Mohon tunggu...
Ririn  Erviana
Ririn Erviana Mohon Tunggu... Guru - Blogger

Perempuan yang Suka Menulis dan Belum Menjadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jadi Mahasiswa Bukan Hamasiswa

15 Mei 2018   13:55 Diperbarui: 15 Mei 2018   13:59 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa merupakan satu elemen masyarakat yang katanya punya banyak kesempatan melakukan perubahan. Meskipun melakukan perubahan sebenarnya tidak harus menunggu jadi mahasiswa juga. Tapi sepertinya pada usia dan wilayah kampus sebagai mahasiswa tentu sebuah kesempatan besar untuk melakukan banyak hal. Tapi sekarang ini yang terjadi justru sebaliknya, yang muncul ke permukaan adalah hamasiswa. 

Sebagaimana hama yang selalu meresahkan para petani, demikian juga dengan hamasiswa yang lebih banyak meresahkan masyarakat daripada menyelesaikan problema masyarakat.  Dunia perkuliahan memiliki berbagai bentuk jika dipandang dari sudut pandang yang berbeda. Apalagi yang memandang kalangan menengah ke bawah, sebagaimana sebuah benda jika hanya dipandang dari sudut bawah atau samping, tentu saja akan sempurna jika dipandang dari atas.

Seperti halnya ketika akan memotret suatu objek dengan kamera. Akan berbeda bentuk dan angel antara pemotretan dari bawah, atas, samping kiri dan kanan. Tetapi hasil dari gambar itu tetap menggambarkan objek yang dipotret meskipun berbeda satu salam lain. Begitu juga dengan dunia kampus atau perkualiahan. Bagi warga desa perkuliahan dipandang sebatas menyelesaikan studi dengan orientasi embel-embel tiga huruf di belakang nama. 

Menurut pandangan masyarakat Seseorang dianggap sukses kuliahnya jika selesai tepat waktu, pulang ke kampung mendapat pekerjaan tidak jauh dari rumahnya. Misalnya menjadi guru, bekerja di perusahaan, atau bekerja di bank. "Anaknya si anu itu lo, lulus cepet dan langsung dapet kerja begitu wisuda?". Sementara itu mereka menilai mahasiswa yang tidak lulus-lulus itu dianggap bandel. 

Tidak kasihan dengan orang tua yang harus menanggung biaya Uang Kuliah Tunggal lebih lama, padahal seharusnya sudah bisa memberi gaji pertamanya jika sudah wisuda dan bekerja. Mahasiswa tidak kunjung wisuda juga dipandang tidak bisa dewasa, karena sudah sebesar itu, usia sudah setua itu seolah tidak mikir akan kebutuhan orang dewasa yangs seharusnya bisa dipenuhi sendiri.seperti itulah kira-kira pandangan orang-orang di sekitar tempat tinggalku.

Berbeda dengan itu, orang-orang terpelajar akan memandang lain para mahasiswa yang tidak bisa lulus tepat waktu. Mereka lebih analitik mengidentifikasi latar belakang mengapa seorang mahasiswa memutuskan untuk lulus terlambat. 

Tidak semata-mata mahasiswa itu pemalas atau bodoh. Beberapa orang barangkali memilih untuk membangun jaringan lebih luas ketika menjadi mahasiswa, sehingga eman-eman ketika harus meninggalkan status mahasiswa dengan cepat. 

Khawatir tidak bisa membangun jaringan lebih luas lagi jika sudah tak menjadi mahasiswa. Atau seseorang yang memutuskan wisuda belakangan sebenarnya malah sudah memulia kariernya terlebih dahulu ketimbang yang lain. Sehingga ketika sudah lulus sudah tidak mengandalkan lembaran kertas untuk diajukan ke sana kemari.

Selanjutnya adalah bagaimana mahasiswa mampu mengelola perspektif orang lain di sekitarnya yang notabene punya latar belakang pendidikan yang berbeda. Baik dalam bentuk edukasi maupun aktualisasi diri untuk memperbaiki citra mahasiswa di mata masyarakat. Selain itu, peran nyatanya dalam membangun desa juga harus lebih digencarkan tidak hanya asyik dengan dunia akademis yang kemudian fungsinya hanya sebagai menara gadinnnnng.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun