Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan lagi Ambil S2 di Kota Yogya dan berharap bisa sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Budayakan Malu Korupsi seperti Jepang, Meski Belum Sah Terlibat Segeralah Mundur!

23 Maret 2019   20:59 Diperbarui: 23 Maret 2019   21:07 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membudayakan malu kepada korupsi seharusnya mulai sekarang bisa kita mulai. Sebab kalau kita tidak mulai dari sekarang, maka sampai kapanpun kita tidak akan bisa bebas dari masalah ini. Padahal dulu sewaktu masih kecil atau masa kanak-kanak, meskipun saat itu belum mengerti apa arti korupsi, dan belum terbongkarnya Soeharto, kita masih punya budaya ini.  

Dimana pernah ada pejabat di kota ku, saat menanyakan kepada orang tuaku, kenapa si Bapak itu tertunduk malu dengan sangat? Orang tuaku menjawab dengan bahasa khas toba, koruptor do i ,panangko hepeng ni halak. Yang artinya, koruptor nya itu, pencuri uang rakyat.

Maka disinilah letak perbedaan kita dengan warga dan para pejabat yang ada di Jepang. Jika kita terus menerus mengingkari segala kejahatan yang mungkin dengan sengaja kita ciptakan. Tapi mereka, warga Jepang tidak demikian. Bahkan sekalipun itu sebuah kelalaian yang sangat kecil, sang pejabat yang tertinggi sekalipun akan segera minta maaf dan langung menyatakan untuk mundur dari kekuasaan yang dia pegang.

Tapi kalau kita bisa dibilang harus berkelit atau kalau sempat melarikan diri dulu sebelum akhirnya ditangkap. Dan sesudah itu akan membantah segala tudingan-tudingan yang ada dan mengarah ke arah dirinya. Sampai hukim  menyatakan dia bersalah baru kemudian sebentar berhenti untuk menolak pidana itu. Kemudian lanjut ke tingkat pengadilan yang lebih tinggi seperti kasasi terhadap hukum yang menimpanya.

Kalau tetap dinyatakan bersalah, akan berupaya untuk menjadi justice collaborator atau menjadi kolaborasi hukum untuk bisa mengungkap siapa-siapa saja yang terlibat. Dan hal itu dilakukan tentu sebagai upaya untuk bisa mengurangi pidana hukum yang diterimanya.

Dan bisa dibilang ini, bukan indikasi yang baik bagi pemerintahan saat ini, apalagi saat-saat menjelang tahap-tahap akhir dalam pemilihan presiden yang kurang lebih satu bulan lagi. Mengapa tidak untuk secepatnya bagi Nahrawi untuk dipecat dari jabatan yang dipegangnya sekarang?

Dimana seperti yang dilansir oleh nasional.tempo.co (21/3/2019), JPU KPK saat memeriksa Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran KONI Suradi yang menjadi saksi untuk Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 21 Maret 2019. Ending didakwa menyuap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dan dua pegawai Kemenpora lain.

Dan ada sekitar 23 orang yang mendapatkan aliran dana yang dianggarkan oleh KONI tersebut ke Kemenpora. Dan puncak teratas ada nama Menteri Pemuda Olahraga dengan nilai yang ia dapatkan sebesar Rp.1,5 miliar. Lanjut ke pejabatnya di lingkungannya, Ulum dan Mulyana diperingkat dua dan tiga dengan nilai yang ia dapatkan Rp. 500 juta dan Rp. 400 juta.

Jika kita melihat ini, kenapa tidak Bapak Nahrawi untuk bisa segera mundur saja sebagai wujud bahwa dirinya meskipun belum secara sah terlibat? Sebab beban moral yang tinggi sebagai seorang pejabat yang seharusnya dijunjung tinggi dan bukan hanya sekedar duduk di bangku kekuasaan. Dan jika sudah ada indikasi keterlibatannya kenapa tidak untuk pilih mundur saja, tanpa harus ada pemecatan dirinya?

Bisakah kita segera meniru spirit Jepang? Yang ketika ada namanya saja tercatut di dalam kasus korupsi yang menimpa dirinya, bisa dipastikan si pejabat itu akan segera mundur. Maka demi kembalinya budaya itu ke tanah air kita, kenapa Bapak tidak memulai duluan saja? Tanpa harus dijadikan tersangka dulu, tapi dengan berani dan tegas menyatakan bahwa saya bersedia untuk mundur.

Sebab dalam mewujudkan suatu perubahan itu bisa segera terjadi jika alur perubahannya terjadi dari atas ke bawah. Artinya jika kepalanya sudah  berubah, bisa dipastikan bawahannya akan turut serta berubah. Dimana artinya jika si pemimpin punya rasa malu dan moralitas yang tinggi, tanpa dimintapun akan segera melakukannya. Dan jika pemimpin saja sudah melakukan dan punya budaya itu, maka tinggal menunggu waktu saja seluruh staf-staf yang ada di bawahnya akan enggan melakukannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun