Mohon tunggu...
Risma Nadya
Risma Nadya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Belajar

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Antara MBKM Kampus Mengajar, Pendidikan Era 5.0, dan Masyarakat Daerah 3T

15 Juni 2021   11:39 Diperbarui: 15 Juni 2021   12:08 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Oleh: Vina Serevina, Elang Fatahillah, Nurul Lailiyah, Risma Nadya Kamalil Hilwa 

MBKM UNJ – UNNES

Meningkatnya konektivitas, interaksi serta perkembangan sistem digital, kecerdasan buatan, dan virtual adalah pertanda dunia telah memasuki era revolusi industri 5.0. Dengan semakin menyatunya batas antara manusia, mesin dan sumber daya lainnya, teknologi informasi dan komunikasi tentunya berdampak pada berbagai sektor kehidupan salah satunya adalah sistem pendidikan. 

Pendidikan dulu yang hanya berfokus pada baca, tulis dan matematika perlu diperbarui sesuai dengan kebutuhan era revolusi industri 5.0. Berbagai kemampuan yang diperlukan untuk menghadapi kebutuhan era revolusi industri 5.0 diantaranya kemampuan untuk membaca, analisa dan menggunakan informasi dari data dalam dunia digital, memahami sistem mekanika dan teknologi dalam dunia kerja, berinteraksi dengan baik, tidak kaku, dan berkarakter. Meningkatkan penggunaan teknologi sebagai alat bantu pendidikan diharapkan mampu menghasilkan peserta didik kreatif, inovatif, serta kompetitif yang dapat mengikuti perubahan zaman. 

Pendidikan 5.0 adalah tanggapan terhadap kebutuhan revolusi industri 5.0 di mana manusia dan teknologi diselaraskan untuk menciptakan peluang-peluang baru dengan kreatif dan inovatif. Menurut Fisk (2017) sebagaimana dikutip oleh Aziz Hussin, ada sembilan tren atau kecenderungan terkait dengan pendidikan 5.0, yakni sebagai berikut. 

Pertama, belajar pada waktu dan tempat yang berbeda. E-learning memfasilitasi kesempatan untuk pembelajaran jarak jauh dan mandiri. Kedua, pembelajaran individual. Siswa akan belajar dengan peralatan belajar yang adaptif dengan kemampuannya. Ketiga, siswa memiliki pilihan dalam menentukan bagaimana mereka belajar. Siswa akan belajar dengan perangkat, program dan teknik yang berbeda berdasarkan preferensi mereka sendiri. Empat, pembelajaran berbasis proyek. Lima, pengalaman lapangan. Siswa perlu untuk memperoleh keterampilan dunia nyata yang mewakili pekerjaan mereka melalui pengalaman lapangan seperti magang, proyek dengan bimbingan dan proyek kolaborasi. 

Enam, interpretasi data. Siswa dituntut memiliki kecakapan untuk menerapkan pengetahuan teoritis ke angka-angka, dan menggunakan keterampilan mereka untuk membuat kesimpulan berdasarkan logika dan tren data. Tujuh, penilaian beragam. Pengetahuan faktual siswa dapat dinilai selama proses pembelajaran, dan penerapan pengetahuan dapat diuji saat siswa mengerjakan proyek mereka di lapangan. Delapan, keterlibatan siswa. Pendapat siswa dipertimbangkan dalam mendesain dan memperbarui kurikulum. Terakhir,mentoring Pendampingan atau pemberian bimbingan kepada peserta didik menjadi sangat penting untuk membangun kemandirian belajar siswa. 

Namun seiring dengan penerapan pendidikan pada era 5.0 yang berjalan pada masa sekarang (terutama setelah terjadinya pandemi), hambatan-hambatan masih saja terlihat pada beberapa daerah di Indonesia, khususnya daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal). Hambatan-hambatan tersebut diantaranya adalah adanya kesenjangan digital, kurang mendukungnya infrastruktur, serta sumber daya manusianya juga belum siap. 

Kesenjangan digital yang terjadi diantaranya adalah belum adanya akses internet pada daerah tersebut serta keterbatasan kepemilikan gawai yang mendukung. Adanya kesenjangan digital ini menjadikan salah satu ‘ciri’ pendidikan 5.0 yaitu E-Learning tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya adalah kurang mendukungnya infrastruktur. Infrastruktur disini berkaitan dengan kepentingan publik seperti belum tersalurkannya listrik pada suatu daerah dengan maksimal. 

Bagaimana bisa suatu daerah dikatakan mampu untuk melaksanakan pendidikan 5.0 yang identik dengan teknologi ini jika kebutuhan utama untuk terhubung dengan teknologinya saja masih belum memadai. Hambatan yang ketiga adalah sumber daya manusia yang belum siap untuk menerima teknologi. Minimnya pelatihan penggunaan aplikasi pembelajaran bagi guru dan siswa di daerah 3T, guru senior yang masih gagap teknologi, serta orang tua dengan latar belakang pendidikan yang relatif rendah masih belum mampu menjadi pengganti guru pada daerah tersebut menjadikan pembelajaran dengan menerapkan pendidikan era 5.0 menjadi kurang maksimal. 

Beberapa hal seperti kesenjangan teknologi maupun keterbatasan infrastruktur merupakan dua unsur yang tidak dapat diubah secara serta-merta oleh masyarakat. Karena itulah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menghadirkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (Program Kampus Mengajar) yang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk ‘mempersiapkan sumber daya manusia’ di daerah 3T agar tetap dapat melaksanakan pendidikan pada masa pandemi ini dengan baik dan optimal serta sejalan dengan penerapan pendidikan di era 5.0.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun