Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan lagi Ambil S2 di Kota Yogya dan berharap bisa sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Di Mana Kepemimpinan Anies Pra dan Pasca Kerusuhan Mei?

24 Mei 2019   15:13 Diperbarui: 24 Mei 2019   15:16 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi seorang pemimpin tentu hal yang dimnta daripadanya adalah tanggung jawab dan bagaimana komando atau perintahnya di dalam menjaga dan mengawal kota yang dipimpinnya. Tidak akan mudah memang tapi  itu adalah resiko seorang pemimpin.

Apalagi mengelola dan membangun sekelas DKI Jakarta. Dengan total pemduduknya hampir 12 juta orang. Tentu akan ada banyak kepentingan yang terbengkalai, jika pembiaran-pembiaran terus dilakukan. Seperti kerusuhan yang baru kita saksikan sekarang ini.

Sikap Pra Kerusuhan.

Boleh dibilang alasan yang dikemukan oleh Anies Baswedan ini terlalu naif sekali. Pasalnya  ketika kepolisian sudah mengelurkan siaga satu untuk DKI Jakarta, tapi Pak Anies merasa lebih penting untuk kunjungan ke negara lain. Keberadaan beliau di DKI sempat tidak ada karena 3 hari sedang berada di Jepang dari tanggal 19 Mei hingga 21 Mei. Yakni dalam rangka Bapak Anies sebagai pembicara tentang kebijakan publik di perkotaan-perkotaan dunia.

Sementara untuk kondisi atau posisi sebagai wakil Gubernur saja masih kosong sampai sekarang. Bisa dipastikan kekosongan kepemimpinan di DKI betul-betul nihil. Pasca ditinggal Gubernurnya sendiri. Padahal DKI Jakarta sendiri sudah mengantongi status siaga I.

Dimana seperti yang dilansir oleh nasional tempo.co (23/5/2019), setidaknya Bapak Anies memberikan  dua alasan dan akhirnya memilih mengapa tidak menolak aksi 22 Mei tersebut terjadi. Yang sudah dimulai sejak tanggal 21 Mei siang lalu, kemudian berlanjut ke malam harinya bahkan hingga ke dini hari, dan disertai beberapa tindakan anarkis.

Pertama, beliau menyebutkan karena itu adalah bagian dari perwujudan kebebasan berpendapat. Kedua, beliau merasa kegiatan dan aktivitas dari warga DKI sendiri tidak ada yang terganggu. Dan yang terganggu tersebut hanya ada di beberapa titik kericuhan.

Tapi pertanyaannya benarkah hal tersebut merupakan bagian atau koridor dari kebebasan berpendapat? Sudah main paksa, merusak beberapa fasilitas publik dan bahkan kendaraan dari masyarakat maupun aparat pemerintah?

Kedua, benarkah aktivitas warga DKI sendiri tidak terbengkalai atau tidak terganggu? Padahal jelas-jelas mereka para warga DKI yang kebetulan pekerjaannya berada di sekitar lokasi demo, dan  mereka justru harus berjalan kaki yang cukup lumayan  jauh hanya supaya bisa sampai ke kantor mereka masing-masing.

Sikap Pasca Kerusuhan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun