Mohon tunggu...
Risman Senjaya
Risman Senjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Writer Wannabe

Writer wannabe. Hobi fotografi dan musik. Peminat novel Tere Liye dan Ika Natassa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Room 309 (Bagian Pertama)

8 Desember 2020   14:25 Diperbarui: 8 Desember 2020   14:54 1583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Andai Aku tak butuh uang untuk menuntaskan kuliahku, sudah kutinggalkan pekerjaan ini. Kau mau tahu apa pekerjaanku? La Viola namanya. Malu sebenarnya aku mengakuinya, tapi harus kukatakan bahwa itu adalah nama tempat hiburan. Karaoke, club, dan spa adalah unit usaha dibawah manajemen La Viola. 

Tempatku mengais rupiah adalah spa. Lebih spesifik lagi, spa khusus pria. Jujur saja aku malu bila keluarga atau kawan-kawanku tahu, aku berkerja disini. Tapi yang terpenting bagiku sekarang adalah bagaimana mempertahankan kuliahku. Disini, selain gaji aku juga mendapatkan tempat tinggal gratis.

Kau mau tahu apa yang membuatku tak betah? Hampir setiap malam Aku diganggu oleh hal-hal aneh. Mulai dari suara nyanyian dari speaker yang dalam posisi off, suara isak tangis wanita, bau amis darah, sampai pesan-pesan yang ditulis dengan lipstik di cermin. Semuanya terjadi di room 309 yang letaknya persis disebelah kamarku.

Kuceritakan apa yang kualami pada Koh Akew selaku owner. Lelaki paruh baya itu tak banyak komentar, namun Aku tahu dia menyembunyikan sesuatu. Kutanya para crew yang biasa disebut terapis, tak ada yang peduli. Hanya kudapati beberapa dari crew senior terlihat tak ingin membahas hal yang kutanya. Sebenarnya Gendis, salah satu dari mereka ingin bersuara, namun dicegah oleh yang lain. Sepertinya Aku harus menyibak misteri ini seorang diri.

Akhirnya kutemukan titik terang. Adalah Bang Japra, satpam kompleks ruko yang berani membuka suara. Ternyata tiga tahun lalu, ada peristiwa tragis terjadi di room 309. Seorang crew bernama Donna ditemukan tewas bunuh diri dengan cara memotong urat nadinya. Bang Japra tak tahu apa motifnya dan bagaimana kelanjutan kasusnya. Kasusnya sendiri ditutup rapat karena dikhawatirkan mempengaruhi bisnis di kompleks ruko itu. Satpam bertubuh gempal itu menyarankan agar Aku menanyakan lebih lanjut pada Gendis.

Kuikuti saran Bang Japra. Minggu siang itu aku menyeret Gendis yang sedang duduk santai di sofa selasar menanti tamu. Ia tampak bingung, namun beruntungnya dia tidak berteriak yang mungkin menarik perhatian crew lain. Kuseret Gendis ke caf sebelah. Kupesan dua Vanilla milkshake dan tiramisu unuk teman mengobrol.

"Jangan menyangkal! Ceritakan sejujurnya tentang Donna." Aku menatap tajam Gendis. Ini adalah obrolan rasa interogasi. Gadis cantik asal Semarang itu tak mampu menyembunyikan rasa terkejutnya. Ia melihat kiri dan kanan, seperti tak ingin keberadaannya diketahui orang lain.

"Mas Andra harus janji dulu, bahwa semua ini hanya akan menjadi rahasia kecil kita," bisik Gendis nyaris tak terdengar. Aku mengangguk. Setelahnya, Gendis bercerita tentang kasus di room 309 itu. Gendis bercerita tentang Donna dan apa yang menyebabkannya bunuh diri. Ia juga bercerita bahwa kadang sosok Donna sering menampakkan diri dan keanehan lain yang juga Aku mengalaminya. Namun Koh Akew meminta agar itu semua ditutup rapat, agar tidak mengganggu bisnisnya. Ada beberapa pertanyaan yang ingin kuajukan, namun Gendis harus melayani tamu. Malam ini Aku bertekad untuk mendatangi sosok Donna.

***           

Untuk kesekian kali Aku terbangun oleh suara itu. Nyanyian merdu yang keluar dari speaker di room 309. Aku tak tahu siapa penyanyi dan judul lagunya, yang jelas selalu membuatku merinding. Musiknya hanya petikan gitar dan liriknya berbahasa Inggris. Belakangan kutahu, lagunya berjudul Donna Donna. Penyanyi aslinya adalah Joan Baez, namun yang kudengar adalah versi Sita Nursanti. Liriknya so deep and touching. Namun mendengarkannya sendirian saat dini hari, aura mistisnya begitu terasa. Silahkan dengarkan sendiri di keheningan malam kalau tak percaya. Berani?

Setelah lagunya tak terdengar lagi, kuseret langkah keluar kamar. Perlahan kusibak tirai room 309 dan memberanikan diri masuk kedalam. Nafasku tercekat melihat penampakan sesosok gadis berambut panjang kecoklatan membelakangiku. Sosok itu berdiri di depan cermin namun tak ada pantulan bayangnya. Gaun hijaunya tampak lusuh memberi kesan angker. Tangan kirinya memegang lipstik sedang tangan kanannya memegang cutter. Dari benda tajam itu menetes darah segar. Bau anyir darah menyengat indera penciumanku.

"Namamu Donna, kan?" tanyaku dengan suara bergetar. Sosok itu lalu berbalik dan menatapku. Sebagian wajahnya tertutup rambut panjangnya. Bibirnya berhias lipstik dengan warna yang pudar. Walau pun terlihat pucat, masih terlihat sisa-sisa kecantikan dari wajah ovalnya. Sosok itu lalu berjalan gontai mendekatiku. Ia lalu menyeringai memperlihatkan barisan giginya yang rapi dengan dua taring layaknya drakula.

Aku mundur selangkah. Hawa jahat dari sosok di depanku semakin kuat kurasa. Kuucap ta'awudz berulang kali dalam hati. Aku memohon perlindungan pada Allah SWT dari kekuatan jahat makhluk dihadapanku.

Sosok itu menjatuhkan cutter dan lipstiknya, lalu dengan gerakan cepat ia mencekik leherku dengan kedua tangannya. Kurasakan hawa dingin menyergap. Ia lalu mengangkat tubuhku dan membenturkannya ke dinding. Matanya berubah menjadi merah menyala dan menatapku tajam. Aku berusaha memberontak dengan mencengkram kedua tangannya, namun sia-sia. Kedua tangan dingin itu tak bergeser sedikit pun. Aku mulai kehabisan nafas. Bahaya!

 "Pergi! Cepat pergi dari sini! Atau seseorang akan mati bersimbah darah!" sergah sosok itu dengan nafas memburu.

Sebelum Aku mencerna apa yang dikatakannya, kurasakan tubuhku semakin lemas. Sosok itu lalu menghempaskan tubuhku ke lantai. Kepalaku membentur lantai dengan keras. Kurasa darah mengalir dari kepalaku. Antara sadar dan tidak, kulihat sosok itu menuliskan sesuatu di cermin dengan lipstik.

Kurasa sakit luar biasa pada leher dan kepalaku. Setelah itu pandanganku semakin kabur. Dengan sisa-sisa tenaga, coba kuraih gagang telepon. Belum sempat kuraih, segalanya menjadi gelap. (Bersambung ke bagian kedua)    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun