Mohon tunggu...
Suripman
Suripman Mohon Tunggu... Akuntan - Karyawan Swasta

Pekerja biasa, menulis alakadarnya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menimbun, Bahagiakah?

30 Oktober 2019   13:00 Diperbarui: 30 Oktober 2019   13:13 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://elihalpin.com/

aku melihat pohon itu berbuah
beribu, bahkan berjuta, jatuh begitu saja ke tanah
tak pernah dipetik, sekedar mengundang mata mendelik

aku juga melihat penampungan air yang tumpah
terus diisi, tak pernah berhenti, meluber sia-sia
tak pernah direguk, hanya mendatangkan karat dan lapuk

dan lihatlah, bagaimana pohon dan tampungan itu dijaga
dalam istana, siang-malam, dengan seragam dan senjata, dukun dan mantera
untuk nama? untuk tahta, atau untuk apa?

setiap buah yang jatuh membuat gelisah
air melimpah tetap tak mampu menuntaskan dahaga
bahagia tak mendekat, curiga dan kuatir malah menjerat!

tanpa kesejatian, yang mendekat adalah kepentingan
tiada ketulusan, yang datang adalah pamrih dan hitungan
lalu untuk apa? keharuman gelimang fatamorgana?

sementara anak gembala, bahagia dengan serulingnya
anak petani gembira dengan seekor belut tangkapannya
dan anak-anak kota bermain bola di aspal dengan ceria

ah..., andai saja engkau mengerti,
bahwa sesungguhnya, buah manis dan air sejuk yang kau cari,
hanya ada di dalam  hati ikhlas yang mampu berbagi.

Jakarta, 30 Oktober 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun