Mohon tunggu...
Risman Senjaya
Risman Senjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Writer Wannabe

Writer wannabe. Hobi fotografi dan musik. Peminat novel Tere Liye dan Ika Natassa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengkhianat dalam Pelarian

24 November 2020   11:16 Diperbarui: 24 November 2020   11:22 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suara ketukan keras itu telah merusak nyenyak tidur Subandi. Ketukannya seperti ingin menagih hutang. Awalnya ia mengira itu hanya bunga tidurnya saja, ternyata ia salah. Itu adalah suara pintu kamarnya digedor. "Ah, siapa pula pagi-pagi begini bertamu. Ngga punya otak!" begitu benaknya.

"Iya tunggu sebentar," jawab Subandi sembari bangkit dari ranjang lalu mencuci muka sekadarnya. Lalu dibukanya pintu kamar kontrakan dan ternyata yang datang adalah tiga orang berbadan tegap dan berambut cepak. Tak satu pun dari mereka dikenal oleh Subandi.

"Selamat pagi, anda saudara Subandi?" tanya salah satunya yang berjaket kulit warna coklat.

"Iya, saya Subandi. Maaf, anda bertiga ini siapa? Saya tidak mengenal kalian semua," ujar Subandi sembari mengamati mereka satu persatu. Firasatnya mengatakan hal buruk akan menimpanya. Tiga orang dihadapannya bisa jadi pesaing bisnisnya atau lebih buruk lagi, Polisi.

"Kami bertiga dari Kepolisian Resort Jakarta Barat. Saudara kami tahan untuk kasus pengedaran narkotika. Silahkan ikut kami ke kantor dan jelaskan semuanya disana!" tegas pria berjaket coklat. Lalu ia memberi kode kepada dua rekannya untuk menangkap Subandi.

Tanpa perlawanan Subandi ditahan dan dibawa ke kantor polisi. Kedua tangannya diborgol dan dibawa kedalam sebuah mobil minibus. Sepanjang perjalanan menuju kantor polisi, Subandi hanya bisa menerka-nerka. Siapa gerangan yang telah tertangkap dan memberikan namanya pada polisi. 

Subandi sangat yakin bahwa ia menjalankan bisnisnya dengan rapi. Mustahil bisa diendus oleh aparat dengan mudah. Semuanya masih menyisakan tanda tanya besar dalam diri Subandi. Dari pada berasumsi, Subandi memutar otak untuk bisa lepas dari tahanan.

Disana ia diinterogasi terkait peredaran narkotika jenis shabu. Ia dicurigai masuk dalam jaringan pengedar shabu kelas kakap. Salah satu kurir telah ditangkap, dan di gawainya masih tersimpan riwayat komunikasi yang dicurigai adalah transaksi narkoba, termasuk dengan Subandi. 

Beruntung bagi Subandi yang tertangkap adalah kroco alias kasta rendahan. Dia jelas tidak pernah bertemu langsung dengan Subandi atau yang dikenal sebagai Chivas Regal di jaringan narkoba Black Rose.

Subandi pandai berkelit. Ia menjawab belasan pertanyaan polisi dengan jawaban yang tak sebenarnya. Dipikirannya adalah bagaimana caranya keluar dari tempat ini. Ia harus menghilangkan bukti-bukti dirinya terlibat jaringan narkoba yang menguasai barat Jakarta. 

Gawai miliknya yang disita oleh polisi, bukanlah gawai yang biasa ia pakai untuk transaksi narkoba. Gawai untuk transaksi narkoba, masih tersimpan di apartemen yang ia sewa di daerah Pantai Indah Kapuk. Daftar transaksi dan anggota jaringannya juga masih tersimpan di laptop.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun