Bawaslu akhirnya menolak tuduhan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada pemilu kali ini, khususnya pilpres. Hal ini dinarasikan dengan cukup masif oleh BPN dan para pendukungnya hingga mereka meminta Jokowi didiskualifikasi.
Namun semua tuduhan kecurangan TSM harus bisa dibuktikan dengan bukti yang kuat dan meyakinkan, bukan hanya sekedar asumsi atau klaim saja.
BPN sudah berusaha melakukan hal itu dengan melaporkan kecurangan ke Bawaslu. Sayangnya, bukti yang mereka berikan hanya beruba link berita online, bukan bukti yang kompleks berupa video, kesaksian, surat, atau dokumen-dokumen lain.
Dilansir dari detik.com (20/5/2019), anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menyatakan ada beberapa syarat untuk mengklaim kecurangan TSM hingga mampu mendiskualifikasi calon yang berkontestasi.
Pertama, bukti harus bersifat kumulatif seperti video, dokumen, dan surat pendukung lainnya. Kedua, bukti tersebut harus bisa menjelaskan bahwa sudah terjadi kecurangan secara masif, sistematis, dan terstruktur secara satu persatu.
Ketiga, harus bisa membuktikan adanya perencanaan kecurangan yang dilakukan terlapor bersama pemerintah dan penyelenggaraan pemilu. Keempat, unsur masif harus terjadi minimal 50 % dari jumlah provinsi yang ada di Indonesia atau sekitar 17 provinsi.
Dengan syarat ini, tampaknya BPN belum bisa memenuhinya sehingga laporannya ditolak. Menuduh terjadinya kecurangan pemilu secara masif, terstruktur, dan sistematis memang berat, BPN belum sanggup membuktinyannya!