Mohon tunggu...
windu
windu Mohon Tunggu... Administrasi - pro populi discimus

Bondowosoans

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan Itu, Ibu

26 Desember 2020   12:26 Diperbarui: 26 Desember 2020   12:49 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 Tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur, memutuskan pada pasal satu poin ke enam berbunyi Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Bisa jadi, Hari Ibu merupakan hari yang istimewa bagi beberapa ibu setelah hari ulang tahunnya. Memang pada dasarnya mencintai ibu tidak harus setiap tanggal 22 Desember tersebut. Namun, dengan adanya peraturan Hari Nasional Bukan Hari Libur, dapat dijadikan momen kebersamaan merayakan bersama ibu tercinta.

Banyak cara untuk mengepresikan kecintaan pada ibu di Hari Ibu yang telah ditetapkan pemerintah. Beberapa keluarga mengepresikan dengan cara sang ibu tidak boleh masak dan beres rumah, karena digantikan oleh anak-anaknya. Ada yang mengeperesikan swafoto sambil makan, memberi bunga, bersalaman dengan ibu mereka. Lebih memberikan efek menyedihkan ketika para anak yang mengenang sang ibu sembari memberikan doa di atas persemayaman terakhir ibu mereka.

Bermacam bentuk ekspresi yang ditunjukan untuk merayakan Hari Ibu Nasional, tidak ada masalah untuk mereka yang tidak ikut merayakan dengan alasan tertentu. Karena zaman serba keberlimpahan teknologi sekarang ini salah satu cara dengan mengekspresikan kecintaan terhadap ibu mereka dan diunggah pada media sosial merupakan sesuatu yang lumrah. Boleh jadi, dahulu kita hanya menikmati perayaan setahun sekali ini dengan kelopak mata dan direkam oleh otak kita sendiri.

Perlu ketahui bersama, bahwa Hari Ibu yang kita kenal sekarang ini berawal dari kisah perempuan Amerika Serikat bernama Anna Maria Jarvis, perempuan yang dikenal sebagai pencetusnya Hari Ibu di Amerika Serikat. Sekalipun Ana harus mengakhiri hidupnya secara tragis karena protes kekecewaannya terhadap politisasi Hari Ibu yang menurutnya telah keluar dari esensinya. Ana berpendapat, Hari Ibu merupakan ungkapan berkabung bagi para perempuan yang ditinggal oleh suaminya pada masa perang dunia bukan ladang konsumerisme dengan memberi hadiah, ataupun makan-makan seperti yang kita kenal sekarang.

Sementara di Indonesia, Hari Ibu lebih menyoroti peran perempuan ikut dalam membangun bangsa. Ada tiga kali perhelatan Kongres Perempuan di Indonesia, Kongkres yang pertama dilaksanakan pada 22 Desember 1928, kongres pertama ini lah yang akan menjadi cikal bakal ditetapkannya Hari Ibu. 

Latar belakang Kongres Perempuan yang pertama ialah ingin membangun kesadaran kolektif pada setiap perempuan di Indonesia untuk memperjuangkan haknya. Kongres yang berawal dari beberapa organisasi perempuan dari Sumatra dan Jawa berkumpul dan dihadiri 600 orang dari 30 organisasi perempuan, berdiskusi serta menyatukan pendapat di Dalem Jayadipuran, Yogyakarta. Hingga mereka semakin kuat tergabung dalam organisasi yang lebih besar, yaitu Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII).

Kemudian pada Kongres Perempuan III, 22-27 Juli 1938 di Bandung menghasilkan kesepakatan yang menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Pemilihan tanggal 22 Desember tersebut bertepatan dengan kongres pertama mereka yang diselenggarakan pada tanggal 22 Desember 1928. Hasil dari Kongres Perempuan III langsung disetujui oleh Presiden Sukarno dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 Tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur bahwa 22 Desember resmi menjadi Hari Nasional. Dengan ditetapkannya Hari Ibu, artinya negara mengakui perjuangan perempuan sebagai bagian dari perjuangan bangsa yang tercermin dalam semangat Sumpah Pemuda 1928.

Kenapa Hari Ibu?

Ibu, setiap bayi  yang lahir, terlahirkan dari manusia yang memiliki rahim pada organ tubuhnya. Setiap pemilik rahim ialah perempuan, setiap perempuan belum tentu  seorang ibu. Satu yang pasti, mau nanti bayi yang terlahir akan menjadi pembeda kelak setelah dewasa, atau tumbuh menjadi manusia tanpa nilai, semua sama. Sama terlahir dari seorang ibu. Dari ibu pula, madrasah pertama bagi anak-anaknya. Maka dari itu, pemilihan Hari Ibu tidak serta merta sebuah eksklusifitas tanpa melihat realitas, bahwa ibu juga perempuan.

Penetapan Keputusan Presiden tersebut sudah sangat tepat. Karena Presiden Sukarno mampu membaca, ketika Susan Blackburn dalam bukunya yang berjudul Kongres Perempuan Pertama menjelaskan isu yang didiskusikan selama kongres pertama ialah isu perbaikan gizi dan kesehatan ibu dan anak, pendidikan anak perempuan sampai perkawinan anak. 

Ibu yang sehat akan melahirkan anak yang sehat pula. Hal ini akan menjadi salah satu penyemangat Presiden Sukarno yang memiliki gagasan "berilah aku sepuluh pemuda maka akan aku guncangkan dunia". Maka setiap bayi yang lahir di Indonesia harus sehat, harus mampu mengenyam pendidikan sebagai landasan kemajuan sebuah bangsa yang dapat dinilai dari kultur pendidikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun