Mohon tunggu...
Rio Capri
Rio Capri Mohon Tunggu... -

tinngi tegap

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Islam dan Kristen dalam Politik

27 April 2014   16:02 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:08 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Islam dan Kristen dalam Politik

Politik Islam (Liberal) dan Kristen (Lutheran)

Di Indonesia

I. Pendahuluan

Hubungan antar umat berbeda agama di Indonesia ditentukan oleh factor-faktor politik, social ekonomi dan teologi. Berbicara mengenai kendala politik dalam hubungan antar umat berbeda agama di Indonesia dapat ditempatkan dalam kerangka sejarah perjumpaan Islam-Barat (Kristen) dan perjumpaan gereja (Kristen) dan Islam yang masing-masing pihak dua kali tetap maju, tetapi kemudian terpaksa mundur, karena arab menduduki Asia Barat, Afrika Utara dan Spanyol sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-9. Dari abad ke-9 sampai abad ke-12, Negara-negara Kristen merebut kembali Negara sebagaian daerah yang hilang itu. Mula-mula orang Byzantin, kemudian tentara salib dari Eropa Barat memperoleh kembali Asia Kecil dan bagian-bagian Syria, Palestina Spanyol.[1] Disamping sejarah politk Indonesia sendiri, Perjumpaan Islam dan Kristen dalam sejarah dunia bermula pada ekspansi politik dan militer Islam pada abad-abad pertama kebangkitannya menaklukkan wilayah-wilayah Kristen. Dalam hal ini kita akan melihat bagaimana peranan kedua agama ini dalam politik khususnya di Indonesia.

II. Isi

2.1 Pengertian Politik

Dalam KBBI pengertian politik dibagi menjadi tiga bagian diantaranya: 1, dari segi pengetahuan politik diatrikan sebgai ketatanegaraan atau kenegaraan yang menyangkut system pemerintahan, dasar pemerintahan. 2. Poltitik menyangkut segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain yang menyangkut dengan kerjasama antar negara dalam memajukan keduanegara yang bersangkutan. 3. Politik bekerja sebagai pengambilan keputusan dalam menagani masalah dalam dangang.

Menurut Munawir Sjadzali menyebut adanya tiga pandangan kalangan Islam di Indonesia mengenai pemikiran Politik Islam, yakni: (1) Pandangan bahwa Islam juga meluputi suatu system keagamaan yang lengkap, (2) Pandangan yang memisahkan Islam sebagai agama dengan urusan kenegaraan, (3) Bahwa Islam mengandung tata nilai etika hidup bermasyarakat dan bernegara.[2]

2.2 Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen

Pada priode tahun 1966-1998 perjumpaan Kristen dengan Islam ditandai oleh berbagai peristiwa dan permasalahan yang sangat rumit dan kompleks. Dalam perjumpaan tersebut kedua pihak berlomba untuk mengembangkan diri sambil memantapkan perannya ditengah kehidupana masyarakaat, termasuk dibidang politik. Ternyata banyak benturan, sehingga rezim yang baru berkuasa mengambil prakarsa untuk menjembatani, walaupun tidak selalu berhasil. Pada masa ini tampaknya kalangan Kristen agak berada diatas angin, sementara kalangan Islam dirundung kekecewaan karena berada dalam posisi marjinal didalam pemerintahan. Pada tahun 1974-1989 kalangan Islam semakin solid, walaupun posisinya didalam pusat kekuasaan belum dominan, sementara kalangan Kristen mulai merasa terdesak dan tidak lagi mendapat dukungan dari penguasa. Pada tahun 1990-1998, sementara kekuasaan razim Orde Baru kian pudar, peran kalangan Islam tertentu terutama kaun modernis semakin meningkat, sementara kalangan Kristen semakin terdesak dan terpinggir, bahkan mengalami berbagai nestapa bencana yang sambung-menyambung.[3]

2.2 Politik dalam pandangan Islam Liberal

Adanya suatu politik adalah salah satu cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia. Oleh sebab itu Islam dan umat Islam member perhatian pada masalah politik. Dalam hal ini Ibnu Qayyim mengemukakan: Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus pasa Rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab suci, agar manusia melaksanakan keadilannya, yaitu keadilan yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip lagit dan bumi. Jika Keadilan itu muncul dan terlihat dalam cara apapun, maka itulah syariat Allah dan gamanya.[4] Dalam berpolitik Islam memakai suatu teori dalam melakukan politiknya, teori tersebut ialah teori Khilafah, teori kekhalifahan Klasik, teori Syi’ah.[5]

Tinjauan terhadap hubungan Islam dengan politik dan system kenegaraan pada masa Islam mengungkapkan fakta sejarah yang sangat kaya sakaligus sangat kompleks. Seperti argument banyak pemikir Muslim tradisional, Islam adalah sebuah system kepercayaan di mana agama mempunyai hubungan erat dengan politik. Dengan demikian dalam realitasnya, komunikasi Islam bersifat spiritual sekaligus temporal “gereja” sekaligus Negara. Islam memberikan pandangan dunia dan kerangka makna bagi hidup individu maupun masyarakat, termasuk dalam bidang politik. [6]

Perdebatan antara hubungan Islam dan politik tidak akan pernah berhenti, baik itu di dunia Islam maupun di Indonesia. Di Indonesia, relasi antara Islam dan politik sudah ada semenjak Islam masuk, akan tetapi perdebatan yang sistematis baru terjadi pasca kemerdekaan Indonesia. Dimana perdebatan itu begitu vulgar ketika diadakannya rapat BPPUPKI dan memuncak dengan keluarnya piagam Jakarta. Dari kepentingan demokrasi, komunitas Islam Liberal ini memberi harapan baru. Komunitas ini seolah menjadi sintesis antara prinsip demokrasi agama. Jika komunitas Islam Liberal ini terus berkembang berikut program Islam Liberalnya, niscaya mereka mengubah apa yang sudah menjadi stereotip dalam studi mengenai Islam dan Demokrasi.[7] Namun, pada akhirnya hubungan antara Islam dan politik dalam bentuk formal tidak terealisasi dalam konstitusi Indonesia, sehingga jalan alternatifnya adalah terbentuklah Pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia.

2.3 Politik dalam pandangan Kristen (Lutheran)

Pemisahan yang tajam antara negara merupakan salah satu bentuk pemikiran politik Martin Luther. Dialah yang dengan tegas membagi dua jenis hhukum terhadap dua institusi itu. Prisnsip yang dianut oleh Luther untuk melihat Negara itu berangkat dari pemahaman Paulus (Rm. 13 dam 1 Ptr. 2:13), yang menekankan perlunya ketaatan kepada pemerintah. Dari hal tersebut dapat disimpulkan banwa Martin Luther berupaya berpegangkuat pada Alkitab, termasuk dalam melihat persoalan gereja dan Negara.[8]

Dalam sejarah pemikiran politik umat Kristen Indonesia muncul pada Zaman pergerakan nasional. Kesadaran politik umat Kristen muncul pada masa itu umumnya lemah akibat pembinaan zending, yang pada umumnya menjauhi politik karena alas an teologis. Totkoh-tokoh Kristenyang berpolitik dalam partai Kristen tidak lagi terikat pada teokrasi forman tetapi yang substansial.Setelah pengalaman panjang konfli gereja dan Negara pada abab pertengahan, dan oleh pengaruh revolusi Francis, gereja mengalami apa yang disebut dengan agama dengan Negara, sehingga perjuangan politik Kristen lebih bersifatumum dan terbuka. Artinya prinsip-prinsip Kristen dalam urusan politik, ideology atau kenegaraanlebih menekankan esensi pemberlakuan kehendak Allah dalam lapangan politik, dari pada bingkai formalnya.

Dalam Alkitab, pemikiran politik Kristen mewarisi prinsip-prinsip kenabian mengenai panggilan penguasa untuk menegakkan keadilan dan memajukan kesejahteraan rakyat, terutama dengan memihak rakyat yang tertindas (orang miskin, janda, anak yatim dan orang asing, lihat Maz. 72, Yes. 11:1-10. Yesus mengajar murid-murid-Nya mengenai pola yang benar dalam menyandang kekuasaan, bahwa bukannya memerintah dengan tangan besi melainkan melayani (Mrk.10:42-45)) juga tentang kewajiban pemerintah disamping ketaatan kepada Allah (Mat. 22:15-22 bnd 1 Pet. 2:17) dan tentang adanya kekuasaan yang bukan dan yang lain dari kekuasaan dunia ini dan melampaui (Yoh. 16:36). Para rasul juga mengajarkan tentang tunduk kepada pemerintah (Rm. 13:1) dan mendoakan para penguasa (1 Tim. 2:1).[9]

2.4 Islam dan Kristen dalam Politik di Indonesia

2.4.1 Partisipasi dan Emansipatif Kristen-Islam di Indonesia (Keadilan)

Masalah politik di Indonesiabukan terutama antara kedua golongan agama, Islam dan Kristen, melainkan antara pendukung ideology Pancasila dengan pendukung ideology Islam. Meskipun dari segi jumlaah pemeluk Islam tergolong single majority, yang tidak semua umat islam menghendaki dasar Negara Islam.

Dalam sejarah pemikiran politik umat Kristen muncul pada zaman pergerakan nasional. Kesadalam politik umat Kristen pada masa awal itu umumnya lemah akibat pembinaan Zending, yang umumnya menjauhi politik karena alasan teologis (pengeruh Pietisme). Tokoh-tokoh Kristen yang berpolitik dalam partai Kristen tidak lagi terkait pada teokrasi formal, tetapi yang substansial. Setelah pengalaman konflik gereja dan Negara abad pertengahan, dan pengaruh Revolusi Prancis, gereja mengalami apa yang disebut pemisahan agama dan Negara, sehingga perjuangan politik Kristen lebih bersifat umum dan terbuka. Artinya prinsip-prinsip Kristen dalam urusan politik, ideology atau kenegaraan lebih menekankan esensi pemberlakuan kehendak Allah dalam lepangan politik, daripada bingkai formalnya.[10] Lalu apakah pandangan Kristen keadilan sosial? Alkitab mengemukakan waktu dan waktu lagi gagasan bahwa Allah adalah Allah keadilan. Bahkan, "semua jalannya keadilan" (Ulangan 32:4). Selanjutnya, Alkitab mendukung gagasan keadilan sosial di mana perhatian dan perawatan ditunjukkan dalam hal penderitaan orang miskin dan menderita (Ulangan 10:18; 24:17; 27:19). Alkitab sering merujuk pada keadilan yang ditunjukkan kepada janda, anak yatim dan orang asing - yaitu, orang-orang di masyarakat Yahudi Perjanjian Lama yang tidak mampu menjaga diri sendiri atau tidak memiliki sistem pendukung.
Perjanjian Baru menggemakan sentimen Lama di mana kita melihat di dalam Yesus 'Khotbah di Bukit Zaitun yang menyebutkan merawat "paling hina ini" (Matius 25:40) dan James' surat di mana ia menguraikan tentang sifat "agama yang benar" (Yakobus 1:27). Jadi, jika dengan "keadilan sosial" kita berarti masyarakat yang memiliki kewajiban moral untuk merawat mereka yang kurang beruntung, maka itu adalah benar. Tuhan tahu bahwa karena musim gugur, akan ada janda, yatim dan pendatang dalam masyarakat, dan Dia membuat ketentuan dalam perjanjian lama dan baru untuk perawatan untuk orang buangan masyarakat. Model yang sangat dari perilaku tersebut adalah Yesus sendiri, yang menjadi Allah yang berinkarnasi, mencerminkan rasa keadilan Allah dengan membawa pesan Injil kepada anak tangga bawah masyarakat. Bukan berarti orang kaya tidak perlu Injil, juga, atau bahwa Injil bukan untuk mereka, melainkan baik dilakukan dan terhormat warga masyarakat cenderung melihat kebangkrutan spiritual mereka mengucapkan di hadapan Allah dan merangkul pesan Injil.
Namun, gagasan Kristen keadilan sosial berbeda dari gagasan kontemporer keadilan sosial yang kita lihat dipromosikan saat ini. Perintah Alkitab dan desakan untuk merawat orang miskin lebih individu daripada masyarakat. Dengan kata lain, setiap orang Kristen didorong untuk melakukan apa yang dia bisa untuk membantu "paling hina ini." Dasar untuk perintah Alkitab seperti yang ditemukan di kedua tetangga perintah-cinta terbesar seperti dirimu sendiri (Matius 22:39). Pengertian hari ini keadilan sosial menggunakan pendekatan yang lebih "top down". Pemerintah, melalui perpajakan dan cara lain, meredistribusi kekayaan dari mereka yang memilikinya untuk mereka yang tidak. Hal ini tidak mendorong memberi dari hati karena cinta, melainkan kebencian terhadap pemerintah dari mereka yang merasa susah payah kekayaan mereka sedang diambil.
Perbedaan lainnya adalah bahwa pandangan dunia Kristen keadilan sosial tidak menganggap kaya adalah penerima keuntungan haram. Kekayaan tidak jahat dalam pandangan dunia Kristen, tapi ada tanggung jawab dan harapan untuk menjadi pelayan yang baik kekayaan seseorang (karena semua kekayaan datang dari Allah). Keadilan sosial hari ini, seperti yang disebutkan sebelumnya, beroperasi di bawah asumsi yang diam-diam orang kaya mengeksploitasi orang miskin. Perbedaan ketiga adalah bahwa, di bawah konsep penatalayanan Kristen, orang Kristen dapat memberikan kepada amal dia / dia ingin dukungan. Sebagai contoh, jika seorang Kristen memiliki hati untuk yang belum lahir, ia dapat mendukung pro-kehidupan lembaga dengan, bakat waktu dan harta. Dalam bentuk kontemporer keadilan sosial, adalah mereka yang berkuasa dalam pemerintah yang bisa memutuskan siapa yang menerima kekayaan didistribusikan. Kami tidak memiliki kontrol atas apa yang pemerintah lakukan dengan uang pajak kita, dan lebih sering daripada tidak, uang yang masuk ke amal kita tidak mungkin anggap layak.
Apa itu semua bermuara pada adalah ini: pendekatan berpusat pada Tuhan untuk keadilan sosial vs pria-pendekatan yang berpusat pada keadilan sosial. Pendekatan berpusat pada manusia untuk keadilan sosial melihat pemerintah dalam peran penyelamat, membawa dalam utopia melalui kebijakan pemerintah. Pendekatan berpusat pada Tuhan untuk keadilan sosial melihat Kristus sebagai Juruselamat, membawa surga ke bumi saat Dia kembali. Pada kedatanganNya, Dia akan memulihkan segala sesuatu dan melaksanakan keadilan yang sempurna. Sampai saat itu, kasih Kristen mengungkapkan dan keadilan Allah dengan menunjukkan kebaikan dan rahmat bagi mereka yang kurang beruntung.[11]

III. Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan teologi agama-agama harus diterima bahwa Alkitab sebagai borma yang memperlihatkan konteks masyarakat sebagai acuan, dan dengan mengapresiasikan dan perkembangan ajaran gereja secara oikonomis. Dalam kontek politik di Indonesia, yang mengarah kepada teologi Kristen pada perkembangan teologi dalam hal untuk membangun teologi agama-agama supaya dapat membagun kerjasama antara setiap agama-agama dalam hal memperjuangkan masalah-masalah kemanusiaan, keadilan atau teologi. Dalam kerengka tersebut setiap agama khusunya Kristen perlu mempertajam pemahaman dan praktis teologinya yang menyangkut keagamaan yang Universal.

DAFTAR PUSTAKA

End, Van de dkk,Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, Jakarta: BPK-GM, 2001

Aritonang, Jan S, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 2004

Albahnasawi, Salim Ali, WawasanSistemPolitik Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kuastar, 1995

Jindan, Khalid Ibrahim, Teori Politik Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 1999

Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam, Jakarta: Paramadina, 1996

Assyaukanie, Luthfi, Wajah Liberal Islam di Indonesia, Jakarta: Teater Utan Kayu 2002

Sirait, Saut, Politik Kristen di Indonesia, Jakarta: BPK-GM 2001

Tim Balitang PGI, Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di Indonesia, Jakarta : BPK-GM, 2007

http://www.theologyforums.org/lang/id/What-does-the-Bible-say-about-social-justice--2156.html

[1] Van de End dkk, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, Jakarta: BPK-GM, 2001…..18

[2] Tim Balitang PGI, Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di Indonesia, Jakarta : BPK-GM, 2007…..

[3] Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 2004…….363-364

[4] Salim Ali Albahnasawi, WawasanSistemPolitik Islam,Jakarta: Pustaka Al-Kuastar, 1995

….23

[5] Khalid Ibrahim Jindan, Teori Politik Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 1999……43-44

[6] Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, Jakarta: Paramadina, 1996….2

[7] Luthfi Assyaukanie, Wajah Liberal Islam di Indonesia, Jakarta: Teater Utan Kayu 2002……..20

[8] Saut Sirait, Politik Kristen di Indonesia, Jakarta: BPK-GM 2001……142-145

[9] Tim Balitang PGI, Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di Indonesia……131

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun