Suara-suara itu memenuhi ruang pendengaran Nila. Memang bukan berupa teriakan keras. Tidak menggelegar. Justru hanya berupa nada-nada lirih berulang-ulang, namun mungkin sudah hampir satu jam nyaris tanpa henti.
“Tapi mama nggak siap, pa! Mama nggak mau! Nggak suka!” Kemudian Nila mendengar mamanya kembali menangis. Sedih sekali. Bercampur sedikit kemarahan dan rasa putus asa. Tubuh kecilnya bahkan sampai ikut terhempas keras ke kiri dan ke kanan mengikuti guncangan isak tangis beliau. “Tolong pa, mama nggak siap… Mama lebih suka dia nggak usah ada dulu..”
Tak banyak Nila mendengar papanya bersuara menimpali. Mungkin ia itu juga bingung menyikapi keadaan. Atau sedih melihat sikap istrinya. Atau bisa jadi iapun sebenarnya sedang marah dan kecewa pada diri sendiri. “Ya harus gimana lagi, ma.. ini kenyataan. Memang bukan maunya kita, tapi maunya Tuhan..”
“Tapi mama nggak bisa terima! Mama belum siap menjalani ini lagi pa…”
Sakit bagi Nila yang hanya bisa mendengar dari sebuah ruang gelap dan sempit. Entah mereka menyadari atau tidak. Seandainya saat itu Nila sudah punya dua tangan yang bisa ia gerakkan untuk menutup telinganya rapat-rapat. Atau seandainya ia sudah punya mulut yang bisa digunakan untuk menyanyikan lagu rock keras-keras supaya pembicaraan dua orang dewasa itu tak perlu ikut didengarnya...
“Maafkan Nila, mama..” dalam ketidakmengertian, jiwa yang terlanjur terperangkap dalam tubuh yang belum terbentuk sempurna pada rahim ibunya itu hanya bisa berbisik lirih. Penuh kebingungan, tapi ia sudah harus ikut merasa bertanggungjawab atas sebuah kemarahan serta kesedihan. Jadi tak perlu berharap sebuah senyum bahagia akan menyambutmu diluar sana nanti, Nila.. sejak dini iapun mulai menyiapkan dirinya sendiri.
—
Mas Bimo belum genap berusia 3 tahun dan mbak Sari baru akan memasuki usia 2 tahun beberapa bulan lagi, saat akhirnya Nila “terpaksa” hadir di muka bumi. Merepotkan, sudah pasti. Mengurus 3 orang anak batita dalam waktu bersamaan, dengan kondisi perekonomian keluarga yang masih sangat seadanya, Nila kecil seperti sudah paham betapa sulitnya posisi kedua orangtua mereka, terutama mamanya.
Tak banyak menuntut perhatian, tak banyak meminta apapun. Konon menurut cerita, sejak kecil Nila lebih banyak diam saat marah, sedih ataupun sakit. Seperti sengaja tak ingin berbagi karena takut semakin merepotkan. Dibesarkan bersama-sama dengan Mas Bimo, sang putra pertama yang seperti “pangeran” dalam keluarga, lalu ada pula Mbak Sari yang cantik, lincah, cerdas, ceria dan selalu pintar menarik perhatian semua orang.. kata beberapa orang terdekat, Nila punya karakter sebagai “si kuat” (atau justru sebenarnya “si rapuh”?) dan lebih suka merahasiakan semua perasaannya di dalam hati..
Anyway, welcome to the world, Nila… like it or not, you are here now. Good luck.
(Bersambung, Kan ceritanya serial..)