP ini sadar dan berniat baik demi layanan publik yang lebih baik.

Dalam tulisan lainnya di sini,Agus menyarankan agar Pemda DKI Jakarta harus tegas tidak saja kepada kedua operator tetapi juga bersama aparat Kepolisian menertibkan pencurian air, penguasaan hidran oleh jawara di daerah krisis air bersih dan berbagai pungutan tidak resmi lainnya.

Ke tujuh resep dari Phnom Penh yang saya sebut diatas, meskipun bukan barang baru, tetap memiliki arti khusus, karena apabila dilaksanakan secara serius dan nyata, bisa menghasilkan perubahan yang berarti. Yang lebih penting lagi, bagaimana agar kita bisa memiliki niat baik untuk mau melakukan perbaikan, sebagaimana dikatakan Agus. Tanpa niat baik, rasanya semua upaya yang dilakukan akan sia-sia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun