Mohon tunggu...
Risman Senjaya
Risman Senjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Writer Wannabe

Writer wannabe. Hobi fotografi dan musik. Peminat novel Tere Liye dan Ika Natassa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jerat Nista

22 Desember 2020   13:58 Diperbarui: 22 Desember 2020   14:07 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Iya, Abang janji. InsyaaAllah," ucapku singkat seraya menarik tanganku.

Dua bulan setelah pertemuan tak terduga itu, Aku kembali menyambangi kota yang menjadi kampung halaman Anggi. Dihari terakhir Aku sempatkan mampir ke warung pecel tempatnya bekerja. Namun tak kutemukan sosok Anggi disana.

"Anggi kemana, Mas? Koq ngga kelihatan? Padahal saya datang kesini cuma mau ketemu dia, bukan mau makan pecel lele," candaku sambil menyerahkan sejumlah uang pada kasir.

"Dia balik lagi ke tempat kerja lamanya, Mas. Dia ngga betah kerja disini," ujar sang kasir sambil memeriksa billing pesananku, lalu memberikan uang kembalian. 

"Memangnya Anggi kerja dimana, Mas?" tanyaku. Kasir itu tak langsung menjawab. Dia tampak ragu atau mungkin sedang memilih kata. Kusebut sebuah nama tempat yang dulu sering Aku sambangi. Kasir itu mengangguk. Aku menghela nafas panjang.

"Kenapa memangnya, Mas? Ada yang mau disampaikan? Kalau mau nomor teleponnya, saya bisa berikan," ucap sang Kasir. Aku menggeleng sambil tersenyum tipis, lalu pamit dan berlalu. Ah, memang tak mudah untuk keluar dari lembah nista itu. Jeratnya masih saja bisa menggapai orang yang berusaha keluar.

***       

Laun kulajukan Honda Jazz RS-ku meretas lalu lintas kawasan Cengkareng. Lalu lintas cukup ramai jelang maghrib itu. Kubelokkan arah menuju sebuah kompleks ruko tempat Anggi bekerja. Aku keluar dari mobil dan menatap bangunan ruko tiga lantai yang berdiri dihadapanku. Logo enam huruf dengan neon warna merah seolah memanggilku. Mereka seolah merindukan teman lama.

Aku melangkah pelan dan penuh ragu. Tepat di depan pintu masuk langkahku terhenti. Faksi setan dan faksi malaikat sedang melakukan sidang pleno. Situasinya sedang deadlock sepertinya. Voting pun dilaksanakan dengan cepat. Faksi setan sedikit lebih unggul.      

Sesaat sebelum kudorong pintu masuk, kudengar kumandang suara azan maghrib. Panggilan sholat itu seolah membalikkan keadaan. Melepaskanku dari jerat licik lembah nista yang sudah lama berhasil kutinggalkan. Kupejamkan mata dan berbalik arah. Dengan langkah cepat Aku kembali menuju mobil. Tepat saat kupegang handle pintu mobil, kudengar suara wanita memanggil namaku. Wanita itu memelukku dari belakang.

"Jahat! Jahat! Bang Rifki jahat! Sudah kesini malah langsung pergi lagi!" ujarnya manja. Ah, sial! Bagaimana ini? Ah, sudahlah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun