Mohon tunggu...
riska nuraini
riska nuraini Mohon Tunggu... Ahli Gizi - suka menolong orang

seorang yang senang membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kurikulum Anti-Radikalisme adalah Penekan Penyebaran Paham Radikal

21 November 2017   15:47 Diperbarui: 21 November 2017   15:58 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: antarafoto.com

Survey Pew Research Center di tahun 2015 lalu menyatakan bahwa sekitar 10 juta warga Indonesia mendukung ISIS (Islamic State in Iraq and Syria). Yang membuat sedih bahwa sebagian dari mereka adalah anak-anak muda  yang berumur belasan tahun dan belum menikah.

Fakta di tanah air memang menunjukkan bahwa faham radikal telah berkembang sangat pesat dan menembus koridor kurikulum pendidikan formal dan non formal.  Banyak cara bagi pembawa (agen) faham ini untuk menyebarkan ke pihak-pihak yang seharusnya tidak dipengaruhi.

Sekolah-sekolah menengah tingkat atas dan tingkat pertama seringkali terkontaminasi faham ini melalui mentor-mentor ekstra kurikuler yang berlangsung jauh dari pengawasan formal.  Para mentor seringkali bukanlah guru yang mengetahui koridor-koridor pembelajaran ilmu pokok dan ekstra kulikuler. Mereka (para mentor) itu merekrut siswa-siswa yang dapat dipengaruhi dan menjadikan mereka radikal. Hal ini diperarah dengan bebas diperolehnya faham radikal yang ada di situs-situs radikal. Situs-situs seperti ini masih relatif gampang diakses oleh para siswa ini.

Sebenarnya kita sudah punya dasar negara yang cukup baik dan kuat yaitu Pancasila dan UUD 1945. Seperti kita tahu bersama, Pancasila diambil dari kekayaan budaya, adat  yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Perbedaan ini tidak saling menegasikan tapi justru saling memperkuat dan memperlengkapi. Dengan adanya Pancasila membuat kita sadar bahwa perbedaan adalah hal yang perlu kita terima dan harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan hal negatif tapi justru positif.

Menerima dan menghargai perbedaan adalah tanda kebesaran hati dan bahwa kita tidak berfikir secara sempit. Bagaimanapun perbedaan adalah keniscayaan bagi Indonesia.  Dengan begitu membuat kita sadar pada kita dan keberadaan orang lain.

Hal ini menyebabkan dirasa perlu untuk memberi penekanan pada anti radikal pada kurikulum pendidikan kita, di tingkat sekolah menengah pertama, menengah atas sampai perguruan tingi.  Kurikulum anti radikal memberi penekanan bahwa negara kita terdiri dari bermacam suku bangsa sehingga dimungkinkan banyak perbedaan dan menghindarkan kita dari pendangan sempit terhadap sesuatu.

Dengan begitu, para guru dan dosen juga dapat dikontrol sehingga pengajaran oleh para mentor yang jauh dari pengawasan sekolah bisa diminimalisir. Dengan begitu angka pelajar dan mahasiswa yang bersimpati pada ISIS juga dapat dikurangi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun