Mohon tunggu...
Rintik Prawesti
Rintik Prawesti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpiang

Tingkatkan minat literasi kaum muda!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kurangnya Transparansi Info Dana Kampanye Pilkada Serentak 2020

6 Desember 2020   15:44 Diperbarui: 6 Desember 2020   16:42 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus covid-19 di Indonesia semakin hari semakin meningkat, sedangkan Pilkada serentak tinggal mengitung hari dan tetap akan berlangsung ditengah pandemi. Dalam pemilu ada dua asas yang perlu diperhatikan yaitu transparansi dan akuntabel. Saat pilkada tentunya transparansi anggran akan sangat diperhatikan banyak orang.

Menurut laman infopemilu2.kpu.go.id mengenai laporan awal dana kampanye (LADK), dari 716 pasangan calon (paslon) yang melaporkan, sebanyak 82 pasangan mengisi dengan 0 rupiah. Selanjutnya, 267 peserta mengisi Rp50 ribu-Rp1 juta, dan 101 pasangan calon mengisi Rp1 juta-Rp5 juta. 450 paslon yang melaporkan dana awal Rp 0 hingga Rp5 juta. Adapun sisanya, sebanyak 266 pasangan calon mengisi dengan dengan angka di atas Rp5 juta. Hal ini tentu saja, sedikit lucu mengingat kampanye paslon pasti sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dapat kita lihat bahwa banyak paslon yang sepertinya kurang memahami mekanisme laporan awal dana kampanye atau tidak transparannya paslon dalam melaporkan dana awal kampanye ini.

Laporan dana kampanye menjadi salah satu pertimbangan publik dalam memilih pasangan calon. Ini menunjukkan implementasi transparansi pasangan calon kedepannya jika terpilih, dan bagaimana mereka akan memimpin pemerintahan dan mewujudkan prinsip transparansi. Dari sini, kita sebagai pemilih tentunya dapat menilai siapa yang akan kita pilih dengan juga memperhatikan hal tersebut.

Karena pandemi virus korona ini, menjadikan beberapa mekanisme dalam pilkada menjadi tidak transparan. Masyarakat dianjurkan untuk berada dirumah untuk meminimalisir penularan virus korona, namun hal ini berdampak pada aktivitas politik yang semakin samar dan terindikasi tertutup.

Dimasa pandemi seperti ini tentunya banyak paslon yang melakukan kampanye dengan embel-embel bantuan sosial, menginggat kesulitan ekonomi bagi beberapa masayrakat. Bantuan sosial tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar bukan? Namun, mengapa masih banyak paslon yang melaporkan dana awal kampanye mereka secara sembrono? Apakah tidak mengerti mekanisme pengisian laporan dana kampanye? Apakah laporan dana kampanye ini hanya sekedar formalitas semata?

Bagi paslon yang sepertinya kurang paham mengenai pengisian laporan awal dana kampanye ini perlu kita pertimbangkan kembali untuk di pilih nantinya. Semakin transparan dalam pelaksanaan pemilu menunjukkan bahwa kualitas demokrasi semakin membaik. KPU terus didorong untuk melaksanakan pemilihan umum yang adil, jujur dan transparan. Disisi lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat menyatakan telah mendorong KPU di daerah untuk menyelenggarakan Pemilu dan menyediakan layanan informasi yang bisa di akses oleh masyarakat luas.

Di Kepulauan Riau sendiri, Laporan Awal Dana Kampanye per 06 Desember 2020 tiga pasangan calon Gubernur dan Wakil gubernur melaporkan penerimaan LADK yang bervariasi dimulai dari 5 juta rupiah, 100-an juta rupiah hingga 200 juta rupiah dan melaporkan penerimaan LPSDK (Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye) dimulai dengan 700-an juta rupiah hingga 4,3 miliar rupiah. Namun sejauh ini belum ada laporan mengenai pengeluaran yang dibutuhkan untuk kampanye di laman https://infopemilu2.kpu.go.id, laporan yang dipublikasikan ke masyarakat pun hanya LADK model 1 yang kurang dalam segi penjelasan  dari mana sumber penerimaan dana tersebut dan pengeluaran seperti apa yang dilaksanakan. Padahal jika mengacu pada PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) ada lima macam laporan dana yang harus dilaporkan oleh paslon. Dapat dilihat bahwa transparansi yang dilakukan KPU dan paslon sangat minim kepada masyarakat.  

Padahal KPU pusat telah menjanjikan pemilu yang jujur dan transparan kepada masyarakat dan demi untuk mengembalikan kepercayaan publik dengan meningkatkan pedoman transparansi ini. Namun, kejadian dilapangan sedikit banyak yang kurang transparan. Apakah kurangnya komunikasi antara KPU pusat dan KPU provinsi/kabupaten/kota.

Bawaslu Kepri telah melaporkan setidaknya ada sekitar 129 kegiatan kampanye calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilakukan untuk di kota Batam saja. Hal ini tentu sedikit bertabrakan dengan laporan pengeluaran dana kampanye yang ada di laman KPU yang menampilkan Rp.0 dalam entri pengeluarannya. Bukankah dapat kita lihat dengan banyaknya kegiatan kampanye di lapangan tentu membutuhkan banyak sekali pengeluaran. 

Namun mengapa pasangan calon tidak melaporkan lebih lanjut mengenai pengeluaran dana kampanye ini? Disini bisa kita lihat kurangnya transparansi yang seharusnya dapat diketauhi masyarakat. Hal ini terjadi dibeberapa entri paslon secara keseluruhan di Indonesia, mereka tidak melaporkan pengeluaran dana kampanye secara meluas kepada masyarakat. Padahal tidak sedikit, pasangan calon yang melaporkan pengeluaran dan pemasukannya secara jelas agar dapat diketahui oleh masyarakat.

Disisi lain KPU Kepualauan Riau telah mengusung prosedur dan proses kampanye yang sesuai dengan protokol kesehatan karena ditengah pandemi seperti ini. Namun, terjadi kasus penganiayaan terhadap pengawas kecamatan di salah satu kota di Kepri karena menegur pelaksanaan kampanye yang tidak mematuhi  protokol kesehatan. Hal ni tentu menjadi contoh pelanggaran yang dilaksanakan pendukung dan paslon dalam menjalankan kampanye karena tidak menerapkan prokes. 

KPU menyarankan agar pasangan calon mengunakan media massa dengan sangat maksimal dan untuk mengurangi kontak langsung dengan masyarakat. Namun, menurut beberapa pengamat, pasangan calon kurang memanfaatkan akses media sosial. Padahal media sosial dapat menjadi wadah paling mudah untuk pasangan calon dan pemilih untuk berinteraksi terutama para pemilih diusia muda. Dan masyarakat dapat menilai seberapa terbuka pasangan calon dalam melaksanakan kampanyenya yang menjadi bahan pertimbangan untuk memilih.

Berkenaan dengan kurangnya transparansi mengenai dana kampanye pasangan calon di pemilu, kejadian ini tentunya menimbulkan banyak spekulasi dari masyarakat mengenai bagaimana mekanisme penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang sebenarnya terjadi. Dan masyarakat akan mempertanyakan asas akuntabel dan transparansi yang di usung KPU karena ketidakjelasan ini. Oleh karena itu, mari kita sebagai warga masyarakat yang menginginkan ada kemajuan di negeri ini untuk mengawal dan mengawasi Pilkada serentak 2020 yang bebas korupsi dan transparan.  Tutup ruang para calon pemimpin daerah  untuk melakukan kegiatan korupsi yang merugikan bangsa dan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun