Mohon tunggu...
Rio WibiS
Rio WibiS Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Lulus kuliah dari Unnes Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Simpang Siur Letusan Merapi Tahun 1006

21 November 2022   22:42 Diperbarui: 21 November 2022   22:50 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti Pucangan | Sumber Gambar: kompas.com

Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api yang paling aktif di dunia. Gunung yang terletak di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta ini selalui mengundang perhatian, baik karena keindahan alamnya maupun dengan cerita-cerita mistisnya. 

Gunung ini memiliki ketinggian kurang lebih mencapai 2930 meter diatas permukaan laut. Keindahan alam yang memanjakan mata membuat banyak sekali pendaki yang mengunjungi Gunung Merapi.

Gunung Merapi terakhir kali meletus pada tahun 2010. Letusan yang sangat dahsyat tersebut menyebabkan ratusan orang meninggal dunia dan puluhan ribu lainya harus mengungsi. Tidak hanya manusia, banyak juga hewan ternak milik warga yang mati karena terjangan awan panas. Akibat letusan yang sangat dahsat tersebut banyak warga yang trauma.

Merapi kembali menunjukan aktivitasnya setelah tidur panjang. Pada Mei 2018 terjadi erupsi freatik yang cukup membuat warga panik. Tidak hanya warga, pendaki yang sedang ngecamp di dekat gunung juga merasa panik. Karena adanya erupsi freatik itulah status Gunung Merapi menjadi Waspada.

Seiring dengan aktivitas Merapi yang semakin meningkat, maka BPPTKG meningkatkan status Merapi yang semula Waspada menjadi Siaga level tiga. Menurut penjelasan dari BPPTKG status Merapi yakni siaga level tiga mengatakan bahwa status siaga tersebut bukanlah untuk meramal apakah gunung akan mengalami erupsi atau tidak. Akan tetapi untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diingkan pemerintah telah menyiapkan pengungsian di berbagai titik. Banyak warga yang akhirnya mengungsi karena takut jika kejadian seperti tahun 2010 kembali terulang.

Erupsi merapi terjadi tidak hanya pada akhi-akhir ini saja, dalam buku sejarah dituliskan bahwa Merapi pernah mengalami erupsi dahsyat di era Kerajaan Mataram Kuno. Peristiwa meletusnya Merapi ini di dalam prasasti disebut dengan Pralaya yang artinya adalah sebuah peristiwa yang menyebabkan kehancuran besar. 

Erupsi Merapi yang terjadi di era Kerajaan Mataram telah menimbulkan kerusakan-kerusakan pada bangunan candi peninggalan Mataram seperti Candi Borobudhur yang ditemukan pada masa pemerintahan Raffles dalam keadaan tertutup dengan tanah. Karena adanya erupsi dahsyat Gunung Merapi itulah maka pusat kekuasaan Kerajaan Mataram di pindah oleh Mpu Sindok ke Jawa Timur tepatnya di dekat aliran Sungai Berantas.

Akan tetapi sebagian sejarawan berpandangan bahwa pada tahun 1006 Merapi tidak pernah erupsi. Di dalam Prasasti Pucangan yang berangka tahun 928 Saka atau 1006 Masehi mengatakan bahwa pralaya yang dimaksud bukanlah sebuah kejadian erupsi Gunung Merapi, melainkan adanya serangan dari Kerajaan Wura-Wari. 

Sebagaimana yang kita ketahui, Kerajaan Wura-Wari merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya di tanah Jawa. Kerajaan Sriwijaya sendiri merupakan saingan berat Kerajaan Mataram.

Fakta sejarah menunjukan bahwa terdapat kesalahan dalam interpretasi tentang Prasasti Pucangan yang di buat oleh Raja Airlangga (1019-1042) pada tahun 1041 Masehi. 

Semula Kern mengatakan bahwa pralaya terjadi pada tahun 928 Saka akan tetapi hal ini dibantah oleh Boechari bahwa pralaya terjadi pada tahun 1016 Masehi. Sementara Sefyawati mengatakan bahwa pralaya terjadi pada tahun 938 Saka atau tahun 1017 Masehi. 

Dalam prasasti diatas juga menyebutkan bahwa pralaya terjadi karena adanya serangan dari Kerajaan Wura-Wari pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh yang memerintah pada tahun 991-1016 Masehi.

Adapun menurut Labertton (1922) mengatakan bahwa tragedi pralaya berkaitan dengan aktivitas vulkanik atau letusan gunung berapi, adapun prasasti yang menyebutkan tentang adanya letusan gunung berapi adalah prasasti rukam. 

Prasasti rukam berangka tahun 829 Saka atau 907 Masehi. Prasasti ini ditemukan di Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung. Dalam prasasti tersebut diceritakan bahwa Desa Rukam rusak berat akibat letusan gunung berapi. Namun tidak disebutkan asal letusan gunung tersebut.

Berdasarkan keterangan dari Labertton maka dapat diambil kseimpulan bahwa letusan gunung api yang dimaksud adalah letusan Gunung Sindoro. Hal ini dikarenakan di lereng Gunung Sindoro ditemukan situs Liyangan yang ditemukan di bawah permukaan tanah dengan kedalaman 7 hingga 9 meter. 

Situs Liyangan inilah yang dimaksud sebagai Desa Rukam yang rusak sebagaimana yag disebutkan dalam Prasasti rukam. Gunung Sindoro pernah meletus dahsyat di era Kerajaan Mataram Hindu sehingga menyebabkan Desa Rukam rusak bahkan hilang akibat tertimbun material vulkanik Gunung Sindoro.

Dengan demikian, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa mengenai Letusan dahsyat Merapi tahun 1006 Masehi hingga saat ini masih menjadi misteri. 

Belum ada dokumen ataupun bukti berupa prasasti yang mengungkapkan kejadian dahsyat erupsi Merapi pada tahun 1006 Masehi. Adapun maksud dari pralaya atau sebuah peristiwa besar yang menghancurkan yang disebutkan dalam Prasasti Pucangan bukanlah sebuah peristiwa bencana akibat erupsi Merapi, melainkan serangan dari Kerajaan Wura-Wari terhadap Kerajaan Mataram. 

Sedangkan dalam Prasasti Rukam yang menyebutkan bahwa adanya letusan hebat di era Kerajaan Mataram adalah letusan Gunung Sindoro yang mengakibatkan Desa Rukam mengalami rusak berat bahkan hilang karean terkubu oleh material vulkanik Gunung Sindoro.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun