Mohon tunggu...
Rio Wibi Sumiyarno
Rio Wibi Sumiyarno Mohon Tunggu... Saya berprofesi sebagai guru

saya memiliki hobi menulis dengan konten bertemakan pendidikan, sejarah, wisata, atau tentang pengalaman pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Sedekah Bumi Di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

14 Maret 2025   07:29 Diperbarui: 13 Maret 2025   22:58 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara mengenai tradisi, masyarakat Indonesia memiliki tradisi yang beragama setiap daerahnya. Beragamnya kebudayaan di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari kondisi alam dimana manusia itu tinggal. Alam juga menyebabkan terjadinya keberagaman di masyarakat. Misalnya saja masyarakat yang tinggal di sekitar pantai akan memiliki tradisi atau kebiasaan yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di area pegunungan. Dari profesinya saja, masyarakat di sekitar pantai selalu identik dengan nelayan, sedangkan bagi mereka yang tinggal di pegunungan selalu saja identik dengan profesi sebagai petani entah itu petani sayuran ataupun buah-buahan.

Setiap tradisi yang berkembang di suatu lingkungan masyarat pasti memiliki keunikan tersendiri. Begitu pula tradisi yang sudah berlangsung di Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa. Adapun tradisi yang sudah berlangsung cukup lama di Bejalen adalah tradisi sedekah bumi. Tradisi sedekah bumi merupakan tardisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bejalen sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rezeki yang diberikanya.

 Berbicara mengenenai tradisi sedekah bumi yang sudah berlangsung cukup lama di Desa Bejalen tidak dapat dipisahkan dari awal mula sejarah terbentuknya Desa Bejalen. Berdasarkan sumber yang diambil dari bejalen.sideka.id awal mula terbentuknya Desa Bejalen adalah dahulunya ada seorang Kyai yang bernama Kyai Ghozali. Konon katanya dahulu Kyai sedang menunaikan ibadah Haji ke Mekkah. Ketika ia pulang dari Mekkah, Kyai Ghozali menaiki permadani untuk menuju tempat tinggalnya, akan tetapi ketika di perjalanan Kyai Ghozali jatuh dan terpelanting di sebuah tempat yang terletak di utara Desa Bejalen. Tempat terjatuhnya Kyai Ghozali tersebut kemudian dinamakan "Segeblak" yang artinya adalah terpelanting.

Sejak saat itulah Kyai Ghozali memutuskan untuk tinggal di tempat tersebut bersama para pengikutnya. Ketika Kyai Ghozali tinggal di daerah tersebut, terjadilah pergolakan di Kerajaan Mataram. Ketika itu banyak sekali orang-orang dari Kerajaan Mataram dan Kartasura memtuskan untuk berpindah tempat hingga sampai ke wilayah Ambarawa, bahkan beberapa diantaranya ada yang masuk ke wilayah Desa Bejalen. Berdasarkan sumber yang diambil dari profil desa Bejalen, yang dimaksud dengan kekacauan yang terjadi di dalam kerajaan Mataram adalah karena adanya sebuah peristiwa besar yakni pertempuran Diponegoro yang berlangsung dari tahun 1825 hingga 1830.

Pasukan  pangeran Diponegoro ketika itu berperang melawan penjajah Belanda. Dalam pengintaianya pasukan Diponegoro bergerak hingga ke Benteng yang dibangun oleh Belanda yang saat ini dikenal dengan Benteng Pendem. Dukungan masyarakat terhadap pangeran Diponegoro dan pasukanya sangat kuat, hal ini disebabkan karena mereka merasa satu asal usul yakni dari Mataram. Setelah pasukan Pengeran Diponegoro berhasil ditaklukan, sebagian pasukanya ada yang memutuskan untuk menetap dan tinggal di Desa Bejalen sampai turun temurun.

Peninggalan Kyai Ghozali sampai sekarang masih ada adalah biji salak yang diyakini oleh masyarakat sebagai biji salak yang dibawa oleh Kyai Ghozali dari Mekkah dan kemudian di tanam di Desa yang kemudian menjadi terkenal karena kekhasan yang dimilikinya. Sedangkan makam Kyai Ghozali sampai saat ini masih bisa ditemui di tengah-tengah Desa Kupang Sari. Adapun nama Bejalen sendiri diambil dari nama "Bejali" yang berasal dari nama sang pendiri Desa yakni Kyai Ghozali. Nama "Bejali" akhirnya berubah menjadi "Bejalen" hingga sekarang.

Nama Desa Bejalen juga tercatat dalam sebuah dokumen atau arsip peninggalan Belanda.

sumber : KITLV
sumber : KITLV

Arsip diatas merupakan arsip yang berisi nama-nama desa di Afdeling Ambarawa pada tahun 1875. Kemudian pada tahun 1915, Belanda memulai membangun DAM yang akhirnya menyebabkan volume air di Danau Rawapening meningkat dan menenggelamkan desa-desa yang ada di sekitar Bejalen. Karena meningkatnya volume air danau yang menenggelamkan desa-desa di sekitar Bejalen itulah pada tahun 1924 terjadi perpindahan penduduk.

Desa Bejalen sendiri memiliki luas wilayah sekitar 470,720 hektar.  Dari total luas wilayah tersebut diantaranya adalah terdapat tanah permukiman seluas 67 hektar, tanah sawah pasang surut seluas 35 hektar, tanah sawah irigasi setengah tehnis seluas 15 hektar, tanah sawah tadah hujan seluas 116 hektar, dan Rawapening seluas 237,720 hektar. Desa Bejalen sendiri terdiri dua dusun yakni Bejalen barat dan Bejalen Timur. Desa Bejalen 4 RW dan 10 RT. Di sebelah utara Desa Bejalen berbatasan dengan Kelurahan Lodoyong, Kelurahan Kupang, dan Kelurahan Tambakboyo. Di sebelah timur berbatasan dengan Desa Tuntang. Di sebelah seletan berbatasan dengan Desa Banyubiru serta di sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pojoksari.

sumber : Christianawati, O. (2017). Tradisi Masyarakat Nelayan Rawa Pening Kelurahan Bejalen Kcamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. Sabda, 155-160.
sumber : Christianawati, O. (2017). Tradisi Masyarakat Nelayan Rawa Pening Kelurahan Bejalen Kcamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. Sabda, 155-160.
Adapun berdasarkan jumlah penduduknya pada tahun 2015 berdasarkan data dari profil Desa Bejalen, masyarakat Desa Bejalen berjumlah 1717 jiwa. Dengan rincianya adalah jenis kelamin laki-laki berjumlah 836 jiwa, dan perempuan berjumlah 881 jiwa. Masyarakat Desa Bejalen mayoritas memeluk agama Islam yakni dengan jumlah 1316 jiwa dari total penduduk 1717 jiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun