Mohon tunggu...
Arif Rahman
Arif Rahman Mohon Tunggu... -

nothing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pandora 16

30 Juli 2012   06:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:27 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelopak mataku sudah terasa begitu berat untuk dibuka.  Padahal waktu masih menunjukkan pukul sembilan malam. Ah... semoga saja aku bisa mendapatkan penumpang sebelum aku mengakhiri tarikan ojekku hari ini. Baiklah.., aku akan menunggu sepuluh menit lagi di pangkalan ini. Jika memang tidak ada penumpang yang ingin naik ojek lagi, aku memutuskan untuk pulang saja. Meski dalam hati aku takut mengecewakan istriku karena jumlah penghasilanku hari ini sungguh masih sangat jauh dari kata memuaskan. Namun mataku sepertinya memang sudah tidak bisa diajak kompromi lagi, dan ingin segera beristirahat. “bisa anterin Saya ke terminal?” Kulihat seorang bapak bapak dengan pakaian serba putih tiba-tiba sudah berdiri di depanku, mungkin karena aku sudah terlalu mengantuk, makanya aku tidak menyadari kedatangan beliau. Agak janggal juga melihat pakaian yang dikenakan bapak itu, sekilas penampilan beliau mengingatkanku pada pasien-pasien  di rumah sakit. “tarifnya 20 ribu” Bapak itu tidak menawar lagi dan langsung saja duduk membonceng denganku. Ha,, lumayan lah penghasilan terakhir untuk hari ini. Biasanya tarif pasaran dari pangkalan ojek ini ke terminal Cuma 15 ribu, Tapi...  karena beliau sama sekali tidak menawar, ya.. apa boleh buat. Humm.. biar lebih banyak untungnya, aku memilih jalan pintas yang tidak biasa dilalui orang lain agar rute yang dilalui bisa lebih singkat. Yang tentu saja itu berarti bahan bakar yang digunakan juga akan lebih sedikit, dan aku jadi lebih hemat. “Malam-malam gini ngapain ke terminal pak?” Iseng aku membuka pembicaraan biar suasana tidak kaku. Jujur aku agak sedikit takut melewati jalan alternatif yang begitu sunyi dan tanpa ada rumah penduduk ini. Bapak itu diam saja, mungkin tidak mendengar ucapanku tadi. Aku mencoba mengulangi pertanyaanku dengan suara yang sedikit lebih keras. “Saya ingin naik bus ini” katanya. Beliau mengeluarkan secarik kertas yang ternyata adalah sebuah tiket bus. Aku melirik pada tulisan tiket itu.. Pandora Jaya Kertulaga Indah, kursi nomor 16. Hm.. seumur-umur aku belum pernah mendengar nama Bus itu. Aku melihat kembali ke tiket tersebut untuk mencari tujuan keberangkatan, anehnya di tiket itu sama sekali tidak tertulis kota tujuannya. Ingin aku menanyakan lebih lanjut kepada penumpang yang bersangkutan, namun hal itu urung aku lakukan mengingat sepertinya bapak ini seperti tidak ada hasrat untuk diajak ngobrol sama sekali. “tunggu, dada ku sakit. berhenti!!” Mendadak Bapak itu merintih sambil memegangi dadanya. Secara reflex aku langsung menghentikan motorku untuk melihat keadaan beliau. Bapak itu sepertinya sedang menahan sakit yang luar biasa di bagian dada. Muka beliau terlihat begitu pucat, aku tak sanggup memandangi wajah beliau. “Cukup, ini tiketnya buat kamu. Ambil!! Tinggalkan aku sendiri disini!!” Beliau berkata seperti itu sambil memasukkan tiket bus tersebut ke kantong jaketku. Tentu saja sebagai manusia yang bertanggung jawab aku tak bisa meninggalkan beliau. Aku tak bisa menuruti kehendak Bapak itu, tiket di kantong jaketku aku keluarkan lagi dan aku berikan kembali ke Bapak itu. Sedetik kemudian, aku sudah memacu motorku dengan kecepatan tinggi. Bukan untuk tujuan  terminal seperti awalnya, tapi berubah haluan menuju rumah sakit terdekat. Bapak itu masih saja meringis kesakitan, keseimbangan tubuh beliau mulai goyah. Yang tentu saja mempengaruhi kelincahanku dalam membawa motor. Aku tuntun tangan beliau agar memeluk pinggangku agar beliau tidak terjatuh. Aku bisa dengan jelas merasakan nafas beliau yang terhengal di belakangku. Tepat di belakang leherku...  dingin. Sesekali beliau terbatuk, dan kemudian bernafas lagi dengan begitu berat..  Aku rasakan nafas beliau terdengar seperti nafas hewan-hewan buas, namun terasa begitu dingin ketika terhembus ke belakang leherku. Motorku melaju semakin cepat, ketika hampir melewati daerah terminal, tak disangka tiba-tiba bapak itu meraung-raung. Aku tak dapat mengendalikan keseimbangan motorku lagi, lebih parahnya kurasakan bapak itu membuka mulutnya seperti ingin menggigit leherku. Dan benar saja, dengan brutal bapak itu menggigit bagian samping leherku seperti vampir yang sedang menghisap darah mangsanya. Aku tak dapat mengendalikan motorku lagi karena terkejut dengan rasa sakit itu. Keseimbanganku goyah... kurasakan dunia ini seperti berputar-putar, aku tak dapat berpikir atau merasakan apa apa lagi...  dan tiba-tiba saja dunia menjadi ............................ gelap. ***** “mas... bangun!!” Aku terperanjat. Kulihat seorang wanita cantik berdiri di dekat motorku. Apakah ia bidadari? Apakah aku sudah di surga? Aku melihat ke sekelilingku untuk menikmati keindahaan surga. Nyatanya, yang kulihat hanya pepohonan biasa dan sebuah tulisan pangkalan ojek. Sialan!!,  Rupanya aku ketiduran dan mimpi buruk!! Aku melirik jam tanganku. Setengah sepuluh lewat dikit! Berarti ada setengah jam aku tertidur tadi. Teman teman tukang ojek yang lain sudah tidak ada lagi, mungkin mereka sudah pulang ke rumah masing-masing atau mungkin juga mendapat tarikan penumpang. “bisa anterin saya ke terminal mas?” Hah? Tiba-tiba saja aku teringat pada mimpi burukku tadi. Entah kenapa aku merasakan mimpiku tadi terasa nyata sekali. Bahkan gigitan bapak gila itu seperti masih terasa di leherku. “berapa?” “15 ribu neng” “bisa kurang mas?” “hehe.. itu udah pasarannya neng” Dia mengangguk setuju..  akupun mulai menghidupkan motorku dan dengan segera wanita itu duduk memboncerng di belakangku. Kamipun berangkat menuju terminal. Aku memutuskan untuk melewati jalan raya saja, entah kenapa perasaanku begitu tidak enak jika harus melewati jalan alternatif seperti dimimpiku tadi. Bayangan tentang bapak penghisap darah tadi seolah terus menghantui diriku. Mungkin itu memang sebuah pertanda agar aku tidak melewati jalan sepi itu di malam ini. Kami masih saja berboncengan menuju terminal. Agak lebih jauh memang.. tapi setidaknya aku berpikir jalanan ini cukup aman karena terang dan banyak toko serta rumah penduduk. Meski kurasa agak janggal karena malam ini jalanan cukup sepi tanpa ada pengendara yang lain. Eh, tunggu.. Jam berapa ini?? Kok jalanan jadi sepi begini? Bukankah ini jalan besar yang biasanya tidak pernah sepi dengan pengendara? Aku melirik jam tanganku. Masih jam setengah sepuluh lebih dikit. Loh? Aku baru sadar kalau ternyata jam tanganku ini mati. Kacanya juga retak. Berarti sekarang ini sudah jam berapa sih? “mas, bisa cepetan dikit ga? Bus saya sebentar lagi berangkat” “oh, iya neng.. emangnya sekarang jam berapa?” “jam sembilan lewat empat puluh lima. Bus saya berangkat jam sepuluh tepat” Ah.. berarti jam tanganku ini baru saja matinya. Untunglah ini masih dalam batas wajar aku belum pulang ke rumah. Istriku pasti sangat khawatir kalau aku pulangnya sampai tengah malam. “Malam-malam gini emangnya mau naik bus apaan neng? Tujuannya ke mana? Kok sendiri saja?” Wanita itu tersenyum. Ia lalu mengeluarkan secarik kertas dari tasnya. Tiket bus.. aku seperti mengenali tulisan yang ada di sana. Pandora Jaya Kertulaga Indah, kursi nomor 24. Aku terperanjat!! Ia akan naik bus yang sama dengan bapak aneh yang menggigitku di mimpi tadi? Ada apa sebenarnya? Deja vu , atau apa?? Ingin aku bertanya lebih lanjut tentang bus itu kepada wanita ini tentang bus apa itu, tapi sebelum aku sempat mengucapkan sepatah kata, tiba-tiba..... TOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOTTTT!!!! Aku terkejut bukan main, suara klakson dari sebuah truk besar dibelakangku itu membuat nyaliku menjadi ciut. Dengan tubuh gemetar dan reflex aku langsung membanting setir ke pinggiran jalan. Truk itu melewati kami dengan kecepatan tinggi. Dalam hati aku mengutuk supir truk itu. Yang sama sekali tidak memiliki etika dalam berkendara, yang tidak menghormati pengguna jalan lain yang lebih lemah. Wanita di belakangku ini tertawa. Hah? Kami hampir saja mati terlindas truk itu dan dengan tenangnya ia bisa tertawa?? “Jangan kaget gitu mas, hal seperti itu sudah lumrah terjadi. Keselamatan dalam berkendara memang tidak bisa dijamin sepenuhnya. Kadang ketika kita sudah berhati-hati di jalan, malah pengendara lain yang ugal-ugalan yang menabrak kita. Lucunya lagi, saat sudah seperti itu peluang hidup orang yang menabrak justru  lebih besar ketimbang yang ditabrak.” Harus kuakui, kata-kata wanita itu benar. Tapi aku masih belum bisa menghilangkan rasa dongkolku terhadap supir truk tadi. Pikiranku masih berkecamuk tidak karuan dan aku jadi kehilangan konsentrasi dalam membawa motor. Aku tak menyadari kalau aku masih berada di jalur pinggir jalan karena di salip truk sialan tadi, aku tak melihat kalau satu meter di depanku berdiri seorang ibu-ibu yang ingin menyeberang. Aku tak bisa bereaksi apa-apa lagi. Terlambat, sistem kerja otakku tidak sempat memerintahkan kaki dan tangan untuk menginjak  rem atau membanting stir. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Yang kulakukan Cuma memejamkan mata dan...... Aku menabrak ibu itu. Wussss.... Hey.. Tubuh ibu itu aku tembus,,, ia tidak berwujud!! Penampakan kah? Kuakui malam ini semakin seram saja. Ingin rasanya aku cepat-cepat pulang ke rumah dan menutup hari yang aneh ini. Tapi aku masih harus mengantarkan wanita ini ke terminal. Beruntung tak lama kemudian kami sudah sampai di terminal. Pangkalan bus Pandora Kertulaga itu ternyata terletak di paling ujung. Wanita itupun turun dan memandangku dengan tatapan aneh. Disaat bersamaan kondektur bus terlihat menghampiriku. “Ayo mas, cepat masuk. Sebentar lagi busnya berangkat” Aku tersenyum padanya dan bilang kalau aku Cuma tukang ojek yang mengantar wanita itu. Kuperhatikan lagi bus itu, cukup besar. Coraknya agak aneh dan aku sama sekali belum pernah melihat bus ini di jalanan kota. Mungkin ia memang dikhususkan untuk perjalanan malam hari. Aku masih memperhatikan sudut demi sudut bus itu. Mataku tiba-tiba terhenti pada satu jendela di barisan tengah bus. Tampak seseorang sedang menatapku dari balik jendela itu. Bapak yang menggigitku tadi!!!  Ia menatapku dengan mata yang melotot! Menyeramkan sekali.. tapi kemudian mimik wajahnya berubah jadi senyum sinis. Aku merinding. Langsung saja aku pacu motorku dan pergi meninggalkan tempat itu. Karena ingin cepat sampai rumah, aku memutuskan untuk melewati jalan alternatif yang singkat tadi. Kupikir lewat jalan raya juga sama saja anehnya. Lebih baik aku memilih jalan yang bisa mempersingkat waktu. Namun di perjalanan kulihat ada kerumunan orang-orang dan sebuah mobil ambulans. Sepertinya ada kecelakaan. Aku menghentikan motorku untuk melihat keadaan di sana. Terlihat petugas medis sedang mengangkat tubuh seorang wanita yang berlumuran darah. Dari percakapan mereka kuketahui kalau ia sudah meninggal dunia. Setelah kuperhatikan lagi, aku seperti mengenal wanita itu dari pakaiannya. Aku semakin penasaran dan mencoba untuk mendekat agar bisa meyakinkan diriku. Iya benar,, aku mengenal wanita ini. Bukan seorang teman dan bukan pula keluarga. Aku pertama kali melihatnya di malam ini juga, pukul setengah sepuluh lebih dikit. Dia adalah wanita yang aku bonceng tadi !!! Oh..... Mimpi apa aku siang tadi???malam ini Aku membonceng seorang hantu???? Tubuhku merinding, nafasku naik turun..  belum lagi hilang rasa kagetku karena mayat wanita tadi, aku kembali dikagetkan dengan sosok tubuh kedua yang digotong petugas ke dalam ambulans. Seorang pria, usia 29 an berkulit hitam dengan rambut cepak. Di tangan kirinya terlihat jam tangan yang kacanya retak. Itu................. Aku MAYATKU!!!!!!! Aku masih tak mengerti dengan apa yang terjadi. Tubuhku lemas. Pandanganku semakin kabur saja. “kau memang sudah mati” Aku menoleh ke arah suara itu. Rupanya kondektur bus yang tadi. “kau mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, kehilangan keseimbangan. Lalu menabrak wanita tadi” “lalu kemana bapak yang aku bonceng tadi? Yang menggigitku hingga aku kehilangan keseimbangan??” “Bapak itu memang sudah akan mati di jam setengah sepuluh tadi. Tapi karena ia memiliki perjanjian dengan setan, ia masih bisa hidup lebih lama dengan catatan menyerahkan tiket bus miliknya kepada orang lain sehingga orang yang menerima tiket itu akan menggantikannya untuk meninggal dunia. Yang bersamamu tadi Cuma arwahnya, tubuhnya sedang terbaring koma di rumah sakit. Para saksi mata yang melihat peristiwa tabrakanmu pun taunya cuma kau mengendara seorang diri dengan brutal lalu menabrak wanita tadi” “lalu , kenapa Bapak itu tetap ada di dalam bus? Aku melihatnya tadi. Di kursi nomor 16!! Ia tampak marah padaku” Kondektur itu tertawa “ya. Ia marah karena kau mengembalikan tiket itu kepadanya.. yang mengakibatkan ia tetap akan meninggal jam setengah 10 tadi. Ia salah dalam memilih korban. Ternyata tanpa ia beri tiket bus pun, ternyata kau sudah ditakdirkan mengantongi sebuah tiket malam ini. Jadi ia tidak bisa memberikan tiket miliknya padamu.  Lihat saja di kantong jaketmu.” Aku merogoh kantong jaketku, memang ada secarik kertas di sana. Tenggorokanku kering,  aku memang sangat mengenali tulisan-tulisan di kertas itu. Sudah 2 kali aku melihat kertas jenis ini di malam ini. Itu memang tiket bus.. disana tertulis: Pandora Jaya Kertulaga Indah, kursi nomor 25 Aku bolak balik kertas itu, ternyata di belakangnya ada tulisan tujuan keberangkatan Kertulaga: Kereta Tujuan Alam Gaib Kondektur itu meraih tanganku, untuk menuntunku kembali ke terminal “sebentar lagi bus kita berangkat” Sumber: http://boutarief.blogspot.com/2012/07/pandora-16.html#ixzz225NdpV31

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun