Mohon tunggu...
Suga Muhammad
Suga Muhammad Mohon Tunggu... Penulis - penulis dan trainer

meninggalkan jejak pemikiran lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Prabowo dalam Bayang-bayang Delusi dan Tekanan Luar Biasa

24 April 2019   05:19 Diperbarui: 24 April 2019   05:35 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prabowo merupakan bagian dari elite di era Orde Baru. Ia masuk dalam lingkaran satu orang terkuat di Indonesia saat itu, yaitu Soeharto. Namun nasibnya berbalik 180 derajat ketika mertuanya itu tumbang. Tak hanya 'dibuang' dari keluarga Cendana, Prabowo bahkan terusir dari Indonesia. Ia kemudian membangun kembali kejayaannya di Yordania.

Pasca Reformasi, Prabowo kembali masuk ke kancah politik Indonesia untuk menjadi orang nomer satu. Sayangnya, setiap usahanya selalu gagal. Tercatat 4 kali ia mengikuti kontestasi. Pertama, pada tahun 2004 saat mengikuti Konvensi Partai Golkar, saat itu ia terdepak.

Lima tahun kemudian, tepatnya di tahun 2009, Prabowo mencoba peruntungan dengan menjadi wakil Megawati. Sayangnya, usahanya untuk meraih kursi harus kandas kembali. Kali ini SBY yang berjaya.

Tak putus asa, Prabowo yang punya kendaraan sendiri benama Partai Gerindra mencoba melawan 'bocah' yang dibesarkannya pada tahun 2014. Tak disangka, figur Prabowo yang punya latar belakang elite ternyata kalah oleh seorang tukang kayu dari Solo.

Prabowo tak putus asa. Ia mencoba peruntungan terakhir di tahun 2019 dengan melakukan rematch. Kali ini ia mendapat amunisi baru berupa sosok muda dan kaya, Sandiaga Uno. Kehadiran Sandiaga diharapkan mampu mendongkrak eletabilitas Prabowo yang cenderung stagnan.

Prabowo sebenarnya punya modal besar untuk berjaya. Pasalnya, momen pilkada Jakarta seakan menambah energi luar biasa dimana umat Islam memberikan dukungan kepadanya. Sayangnya, pesona petahana masih terlalu kuat, maka manuver lain perlu dilakukan.

Jika diamati, sejak awal kampanye, Prabowo dan timsesnya selalu membangun narasi seolah-olah mereka pasti menang dalam kontestasi kali ini. Untuk memperkuat hal tersebut, beberapa tokoh kunci di tubuh Prabowo menyatakan kekalahan Prabowo hanya bisa terjadi karena kecurangan. Rizieq Shihab dan Amien Rais menjadi motor untuk melontarkan hal tersebut.

Narasi lain yang dibangun Prabowo adalah mementahkan lembaga survei yang selalu 'menyudutkannya'. Untuk itu, ia selalu membangun narasi bahwa lembaga survei itu tukang bohong dan dibayar oleh pihak lawan.

Puncak dari itu semua adalah deklarasi kemenangan pasca pilpres digelar. Tanpa menungguh hasil perhitungan KPU, Prabowo segera mendeklarasikan kemenangannya, bahkan sampai 4 kali. Semua hasil hitung cepat lembaga survei yang memenangkan lawannya tak dianggap.

Dari rangkaian peristiwa di atas, tampaknya Prabowo mengalami tekanan berat di pilpres kali ini. Bayang-bayang kegagalan di masa lalu dan kenyataan bahwa ini peluang terakhirnya membuatnya bersikap grusah-grusuh. Menurut Pakar Psikologi Forensik UI Reza Indragiri, ekspresi berlebihan mengindikasikan adanya perasaan terkekan yang luar biasa. Deklarasi kemenangan sampai 4 kali tentunya tidak wajar, bisa jadi ini akibat tekanan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun