Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jika UUD 1945 Kembali ke Naskah Asli, Presiden Kembali Dipilih MPR dan Masa Jabatannya Tak Terbatas

14 Agustus 2019   17:17 Diperbarui: 14 Agustus 2019   17:36 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber photo: Nusantaranews.co

Wacana amandemen terbatas terhadap UUD 1945 kembali mengemuka. Setelah 4 kali mengalami amendemen yang kesemuanya dilakukan pasca reformasi, kini ada wacana untuk mengembalikan fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara.

Mengutip dari KOMPAS.com, tidak hanya sekadar amandemen UUD 1945, tetapi wacana Garis Besar Haluan Negara (GBHN) juga turut disinggung untuk dihidupkan kembali. Untuk itu, sejumlah tokoh justru mendorong agar UUD 1945 kembai ke naskah asli yang disebut sesuai dengan amanat proklamasi. 

Dan dua di antara banyak tokoh yang bersuara keras kembali ke naskah asli adalah Wakil Presiden ke-6 RI, Try Sutrisno dan putri proklamator Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, yang diketahui menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Ideologi DPP Partai Gerindra.

Tri Sutrisno menyatakan tidak perlu lagi diadakan amandemen terhadap UUD 1945, tetapi yang perlu dilakukan saat ini adalah pengkajian ulang terhadap amandemen yang empat kali itu dan mengembalikannya ke naskah asli.

Tri Sutrisno mencontohkan salah satu bentuk kekeliruan itu seperti: sebagai negara kesatuan, negara kita tidak perlu ada dewan perwakilan daerah (DPD). Menurut beliau itu berlaku di negara serikat, sedangkan di negara kita adanya utusan golongan. Itulah mengapa beliau ingin kembali ke naskah asli UUD 1945, agar fungsi dan kedudukan MPR dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara.

"Bukan ada amandemen, tapi kaji ulang. Artinya empat kali (amandemen) itu diteliti lagi. Kaji ulang itu, yang asli dikembalikan. Kalau negara serikat, ada negara bagian ada dewan perwakilan daerah. Kalau kita, enggak ada itu. Yang benar utusan daerah. Kembali lagi MPR lembaga tertinggi isinya DPR, Utusan Daerah, Utusan Golongan. Jangan meniru liberal. Habisin duit saja," (Kompas.com)

Hal senada juga disampaikan Rachmawati Soekarnoputri. Menurut beliau agar Pancasila dapat tetap tegak sebagai dasar negara maka harus digandeng dengan UUD 1945 yang asli dan bukan hasil amandemen. Sebagai "meja statis" UUD 1945 tidak boleh diubah-ubah dan Pancasila harga mati. Beliau juga menyesalkan kriteria MPR itu tidak lagi jelas dalam ketatanegaraan kita. Apakah sistemnya dwikameral, trikameral, atau monokameral?

"Pancasila agar bisa tegak di Republik Indonesia harus digandeng kembali dengan UUD '45. Artinya, kita harus kembali ke UUD '45. Pertama adalah 'leitstar dinamis' sebagai bintang pemimpin, yaitu menciptakan masyarakat yang adil makmur sejahtera. Landasan kedua adalah sebagai meja statis. Jadi ini tak bisa diubah-ubah. Pancasila harga mati. Dua fungsi ini hanya bisa diciptakan dengan UUD 1945 sebagai landasan strukturiel," (Kompas.com)

***

Pertanyaannya adalah, setujukah Anda jika UUD 1945 diamandemen untuk kelima kalinya? Atau setujukah Anda jika UUD 1945 dikembalikan ke naskah aslinya? Dan tahukah Anda hal-hal paling mendasar apa yang akan terjadi jika UUD 1945 kembali ke naskah aslinya?

Kalau menurut saya, saat ini dan dalam jangka waktu yang lama, tidak perlu dilakukan amandemen terhadap UUD 1945. Apakah itu berupa penambahan atau pengurangan pasal-pasal, ayat-ayat atau butir-butir. Apalagi kembali ke naskah asli secara mendadak?

Anggaplah MPR dan DPR telah melakukan kekeliruan dengan nafsu eforia reformasi yang berlebihan hingga melakukan amandemen sampai empat kali, yang menurut saya tanpa kajian yang sangat-sangat mendalam. Maka saat ini juga dan dalam jangka waktu yang panjang ke depan, kekeliruan itu jangan diulang lagi.

Inilah hal-hal mendasar jika Indonesia kembali ke naskah asli UUD 1945:

1. Kedaulatan dilakukan sepenuhnya oleh MPR

Pada pasal 1 ayat 2, UUD 1945 hasil amandemen disebutkan "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar," jika dikembalikan ke naskah asli menjadi "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat"

Ini berarti kedudukan MPR akan lebih kuat dari yang sekarang, yaitu dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara.

2. Susunan anggota MPR akan berubah dan DPD dihapuskan.

Pasal 2 ayat 1 naskah asli UUD 1945, berbunyi: "Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang"

Jika pasal ini kembali diterapkan maka, DPR akan kembali di bawah MPR, utusan daerah dan utusan golongan kembali dihidupkan sedangkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang sekarang akan dihapuskan.

3. GBHN kembali dihidupkan

Naskah asli UUD 1945 pada pasal 3 menyebutkan: "Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara"

Jika pasal ini kembali diaktifkan maka Indonesia kembali akan memiliki GBHN seperti pada masa Soeharto, yaitu memiliki acauan pembangunan yang jelas untuk setiap 5 tahunnya. Dulu diintegrasikan dengan rencana pembangunan lima tahun atau disingkat Repelita

4. Presiden dipilih oleh MPR dan tidak ada lagi pemilihan presiden secara langsung

Pasal 6 ayat 2 UUD 1945 (naskah asli) berbunyi: "Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak"

Saya pikir hal inilah hal yang paling sangat terasa perubahannya jika kembali ke naskah asli. Harus diakui bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung memang menghabiskan biaya yang cukup mahal dan memicu "konflik" antar pendukung, tetapi saya pikir sistem seperti ini masih jauh lebih bagus daripada dipilih langsung oleh MPR.

5. Masa jabatannya presiden bisa lebih dari 2 periode.

Pasal 7 UUD 1945 (naskah asli) berbunyi: "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali"

Dalam pasal ini tidak dibatasi berapa kali seseorang yang telah pernah menjabat presiden, dapat mencalonkan dirinya kembali. Hal inilah yang terjadi pada masa orde lama dan orde baru, dimana Presiden Soekarno berkuasa selama 22 tahun sedangkan Presiden Soeharto lebih lama lagi, yaitu 32 tahun.

Saya pikir hal-hal seperti ini tidak perlu terulang kembali. Sebagaimana pun hebatnya kepemimpinan seseorang itu, cukuplah maksimal 10 tahun. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Itulah 5 hal dari sekian banyak yang akan berubah jika negara kita kembali ke naskah asli UUD 1945. Dan jika saya boleh mengutip pernyataan pakar hukum tatanegara Refly Harun, beliau menyebutkan:

"Kalau kembali seperti dulu, kita mundur jauh ke belakang. Bung Karno saja sebagai Ketua PPKI mengatakan, yang namanya UU itu adalah UU sementara. Memang diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, tapi ketika pidato 18 Agustus beliau bilang itu UU sementara sehingga sebenarnya kembali ke UUD 45 ide yang buruk," (Kompas.com)

(RS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun