Mohon tunggu...
Risno Ibrahim
Risno Ibrahim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Orang Biasa

Calamus Gladio Fortior.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Kampung: Akar yang Menopang, Rindu yang Menguatkan

28 November 2024   17:33 Diperbarui: 28 November 2024   17:40 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto pohon mangga tertua di kampung Laala (Sumber foto pribadi Risno Ibrahim)

Kampung adalah tempat pertama di mana kita belajar mengenal dunia. Di sanalah setiap langkah kecil, setiap tawa lepas, dan setiap air mata yang jatuh menjadi bagian dari pembentukan diri. Kampung bukan sekadar latar kehidupan, melainkan guru yang mengajarkan kita banyak hal---tentang kesederhanaan, kebersamaan, dan keberanian menghadapi kenyataan yang tak selalu seindah mimpi.  Kehidupan di kampung adalah mozaik dari momen-momen sederhana yang tak pernah lekang oleh waktu. Ia memberi kita ruang untuk tumbuh dengan harmoni alam, menjadi saksi dari setiap pencarian makna pertama dalam hidup kita. Dalam setiap sudutnya menawarkan pelajaran yang diam-diam membentuk siapa kita hari ini.  

Namun, seiring waktu, kampung juga mengajarkan keberanian untuk melepaskan, untuk menatap kenyataan dunia luar yang keras. Kampung adalah akar yang menopang, sekaligus jembatan yang mengantar kita menuju kehidupan yang lebih luas.  

Kampung adalah ruang di mana kita pertama kali mengenal cinta kepada alam. Di sana, tanah bukan hanya tempat berpijak, tetapi bagian dari kehidupan. Dengan telapak kaki yang sering kali telanjang, kita melintasi jalan-jalan kecil yang dipenuhi rerumputan, merasakan hangatnya matahari yang menyapa pagi, dan menikmati sejuknya angin sore yang membelai wajah.  

Anak-anak di kampung belajar tentang dunia bukan dari buku, tetapi dari pengalaman. Sungai menjadi tempat pertama di mana keberanian diuji, saat kita melawan arus kecil sambil bermain air. Kebun menjadi ruang eksplorasi, di mana kita memanjat pohon dan memetik buah langsung dari dahan. Kampung mengajarkan kita bahwa kebahagiaan tidak harus dicari jauh-jauh; ia ada dalam hal-hal kecil yang sederhana.  

Dari sini, kita belajar untuk menghargai proses, untuk mencintai kerja keras. Setiap hasil kebun, adalah buah dari usaha yang panjang. Kampung mengajarkan bahwa tidak ada jalan pintas untuk mendapatkan sesuatu yang berharga. Filosofi ini, yang diam-diam tertanam di benak kita sejak kecil, menjadi bekal yang tak ternilai ketika kita menghadapi kenyataan hidup di kemudian hari.  

Kehidupan di kampung adalah tentang kebersamaan. Tidak ada ruang untuk individualisme yang dingin; semua orang adalah bagian dari sebuah komunitas. Kita tumbuh dalam pelukan tetangga yang seperti keluarga, dalam tawa bersama di malam yang ditemani lampu minyak, atau dalam gotong royong membangun rumah yang dikerjakan tanpa pamrih.  

Kampung mengajarkan bahwa kekuatan manusia terletak pada kebersamaan. Jika ada tetangga yang sakit, semua datang membantu. Jika ada hajatan, seluruh kampung bergotong royong, membawa makanan, tenaga, dan doa. Dalam kebersamaan ini, kita memahami bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri. Nilai-nilai ini, yang mendarah daging sejak kecil, menjadi kekuatan yang membantu kita bertahan di dunia yang semakin terfragmentasi.  

Namun, kebersamaan di kampung juga mengajarkan keberanian untuk mengakui kelemahan. Dalam ruang yang begitu dekat, tidak ada yang bisa menyembunyikan kepedihan. Air mata yang jatuh selalu ada yang menyeka, cerita duka selalu ada yang mendengar. Kampung adalah tempat di mana kita belajar bahwa meminta bantuan bukanlah kelemahan, melainkan keberanian untuk menerima bahwa kita adalah manusia.  

Kesederhanaan kampung adalah sekolah keberanian pertama dalam hidup. Tanpa kemewahan yang sering kali dianggap penting, kampung mengajarkan kita untuk menemukan kekuatan dalam keterbatasan.  

Ketika hujan datang dan atap rumah bocor, kita belajar untuk menambalnya dengan tangan sendiri. Ketika lampu padam, kita belajar untuk menerima gelap sebagai bagian dari malam. Semua ini melatih kita untuk menerima kenyataan dengan lapang dada, untuk tidak takut menghadapi tantangan yang datang.  

Kampung mengajarkan bahwa keberanian bukanlah tentang tidak merasa takut, tetapi tentang menghadapi ketakutan dengan hati yang teguh. Ketika kita meninggalkan kampung dan menghadapi dunia luar yang penuh persaingan, nilai-nilai ini menjadi tameng yang melindungi kita dari keputusasaan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun