Saya percaya, menulis bukan sekadar merangkai kata. Menulis adalah seni, kebebasan, dan sekaligus keberanian.
Saat saya memutuskan untuk menulis, saya tahu ada dua kemungkinan, yaitu tulisan saya bisa diterima dengan hangat, mengubah sudut pandang, menginspirasi atau dipertanyakan dengan tajam, dikritisi, bahkan ditolak.
Tapi justru di situlah letak tantangannya. Karena bagi saya, menulis bukan sekadar mencari persetujuan, tetapi juga tentang menantang pemikiran, memantik diskusi, dan meninggalkan jejak yang tak lekang oleh waktu.
Menulis dan Risiko yang Menyertainya
Banyak orang berpikir bahwa menulis itu mudah. Tinggal duduk, mengetik, lalu selesai. Kata-kata pendek itu memang benar, saya tidak menyangkalnya. Namun, apa yang akan ditulisnya dan sepertiapa yang akan dituliskannya itu yang menjadi tingkat kesulitannya.
Saat menulis, penulis sedang mengungkapkan isi pikirannya, membiarkan dunia membaca isi hatinya, dan dalam prosesnya, penulis harus siap dengan segala konsekuensi.
Saat saya menulis diberbagai platform, tidak semua orang akan setuju dengan apa yang saya tulis. Kadang, kritik datang dengan pedas, seakan-akan tulisan saya adalah kesalahan besar.
Dulu, saya menganggap kritik sebagai sesuatu yang menakutkan. Tapi seiring waktu, saya belajar bahwa setiap kritik adalah kesempatan untuk tumbuh.
Saya mulai memahami bahwa tidak semua orang akan sepakat dengan saya, dan itu tidak masalah. Justru di situlah saya bisa melihat perspektif lain dan memperbaiki cara saya menulis.
Saat saya membagikan tulisan ke teman saya, terkadang ada yang mempertanyakan ide saya, ada yang merasa tersinggung, dan ada juga yang menganggap saya terlalu berani. Tapi bukankah itu justru bukti bahwa tulisan saya memiliki dampak?
Disisi lain, saya tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia ketika tulisan saya diterima dengan baik. Saat seseorang berkata bahwa tulisan saya menginspirasi, membantu mereka melihat sesuatu dari sudut pandang baru, atau bahkan membuat mereka merasa dipahami, itu adalah momen yang sangat berharga.