Mohon tunggu...
Rio Putra
Rio Putra Mohon Tunggu... Konsultan - mahasiswa

membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen yang Berjudul "Persahabatan Terlarang""

23 September 2022   11:53 Diperbarui: 23 September 2022   12:14 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak pertemuan itu, aku dan Devan mulai bersahabat. Kami bertemu tanpa sengaja mencoba akrab
satu  sama lain,  saling mengerti  dan menjalani  hari‐hari  penuh makna.  Pesahabatan  dengan jarak
yang begitu dekat itu membuat kami semakin mengenal pentingnya hubungan ini.
Tak lama  kemudian,  aku  harus  pergi meninggalkannya.  Sesungguhnya  hatiku  sangat  berat  untuk
ini,  tapi apa  boleh buat. Pertemuan  terakhirku berlangsung sangat haru,  tatapan penuh canda itu
mulai sirna dibalut dengan duka mendalam.
“Van maafkan aku atas semua kesalahan yang pernah ku lakukan, ya.” Kataku saat ia berdiri pas di
depanku.
“kamu gak pernah salah Citra, semua yang udah kamu lakukan buat aku itu lebih dari cukup.”
“kumohon, tolong jangan lupain aku, Van”
“ok, kamu nggak usah khawatir.” Sesaat kemudian mobilku melaju perlahan meninggalkan sesosok
makhluk manis itu.
Ku lihat dari dalam tempatku duduk terasa pedih sangat kehilangan. Jika nanti kami dipertemukan
kembali ingin ku curahkan semua rasa rinduku padanya. Itu janji yang akan selalu ku ingat. Suara
manis terakhir yang memberi aku harapan.
Awalnya persahabatan kami berjalan dengan lancar, walau kami telah berjauh tempat tinggal. Pada
suatu ketika, ibu bertanya tentang sahabat baruku itu.
“siapa gerangan makhluk yang membuatmu begitu bahagia, Citra?” tanya ibu saat aku sedang asyik
chatingan dengan Devan.
“ini, ma. Namanya Devan. Kami berkenalan saat liburan panjang kemarin.”
“seganteng apa sich sampai buat anak mama jadi kayak gini?”
“gak  tahu juga  sih ma,  pastinya  keren  banget  deh,  tapi  nggak  papah  kan, Ma aku  berteman  sama
dia.?”
“Apa maksud kamu ngomong kayak gitu?”
“kami berbeda agama, Ma”

 “hah??,” sesaat mama terkejut mendengar cerita ku. Tapi beliau mencoba menutupi rasa resahnya.
Aku tahu betul apa yang ada di fikiran mama, pasti dia sangat tidak menyetujui jalinan ini. Tapi aku
mencoba memberi alasan yang jelas terhadapnya.
Sehari setelah percakapan itu, tak ku temui lagi kabar dari Devan, aku sempat berfikir apa dia tahu
masalah ini,,? Ku coba awali perbincangan lewat SMS..
“sudah lama ya nggak bertemu? Gimana kabarnya nech,,? “
Pesan itu  tertuju kepadanya, aku masih ingat banget saat laporan penerimaan itu. Berjam‐jam ku
tunggu  balasan  darinya.  Tapi  tak  ku  lihat  Hp  ku  berdering  hingga  aku  tertidur  di  buatnya.  Tak
kusangka dia tak membalas SMS ku lagi.
Tak kusangka ternyata mama selalu melihat penampilan ku yang semakin hari semakin layu.
“citra, maafkan mama  ya,  tapi ini  perlu  kamu  ketahui.  Jauhi  anak itu,  tak  usah  kamu ladeni lagi.”
Suara mama sungguh mengagetkan ku saat itu. Ku coba tangkap maknanya. Tapi sungguh pahit ku
rasa.
"apa maksud mama?”
“kamu  boleh  kok  berteman  dengan  dia,  tapi  kamu  harus ingat  pesan mama.  Jaga jarak  ya, jangan
terlalu dekat. Mama takut kamu akan kecewa.”
“mama ngomong paan sih,? Aku semakin gak mengerti.”
“suatu saat kamu pasti bisa mengerti ucapan mama” mamapun pergi meninggalkan ku sendiri.. Aku
coba  berfikir  tenteng  ucapan  itu.  Saat  ku  tahu  jiwa  ini  langsung  kaget  di  buatnya..  tak  terasa
tangispun  semakin  menjadi‐jadi  dan  mengalir  deras  di  kedua  pipiku.  Mama  benar  kami  berbeda
agama dan nggak selayaknya bersatu kayak gini. tapi aku semakin ingat kenangan saat kita masih
bersama.
Satu  tahun  telaj  berlalu,  bayangan  tentangnya  masih  teikat  jelas  di  haitku.  Aku  belum  bisa
melupakannya. Mungkin suatu saat nanti dia kan sadar betapa berharganya aku nutuknya.
Satu harapan dari hatiku  yang paling dalam adalah bertemu dengannya  dan memohon alasannya
mengapa ia pergi dari hidupku secepat itu tanpa memberi tahu kesalahanku hingga membuat aku
terluka.
Pernah aku menyesali pertemuan itu. Tapi aku menyadari betapa berartinya ia di hidupku. Canda
tawa  yang  tinggal  sejarah itu masih  terlihat jelas  di  benakku  dan  akan  selalu  ku  kenang menjadi
bumbu dalam kisah hidupku.
Devan, kau adalah sahabat yang paling ku banggakan. Aku menunggu cerita‐ceritamu lagi. Sampai
kapanpun aku akan setia menunggu. Hingga kau kembali lagi menjalani kisah‐kisah kita berdua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun